19 Bermainlah dengan cerdas

Senang mempermainkan perasaan orang lain? Dimana Adi? Katakan!! teriak hati Gisell berusaha berkomunikasi dengan si Penulis.

Rupanya si Penulis memilih untuk mengabaikan pertanyaan Gisella tapi lebih tertarik memberi kuis untuk Pria disamping Gisell.

Senopati Adi, ingin membawa kembali Tuan Putri Retno ke Istana Wijaya. Tapi hutan lah tempat teraman bagi sang Putri sekarang. Sebagai Pria yang mencintai Putri Retno dengan sepenuh hati, keputusan apa yang akan kamu pilih?

a) Membawa pulang Putri dan menjaganya 24jam. Meski pun itu artinya membuat Putri Reswani marah.

b) Meninggalkan Putri dihutan dan mencari tahu siapa dalang dibalik penculikan ini.

c) Tetap tinggal di hutan bersama Putri selama tujuh hari.

Bisa kan, aku menambahkan jawaban lain? Kenapa tidak ada satu pun yang menguntungkanku?! jawab hati Angga setelah membaca pertanyaan si penulis di depan matanya.

Ayolah, kau hanya perlu memilih! tidak ada karakter yang bisa berperilaku seenak hatinya di sini. Tegas Penulis menolak permohonan Angga.

Terpaksa Angga menyentuh jawaban c.

Tetap tinggal di hutan bersama Putri selama tujuh hari.

ya. tidak.

Dengan gusar ia menyentuh lagi tombol ya.

"Apa pembicaraanmu dengan pemilik dunia absurd ini sudah selesai?" geram Gisell merasa diacuhkan.

"Kamu juga pernah bicara dengannya?"

"Semua karakter dipaksa mengikuti kemauannya. Kurasa tidak ada karakter yang tidak pernah diganggu olehnya" omel Gisell makin kesal.

"kamu sudah mendapatkan tempat berteduh selama di sini?"

"Sebenarnya tidak sengaja menemukan tempat itu. Jangan bilang kamu mau tinggal disini, dan tidak kembali ke Kerajaan Wijaya!" tebak Gisell curiga.

"makhluk absurd itu yang memaksaku berada disini selama tujuh hari"

"Apa?! aku... tidak menyangka harus selama itu. Kenapa kamu tidak memilih yang lain?!" pekik Gisell refleks memukul lengan Angga kesal.

"Kalau aku disini selama tujuh hari kita aman. Tapi kalau kita keluar sekarang, kita berdua akan tamat"

"Biarkan saja. Memang kenapa kalau kita tamat? kita akan kembali ke dunia kita," sahut Gisell berpikir kemungkinan kalau mereka mati di dunia ini secara otomatis mereka akan kembali ke dunia asal.

Jangan bodoh! kalian sedang memainkan peran sebagai Retno dan Adi. Kalau dua pemeran utama mati, kalian akan mengulang kejadian ini berulang kali sampai kalian jera. Akhirnya penulis memberikan peringatan pada keduanya langsung.

Hey, ya!! kamu pikir hutan ini bisa menjamin kami tetap hidup?! protes Gisell berusaha meninju kolom teks di hadapannya tapi tangannya malah menembus kolom teks tersebut.

Justru itu, kalian bermainlah dengan cerdas. Baru saja pemeran utama Pria dengan bodohnya, mengusir penguasa hutan terlarang. Aku takut, kalian selama tujuh hari kedepan, akan merasakan kutukan penguasa hutan ini.

Penulis menjelaskan dengan singkat akar masalah baru dua anak manusia yang tersesat ini.

"Adi, bagaimana kalau kau kembali saja ke Istana yang sangat nyaman itu hmm?" bujuk Gisella sambil berpura-pura bersikap semanis mungkin pada Angga.

"Kalau begitu ikutlah denganku"

"Kamu ingin aku cepat mati ya!" pekik Gisell langsung kembali ke mode galak.

"Retno sayang, kamu ini perempuan. Mana mungkin aku tega meninggalkanmu di tempat ini. Kalau ada ular, serigala, siapa yang akan melindungimu?" ada nada sok pahlawan dalam sura Angga kali ini.

"Aku bisa menjaga diriku sendiri. Cepatlah kembali ke Is-ta-na"

"Kalau penguasa hutan mengamuk dan hanya kau yang berada disini, bagaimana caramu mengatasinya?"

"Kamu tidak perlu tahu. Pergi sekarang Adi, sebelum apa yang dikatakan makhluk absurd itu jadi nyata" Gisell memelototi Angga berharap pria itu patuh padanya.

"Dari ingatan Adi yang asli, dia tidak ingin kembali. Jadi buat apa aku kembali" jawab Angga santai sambil memperhatikan alam sekitar.

"Kehidupan Adi sangat sempurna. Kenapa kamu tidak ingin kembali?" Gisell merengek bingung harus bagaimana caranya mengusir Angga dari dalam hutan ini.

