1 Kali Pertama

WEEKEND. Siapa lagi yang tidak mau menghabiskan waktunya di luar? Belum lagi dengan bertambahnya destinasi baru juga fasilitas yang tidak kalah seru dan canggihnya. Namun bagi Rahma, weekend selalunya sama saja. Biasa dan tidak merubah suasana hidupnya.

Menghabiskan senja di tepian pantai mungkin menjadi hal menarik dan sangat menyenangkan. Karena disana, matahari terlihat begitu cantik saat membenamkan dirinya. Yang seakan hilang di antara dalamnya air laut.

"Bu, aku pergi dulu yah? Mau jalan-jalan," pamit Rahma pada Ibunya.

"Iya, hati-hati, Nak. Sudah sendakala," pesan Ibu.

Rahma segera mengambil sepedanya yang ada di dalam garasi bersama mobil Ayahnya. Dan pergi menuju pantai yang kebetulan dekat jaraknya dari rumahnya.

Semilir angin dan langit yang sekejap lagi memancarkan semburat jingganya, membuatnya semakin bersemangat mengayuh sepeda agar cepat sampai. Lalu lintas sore ini pun tidak terlalu padat, sehingga ia tidak perlu takut jika akan ketinggalan sunset sore ini.

Sesampainya Rahma di pantai, ia segera memarkirkan sepedanya di pondok dekat tepi pantai. Berjalan menyusuri pasir putih pantai, membuat terpukau siapa saja yang datang berkunjung. Rahma terus berjalan, hingga akhirnya ia menemukan titik yang tepat untuk menyaksikan senja kala itu.

Buukkkk…

"Aduh," keluh Rahma kemudian.

Tanpa sengaja, seseorang yang tengah berlari dari belakang menabraknya hingga Rahma terjatuh. "Eh, sorry. Aku enggak tahu ada orang di depanku."

"Iya, enggak apa-apa," ujar Rahma.

Seseorang itu lalu mengulurkan tangannya, Rahma meraih tangan itu lalu bangkit sembari membenarkan kacamatanya. "Kamu beneran enggak apa-apa?" tanyanya.

"Iya beneran," ucap Rahma sembari tersenyum. "Mau lihat sunset juga?"

"Iya nih,"

Rahma dan seseorang itu memiliki tujuan yang sama, yaitu ingin menyaksikan senja. Mereka berdua bercerita dengan begitu cerianya sampai mereka melupakan sesi perkenalan. Dan pertemuan singkat itu berakhir, saat senja yang mereka saksikan selesai sudah.



"Pagi, Ma," sapa Deas teman sebangku Rahma.

Rahma hanya menatapnya dan tersenyum. Lagi-lagi hari ini ia harus dihadapkan dengan tugasnya yang belum tuntas, seperti teman-temannya itu. Belum lagi ditambah dengan upacara pelantikan anggota OSIS hari itu juga. Membuat mood-nya semakin tidak karuan.

Priittt…priiittt…

Terdengar suara peluit yang dibunyikan dengan kerasnya, menandakan seluruh siswa harus berbaris untuk melaksanakan upacara. Deas menarik Rahma yang berjalan dengan malasnya. "Ayo, agak cepat dikit jalannya, Ma!"

Deas dan Rahma berada di barisan paling depan, sedangkan di belakangnya Fani dan Fia tengah asyik mengobrol dengan berita yang tidak kalah penting juga.

Upacara berlangsung agak lama. Para anggota OSIS berjalan dengan serempaknya dalam barisan yang rapi dan teratur. Rahma yang menatap lurus ke depan, seketika teralihkan saat ia melihat seseorang yang ia temui kemarin berdiri tepat di depannya dalam barisan anggota OSIS baru.

"Kenapa, Ma?" tanya Deas pelan. Dan ia paham Rahma sedang memandangi siapa. "Dia anak baru di kelas XI A4. Pindahan dari Bandung," bisik Deas.

Rahma bertambah bingung. "Kemarin aku ketemu dia, Yas,"

Deas kembali menoleh dan menatap Rahma, "Serius?"

Rahma hanya mengangguk dan tidak terlalu mempedulikannya.

"Baguslah kalau udah pernah ketemu. Seenggaknya jadi tahu, siapa dia," ujar Deas.

