3 3. Kampus

"Ada apa denganmu?" Seorang wanita menghampiri Rara yang berjalan tertatih. Saat ini Rara sudah mulai masuk kuliah.

"Aku tidak apa-apa Sand," jawabnya dengan tersenyum dipaksakan. Ia memegangi bagian bawah perutnya yang terasa nyeri, bahkan di bawah sana rasanya masih penuh dan amat terasa sakit saat berjalan.

"Tapi kenapa kau berjalan seperti ini? apa kau baru saja terjatuh?" Sandra, nama wanita itu tampak khawatir. Ia adalah teman Rara saat SMA dan kini kuliah di tempat yang sama. Ia tidak tahu jika Rara sudah menikah karena pernikahannya memang tertutup, hanya keluarga Eza dan keluarganya saja yang tahu.

"I- iya, aku tidak sengaja terpeleset," kilah Rara, ia tak akan mengatakannya pada Sandra apa yang sebenarnya terjadi.

"Benarkah? kalau begitu kita segera ke ruang kesehatan saja," kata Sandra dan hendak membantu Rara berjalan dengan memapahnya.

"Ti-- tidak usah Sand, aku sudah mengobatinya sebentar lagi pasti sembuh." Rara menolak dengan halus, tidak mungkin dia ke ruang kesehatan, yang ada dokter yang memeriksanya tahu apa yang terjadi padanya.

"Rara? ada apa denganmu?" Seorang pria berjalan ke arah mereka dan terlihat khawatir melihat Rara yang berjalan tertatih.

"Tidak apa-apa Kak Alex," jawab Rara dengan tersenyum. Alex adalah mahasiswa yang sebelumnya mempromosikan kampusnya ke sekolah Rara, sejak saat itu mereka mulai mengenal dan berteman.

"Wajahmu terlihat pucat, apa kau sakit?" Alex bertanya dengan menempelkan punggung tangannya pada kening Rara.

"Tidak, sungguh aku baik-baik saja Kak," kata Rara dengan tersenyum dipaksakan. "Sandra, bisa tolong antar aku ke kelas?" pinta Rara pada sahabatnya itu, ia tidak ingin Alex curiga padanya.

"Maaf Ra, aku ingin mengantarmu tapi kelasku dimulai 10 menit lagi, kau tahu kelas kita berbeda bukan?" Sandra sebenarnya tidak tega namun ia sengaja agar Alex lah yang menolong Rara. Ia tahu pria itu tertarik dengan sahabatnya.

"Padahal tadi kau bersemangat ingin mengantarku ke ruang kesehatan," kata Rara penuh tanya.

"Hehehe, maaf tadi aku lupa saking khawatirnya padamu," kilah Sandra kemudian berjalan menuju kelasnya dengan melambaikan tangan. "Tolong jaga Rara ya Kak!" teriak Sandra saat mulai menjauh dengan terkikik kecil tanpa Rara sadari.

"Aku akan mengantarmu." Alex dengan senang hati menemani Rara berjalan menuju kelas dengan menyuruh Rara berpegangan pada lengannya yang kokoh.

"Maaf merepotkanmu Kak Alex." Rara merasa tak enak hati pada Alex yang justru terlihat senang.

"Tidak apa-apa. Lain kali kau harus lebih berhati-hati," kata Alex dengan tersenyum.

"I- iya." Wajah Rara bersemu merah melihat senyuman Alex padanya, menurutnya Alex pria yang baik.

Sementara di tempat lain Eza tengah menatap tajam pada layar handphonnya. Orang suruhannya mengirimkan foto istrinya yang dibantu berjalan oleh seorang pria.

"Baru menikah dan sudah berani selingkuh? awas kau!" gumamnya dengan tertawa kejam, ia punya rencana.

                                ***

"Aku akan mengantarmu." Saat ini Alex telah menunggu Rara saat ia sudah selesai jam mata kuliah.

"Tidak perlu Kak, aku akan meminta ayah menjemputku." Meski Rara tidak benar-benar berniat menyuruh ayahnya menjemput.

"Tidak apa-apa, aku hanya tidak ingin kau kembali terjatuh atau sesuatu terjadi padamu," kata Alex dengan menatap ke sembarang arah. Semburat kemerahan terlihat di wajah tampannya.

"Eh?" Rara tertegun sejenak, Alex benar-benar perhatian dan mengkhawatirkannya.

"Bukan apa-apa maaf, baiklah sebaiknya kita segera pulang." Alex mengulurkan tangannya.

