5 Karena Aku Yakin Kau Wanita Yang Baik

"Harusnya kau juga memuntahkan otakmu." Eza menatap Rara tajam. Ingin rasanya mencincang wanita itu menjadi potongan kecil-kecil dan diberikannya pada Momon, kucing peliharaan Oka tetangga apartemennya.

"Eza! jaga bicaramu," kata Nyonya Arya yang saat ini tengah mengusap lembut perut Rara.

Saat ini Rara tengah terbaring di tempat tidur. Ibu mertuanya duduk di tepi ranjang dan Eza berdiri di samping ranjang dengan bersedekap dada menatapnya nyalang. Rara hanya menunduk memasang wajah penuh rasa bersalah namun itu hanya sandiwaranya saja. Dalam hati ia terus tertawa mengingat ekspresi Eza yang siap membunuhnya namun tertahan karena ada sang ibu bersamanya.

"Kau harus memakluminya Za, mual dan muntah saat hamil muda memang sudah sewajarnya," kata Nyonya Arya kembali.

"Ck." Eza berdecak kesal. "Hamil apanya! yang ada hamil makanan dan semua sudah dimuntahkannya!" teriak Eza dalam hati Ia tak mungkin mengatakan jika Rara hanya pura-pura hamil. Ibunya akan marah besar jika tahu yang sebenarnya dan bisa menyuruhnya bercerai. Ini belum saatnya, wanita itu begitu licik dan pandai memanipulasi keadaan dan ia belum puas balas dendam. Ia ingin Rara bertekuk lutut padanya dan memohon ampun atas apa yang dilakukannya. Spion mobilnya, mengerjainya saat di kantor dan memuntahkan isi perutnya satu jam yang lalu dihadapannya. Karena kelakuan Rara itu ia harus membuang kaos kesayangannya beserta celananya. Ia tak sudi memakai kembali baju bekas muntahan Rara meski sudah dicuci sekalipun. Ia juga menghabiskan satu botol sabun cair untuk membersihkan diri. Wanita itu benar-benar harus diberi pelajaran.

"Jangan terlalu memanjakannya Bu," kata Eza yang tak berhenti menatap Rara seakan dengan tatapan matanya bisa melelehkan Rara saat ini juga.

"Ibu tidak memanjakannya Za, ibu hanya ingin menjaga calon cucu ibu," kata Nyonya Arya.

Rasa bersalah tiba-tiba merasuki pikiran Rara. Ibu mertuanya begitu baik padanya tapi ia justru membohonginya.

"Ck, terserah ibu, aku ingin tidur jika ibu sudah selesai ibu boleh pergi," kata Eza dan berjalan memutar kemudian duduk di ranjang bersiap merebahkan diri disamping Rara.

"Apa yang kau lakukan Za? bukankah ayah sudah bilang kalian tidak boleh tidur bersama," Nyonya Arya mempringatkan Eza dengan ucapan ayahnya.

"Bagaimana bisa seperti itu? kami sudah menikah Bu." Hampir saja kepalanya bersandar nyaman di bantal empuk miliknya sampai suara ayahnya membuatnya segera kembali berdiri tegak.

"Apa kau ingin ayah mengulangi lagi kata-kata ayah?" kata Tuan Arya diambang pintu. Ia berjalan menghampiri Rara yang masih tertunduk lesu. "Bagaimana keadaanmu, Nak?" tanyanya.

"Sudah lebih baik, Ayah," kata Rara dengan suara lembut.

"Bagaimana bisa ayah melarangku tidur dengan istriku sendiri?!" Eza tak terima dengan keputusan mutlak ayahnya.

"Ibu tahu libidomu tengah memuncak, tapi kau harus melihat kondisi istrimu," kata Nyonya Arya yang saat ini tengah berdiri, diusapnya lembut helaian rambut Rara yang diikat asal. "Istirahatlah Sayang, kau tenang saja Eza tidak akan memonopolimu." Mengedipkan sebelah mata dan hendak pergi.

"Tunggu Bu," kata Rara, diraihnya tangan ibu mertuanya.

"Iya Sayang?"

"Bisakah ibu menemaniku sebentar lagi?" pinta Rara penuh harap.

Nyonya Arya terkekeh kecil, ia berbalik dan kembali duduk di tepi ranjang.

"Eza, ikut ayah," perintah ayah Eza yang berjalan keluar kamar.

Dengan terpaksa Eza mengikuti perintah ayahnya, namun sebelum ia benar-benar pergi dari sana, ia menatap Rara seraya bergumam tanpa suara. "Akan ku balas kau!"

Rara mengerti maksud Eza dan justru menjulurkan lidah mengejek. Nyonya Arya yang melihatnya justru tertawa kecil.

"Cih." Eza yang melihatnya benar-benar geram. Jika tidak di rumah orang tuanya ia pasti sudah menghabisi Rara. Ia berjalan keluar dengan wajah kesal, namun setelahnya seringai terukir diwajah tampannya. Ia punya rencana membalas Rara.

"Bu, boleh Rara bertanya?" Rara bertanya dengan suara kecil setelah melihat Eza telah menghilang darisana.

"Hm? tentu saja Sayang, apa yang ingin kau tanyakan?" kata Nyonya Arya antusias.

"Kenapa ibu begitu baik padaku?" Menatap ibu mertuanya dengan rasa penasaran.

"Karena kau menantu ibu dan mengandung calon cucu ibu," jawab Nyonya Arya dengan tersenyum.

"Tapi... Ibu baru mengenalku, maksudku... kenapa dengan mudah menerimaku sebagai menantumu?" Rara masih belum puas dengan jawaban ibu mertuanya.

"Um...." Nyonya Arya terlihat berpikir. "Karena kau wanita pilihan Eza, ibu pikir ia hanya main-main saat mengatakan akan menikah, tapi ternyata kau bahkan sudah hamil."

"Ibu tidak curiga padaku? maksudku karena Eza menikahiku dengan tiba-tiba, mungkin ada alasan lain." kata Rara dengan sedikit menunduk tak berani menatap ibu mertuanya.

"Tidak, saat melihatmu ibu yakin kau wanita yang baik, dan ibu tahu alasan lain yang kau maksud," kata Nyonya Arya.

"Maksud Ibu?" Mata Rara mebulat, apakah ibu mertuanya tahu yang sebenarnya?

"Ibu tahu kau masih muda, tapi kau tidak ada niat menggugurkan kandunganmu." Satu tangannya terulur mengusap wajah Rara dan menatapnya lembut. "Ibu senang kalian berdua bertanggung jawab atas apa yang kalian lakukan," katanya kembali.

Rara tertegun sejenak, ibu mertuanya benar-benar baik. Dan Rara merasa bersalah telah membohonginya.

avataravatar
Next chapter