Upacara hari itu sungguh membuat seluruh siswa kewalahan dengan panas matahari yang semakin menyengat di kulit mereka. Tidak dibubarkan begitu saja, namun ditambah dengan beberapa pengumuman penting. Dan Rahma terlihat begitu resah karena beberapa tugasnya itu. Ia membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan beberapa tugasnya itu.

"Ma, piye ta? Tugasmu durung rampung meneh?" tanya Fia dengan logat Jawanya. Fia dan Fani memang sama-sama orang Jawa. Hanya beda sekolah saat SMP.

Rahma hanya mengangguk dan terlihat gusar. Karena dibalik tugasnya itu, ada guru yang killer menurut siswa di kelasnya.

Setelah upacara berakhir, Rahma dan teman-temannya kembali ke kelas. Rasa tidak sabar mendesak Rahma untuk segera berlari ke kelas dan kembali mengerjakan tugasnya itu.

Bagi Rahma, tugas adalah bagian terpentingnya. Meski ada temannya yang belum mengerjakan tugas, namun menjadi siswa awal kelas XI bukanlah hal yang santai baginya. Ini adalah tantangan yang harus dilaluinya dalam mencapai kesuksesannya.

Deas menatap Rahma serius, "Ma, mau dibantu enggak? Ini tugasnya banyak lho," Deas berusaha menawarkan bantuan, namun Rahma menolaknya. Deas hanya bisa menerima keputusan kawan sebangkunya itu.

"Selamat pagi anak-anak," tiba-tiba seorang guru masuk tanpa permisi dan membuat Rahma semakin gusar. Mau tidak mau, Rahma harus menghentikan pekerjaannya itu dan siap menerima hukuman dari gurunya. "Baiklah, tugas yang kemarin silakan dikumpulkan dan akan Ibu panggil sesuai nomor absen."

Keringat dingin terus mengalir dari kening Rahma. Dan saat namanya dipanggil untuk maju ke depan mengumpulkan tugasnya, ia hanya pasrah. "Maaf, Bu. Saya belum selesai."

"Kenapa belum selesai?" tanya guru itu dengan tegas.

"Saya punya deadline lain, Bu."

"Oh, jadi menurut kamu tugas ini tidak penting? Silakan kamu keluar dan berdiri di tengah lapangan selama jam pelajaran saya!" Guru itu lantas menghukum Rahma yang siang itu panas sekali cuacanya. Deas, Fani dan Fia hanya menatap perginya Rahma, tanpa berbuat apa-apa.

Panasnya siang itu memang bisa membuat pusing orang. Apalagi berlama-lama di luar. Rahma tetap berdiri tegak di tengah lapangan, dengan menyimpan rasa malu pada setiap orang yang menatapnya aneh. Baru kali ini ia mendapat hukuman semacam ini, dan memang membuatnya malu sejujurnya.

Rasa pening melanda Rahma dan dalam hitungan detik, tubuhnya terjatuh.

"Rahma?" panggil seseorang yang berdiri di samping Rahma.

Rahma masih belum sepenuhnya sadar, ia hanya membuka matanya perlahan namun tidak bicara. Dirinya yang tegak berdiri di bawah matahari, sekarang terbaring lemah di ruang UKS.

"Em, aku dimana ini?" tanya Rahma yang tengah memijit-mijit keningnya.

"Kamu di UKS, kenapa tadi di tengah lapangan gitu sendirian? Dihukum?"

Rahma yang masih merasa pusing, hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan seseorang yang ia temui senja kemarin.

Seseorang itu lalu menyuguhkan teh manis hangat yang ia beli di kantin. Tak lupa juga, ia membelikan Rahma roti. Mungkin saja Rahma belum sarapan pagi tadi.

"Nama kamu, Rahma?" tanya seseorang itu.

Rahma mengerutkan keningnya, "Kok tahu?"

Seseorang itu menunjuk ke arah badge nama Rahma. Dan Rahma mengangguk mengerti.

Tiba-tiba, pintu UKS terbuka dan datang seorang guru piket. "Kamu, di panggil pembina OSIS untuk mengikuti rapat," tunjuk guru itu pada seseorang yang menemani Rahma.

Pemuda itu lalu pergi meninggalkan Rahma dan guru piket di ruang UKS. Dan lagi-lagi Rahma lupa untuk menanyakan nama seorang pemuda itu.

avataravatar
Next chapter