"Ba--baiklah...." Dengan ragu Rara menerima uluran tangannya.

Mereka berjalan bersama keluar gedung dan saat sampai di halaman kampus keduanya terkejut saat mendapati banyak mahasiswi mengerubungi sebuah mobil.

"Ada apa disana?" tanya Alex keheranan.

Rara terdiam memperhatikan, sepertinya ia tahu dengan mobil itu. Mobil itu adalah mobil yang mengantarkannya ke kampus tadi pagi dan itu adalah mobil suaminya sendiri.

"A-- Kak Alex bisa kita bergegas? aku akan menumpang mobilmu," kata Rara dan mulai menutupi wajahnya dengan tas berharap Eza tidak melihatnya. Ia malas harus berurusan dengan suaminya itu terlebih di kampus. Ia tidak ingin ada yang tahu ia sudah menikah.

"Apa? Ba-- baiklah." Alex hanya mengikuti Rara yang menyeret tangannya namun dengan langkah kecil. Wanita itu seperti tengah terburu-buru namun tidak bisa berjalan cepat. "Mungkin kakinya masih sakit," batin Alex.

Saat ini Eza tengah menebar pesonanya pada para mahasiswi yang mengerubunginya. Ia bahkan membiarkan wanita-wanita itu mengambil foto bersama sampai sekelebat bayangan istrinya yang melintas membuatnya mengabaikan para wanita yang masih mengerubunginya seperti gula mengerubungi semut.

"Maaf manis, waktu habis." Eza mengedipkan sebelah mata pada para wanita itu membuat mereka menjerit histeris. Setelahnya ia memberi isyarat pada wanita-wanita itu untuk menyingkir guna memberinya jalan keluar dari lingkaran kerumunan. Ia berjalan angkuh dan kembali memasang wajah aslinya yang dingin. Meski Rara menyembunyikan wajahnya dibalik tas buluknya, Eza dapat mengenalinya saat melihat pria yang berjalan dibelakangnya. Ia ingat jelas wajah pria yang membantu Rara berjalan menuju kelas meski hanya dari foto.

"Ehm...." Eza berdehem dengan bersedekap dada tepat di depan Rara.

"Kenapa pria ini selalu muncul dengan tiba-tiba di depanku?" batin Rara yang kini menatapnya dengan wajah polos, dalam artian pura-pura memasang wajah polos. Rara pikir Eza tak dapat melihatnya karena kerumunan para wanita itu, tapi ia salah.

"Maaf, apa kita saling mengenal?" Rara berucap lembut dengan tersenyum manis namun bagi Eza itu hanyalah senyum palsu.

Alex hanya diam memperhatikan, ia tidak pernah melihat Eza sebelumnya.

Sementara Eza menatap Rara dan Alex bergantian. Ia mendekati Alex dan menepuk bahu pria itu. "Ku katakan padamu, dia sekarang milikku dan jika kau masih menginginkannya tunggu sampai aku puas dan membuangnya, tapi maaf kau hanya menerima barang bekas," kata Eza dengan tersenyum congkak.

Rara terdiam, apa maksud kata-kata suaminya itu? rasanya ia ingin mengulitinya hidup-hidup.

"A-- Ra, apa maksud yang dikatakan orang ini?" Alex bertanya pada Rara yang menatap tajam suaminya.

"Kak bisa tolong antar aku pulang?" Rara menggandeng tangan Alex dan berjalan melewati Eza.

Eza menggeram marah, diraihnya tangan Rara dan menatapnya tajam. Semua tidak bisa berakhir seperti ini, Eza ingin menghancurkan Rara dan ia belum berhasil jika Rara bahagia bersama kekasihnya.

"Pulang!" kata Eza dengan suara tinggi. Ia melepas paksa tautan tangan Rara dan Alex kemudian dengan kasar menyeret Rara menuju mobil. Para wanita yang sebelumnya mengerubunginya menyingkir melihatnya dengan aura membunuh berbeda dengan beberapa menit yang lalu.

"Hei lepaskan aku!" Rara mencoba melepaskan cengkraman tangan Eza pada tangannya namun percuma, cengkraman tangan Eza bahkan membuat tangannya terasa perih. Eza membuka pintu mobil dan memaksa Rara masuk diikuti olehnya dan segera menutup pintu mobil.

"Hei kau! lepaskan Rara! sebenarnya siapa kau!?" Alex memukul kaca mobil dan tak berhenti berteriak memintanya melepaskan Rara namun Eza menghiraukannya dan segera tancap gas pergi darisana.