"Setahuku disana hanya ada Reswani. Tapi Adi hanya mau menempel pada Retno seorang. Jangan membuatku kehilangan hati nuraniku dengan memaksaku meninggalkanmu" jawab Angga menatap Gisell dengan tatapan hangat, sehangat Adi asli memandangnya.

"Jangan merayuku dengan wajah orang lain" tanpa ampun setelah mengucapkan hal ini di pukulnya lagi lengan Angga, saking gemasnya dengan sifat keras kepala laki-laki ini.

Angga melangkah lalu bercermin di sungai. Perlahan ia menoleh ke arah Gisell.

"Hey, ini wajahku. Jelas-jelas ini wajahku bukan wajah Adi"

"Itu wajah Adi. Ketika pertama kali Retno bertemu dengan Adi wajahnya sama persis dengan wajahmu. Entah sejak kapan, ia berubah semakin tampan bahkan sebelum mati" kata Gisell malu untuk mengakui.

"Wow, terima kasih..."

"Aku memujinya bukan memujimu"

"Memang ada bedanya? sekarang aku adalah Adi,"

"Kamu terlalu berisik untuk jadi seorang Adi!"

Tak terasa waktu terus bergulir. Mereka terus berdebat hingga akhirnya perut mereka berbunyi nyaring.

"Hey, aku lapar"

"Kamu ingin aku berburu?"

"Apa sulitnya? kamu masuk ke raga Adi yang hebat. Dia sangat ahli berburu. Tapi, katakan saja aku sedang berbaik hati sekarang. Jadi, kamu cukup memancing ikan saja oke,"

"Apa kamu lihat ada alat memancing di sini? sudah lah, aku akan berburu kelinci. Duduk manis disini, jangan kemana-mana" jawab Angga memberi perintah.

Haaaah, kenapa Adi harus tergantikan? jujur saja kenapa hatiku tidak rela batin Gisell sendu. Memperhatikan aliran sungai yang jernih.

Ada pemandangan tidak biasa di sana. Ikan-ikan di dalam sungai tiba-tiba melompat keluar dari sungai dan menggelepar-gelepar di atas tanah. Gisell membelalakkan mata tak percaya.

"Abi... kau kah itu?" mata Gisell mengawasi sambil menoleh waspada ke kiri dan ke kanan.

"Kalau itu kau, muncullah" panggil Gisell kembali.

syuuuuuuush

desiran angin menerpa pipi Gisell membuat gadis itu bergidik kedinginan.

"Tidak ada api, harus ku apakan Ikan-ikan ini" gumam Gisell sendu menunduk memperhatikan sepuluh ekor ikan menggelepar pasrah di tanah.

"Kenapa tidak kembali ke dalam gua?" tegur seseorang dari belakang.

Gisell membalik badan, menatap heran Pria di hadapannya kini.

"Kamu tidak marah?"

"saya? Kenapa saya marah pada Anda?" Abiseka menatap dingin ke arah Gisell.

Dari beberapa kali pertemuan dengan Abiseka, baru kali ini ia ditatap sedingin itu oleh Abiseka. Rasanya sangat tidak nyaman.

"Maafkan kesalahan temanku tadi. Dia berpikir kamulah yang menculikku semalam. Apa kamu terluka?" tiba-tiba Gisell ingat Angga telah menodongkan pedang ke arah leher Abiseka.

"Hanya luka kecil tidak perlu dipikirkan. Dan soal permintaan maaf itu, bukan kah seharusnya Senopati Mahasura Adiwilaga yang menyampaikannya langsung?" jawab Abiseka dengan nada setenang air mengalir.

"Abiseka, apa kamu penguasa hutan terlarang ini?"

"Siapa yang sebarangan mengatakan hal seperti itu?" Abiseka tampak acuh.

Ia duduk di atas rerumputan liar sambil meniupkan kembali peluitnya. Tak lama kemudian, datang dua ekor kera yang bergerak melompat dari satu pohon dan berayun ke pohon lainnya.

Dua ekor kera itu melayangkan tubuhnya, melakukan salto diudara, dan mendarat di atas rerumputan. Seolah hanya dengan menatap mata Abiseka mereka paham apa yang diperintahkan Abi kepada mereka.

"Kau... memerintah mereka lagi?"

"Duduk lah disini. Apa kakimu tidak pegal?" balas Abiseka balik bertanya sambil menepuk rerumputan di sampingnya.

Tidak ada alasan untuk menolak. Lagi pula, selama mereka saling bertemu, tidak ada sedikit pun perlakuan Abiseka yang menyakitinya.

Jadi, Gisell duduk tepat disamping Abiseka. Suasana mendadak hening. Untung saja suara dua ekor monyet yang kembali muncul setelah sempat menghilang beberapa menit itu, mulai terdengar mendekat.

avataravatar
Next chapter