"Argh!" teriak Alex frustasi. "Siapa dia sebenarnya?" batinnya.

***

Rara ingin marah, tidak dia sudah benar-benar marah dengan sikap Eza.

"Apa sebenarnya yang kau inginkan?!" teriaknya dengan wajah merah marah. Sejak 15 menit yang lalu ia hanya diam mendengarkan celotehan Eza tapi sekarang ia sudah tidak bisa menahannya lagi.

"Sudah ku katakan! aku akan membalasmu sampai kau tidak bisa melakukan apapun, aku akan menghancurkan hidupmu, memisahkanmu dari kekasihmu dan membuatmu menyesal telah berurusan denganku!" ucap Eza dengan suara tinggi.

"Dia bukan kekasihku! dan jika pun kami punya hubungan itu bukan urusanmu, kau suamiku hanya diatas kertas, bagiku kau hanya seorang pemerkosa dan pria yang kejam!" tepat setelah mengatakan itu Rara segera keluar dari dalam mobil saat dirasanya mobil telah berhenti. Ia benar-benar muak dengan sikap Eza. Ia segera berlari ke dalam rumah yang ia tahu bahwa ini adalah rumah mertuanya.

"Rara? ada apa denganmu?" Ibu Eza menghentikan Rara yang berlari ke dalam rumah. Saat itu juga Rara memeluk ibu mertuanya dan menangis keras.

"Ada apa Sayang?" Ibu mertuanya mengusap lembut helaian rambut panjang Rara yang tergerai.

Eza sengaja membawa Rara ke rumah orang tuanya karena permintaan mereka.

"Hiks... Eza jahat Bu... hiks...." Rara menangis bombay dipelukan ibu mertuanya. Ibu mertuanya sangat baik berbeda dengan suaminya.

"Eza! apa yang kau lakukan pada Rara!" Nyonya Arya alias ibunya Eza menatap tajam pada Eza yang berdiri di ambang pintu.

"Di-- dia tidak membiarkanku istirahat barang sejenak Bu, bagaimana jika nanti aku keguguran? dia memonopoliku setiap waktu. Huaaa...." Rara kian menangis dengan keras. Sementara Eza terlihat cengo seperti orang bodoh.

Mendengar apa yang dikatakan menantunya, Nyonya Arya menatap tajam putra bungsunya itu. Diikuti Tuan Arya yakni ayah Eza yang baru saja turun dari lantai atas yang juga menatapnya tajam dengan aura kehitaman yang dapat Eza lihat.

"Ck, sial! wanita itu benar-benar bermuka dua," batin Eza.

"Mulai malam ini Rara akan tidur disini, kau tidak boleh menyentuhnya sampai batas waktu yang kami tentukan!" kata Tuan Arya tegas dengan melotot kejam pada Eza yang menganga.

"Bahkan ayahnya membelanya?" geram Eza dalam hati.

"Dasar pria cabul!" Kakaknya datang dari luar dan memberi bogem mentah padanya.

"Argh! Apa yang kau lakukan Kak!" Eza marah tak terima dan memegangi kepalanya.

"Seharusnya kau bisa mengontrol libidomu saat istrimu tengah hamil." Kakaknya itu melotot padanya.

Eza tak tahu mantra apa yang digunakan wanita itu untuk meracuni semua keluarganya agar berpihak padanya. Ayah, ibu dan kakaknya mengarahkan tatapan kejam padanya yang tak bisa berkata-kata.

"Kasihan sekali adikku." Seorang wanita masuk ke dalam rumah, menepuk bahunya dengan tersenyum. "Kau harus memberi istirahat pada istrimu Za, jika tidak apa kau ingin mencoba obat kakak? ini obat terbaru untuk para pemerkosa agar testis mereka tak bisa lagi berfungsi," kata wanita itu yang tak lain adalah kakak iparnya.

Glek! Bahkan kakak iparnya lebih mengerikan dibanding tatapan ketiga orang di hadapannya.

Rara tersenyum penuh kemenangan, tak sia-sia juga ia mengatakan pada keluarga Eza bahwa ia hamil seperti yang dikatakan pria itu pada keluarganya, dengan begini ia akan aman di balik perlindungan semua anggota keluarga suaminya.

"Kau membalasku? Maka aku akan lebih membalasmu," ucap Rara dalam hati.

avataravatar
Next chapter