webnovel

Rio Yang Malang

Katerina berlari sepanjang lorong Rumah Sakit dan menemui perawat jaga. Dengan nafas terengah-engah ia bertanya di mana Rio dirawat. Anthony Rahman dan Sara mengikutinya tanpa bicara apa-apa.

Katerina berlari lagi, naik lift ke lantai 2 dan segera mencari-cari ruangan yang dimaksud. Di luar pintu UGD ia ditahan oleh dua orang polisi berseragam.

"Maaf, Bu... tidak boleh masuk."

"Tapi saya harus masuk... Rio ada di dalam..." kata Katerina putus asa, "Saya harus masuk..."

"Maaf, dokter sedang melakukan pertolongan dan mereka tak boleh diganggu..." kata seorang polisi yang lebih simpatik. "Ibu ini adalah...?"

"Saya Katerina... tunangannya..." Katerina mengeluh pendek dan tiba-tiba jatuh ke lantai.

Untunglah Tony cepat menahannya. Ia memapah gadis itu duduk di kursi.

"Tenanglah, Rin... Biarkan dokter bekerja... Rio pasti akan baik-baik saja..."

Katerina mengangguk-angguk tetapi airmatanya turun semakin deras.

Sara duduk kebingungan. Tadi Katerina tampak begitu baik mengendalikan diri, ia menelepon Tony dan minta diantar ke Rumah Sakit karena tengah malam begitu berbahaya rasanya naik kendaraan umum. Untung sekali Tony sangat sigap dan mereka tiba di RS dengan sangat cepat.

Kedua polisi itu menjelaskan pada Tony bahwa Rio malam itu telah menjadi korban perampokan. Ia ditemukan oleh penduduk dalam keadaan kritis di depan sebuah rumah kosong dan segera dilarikan ke RS.

"Melihat kondisinya, dia dikeroyok oleh beberapa orang dan dipukuli dengan benda tumpul... Dokter khawatir ia tidak akan selamat karena luka di kepalanya cukup serius."

Tony menghela nafas. Ia menepuk bahu Katerina yang menekap wajahnya dengan sedih.

"Rin... berapa nomor telepon keluarga Rio di Sidney? Mereka juga harus segera diberi tahu..."

Katerina menyebutkan suatu nomor dengan suara pelan sekali. Ia merasa sangat terpukul atas kejadian itu dan menyalahkan dirinya karena meminta Rio pergi.

Tony menelepon dengan ponselnya ke rumah keluarga Rio di Sidney. Ia menunggu cukup lama sebelum teleponnya diangkat oleh ayah Rio. Dengan suara yang tenang Tony menceritakan apa yang terjadi pada Rio dan meminta mereka segera datang ke Bandung. Ia sempat mendengar jeritan histeris ibu Rio sebelum menutup hubungan telepon.

Tony lalu menelepon ke rumah Katerina dan meminta ibunya untuk tidak kuatir karena Katerina baik-baik saja dan sedang bersamanya di RS. Setengah jam kemudian dokter keluar dan mempersilakan Katerina masuk, tetapi gadis itu hanya bisa melihat dari balik kaca karena kondisi Rio yang kritis belum memungkinkannya untuk dikunjungi.

"Besok pagi kalau keadaannya stabil pasien akan dipindah ke ruangan reguler, sementara ini ia tidak bisa ditemui." Dokter Kim tersenyum sedikit, "Fisiknya kuat, kami yakin ia akan bertahan."

Katerina menatap melalui kaca dengan hati hancur. Dilihatnya Rio terbaring dengan banyak balutan perban dan selang infus serta alat bantu pernafasan. Wajahnya tampak sangat menderita, dan yang membuat Katerina tambah cemas adalah gerak pernafasannya yang lambat sekali.

Ia menempelkan tangannya kaca berharap bisa menyentuh Rio...

Tapi tentu saja tak bisa...

***

Pagi itu Mama datang ke Rumah Sakit membawakan pakaian ganti untuk Katerina. Ia juga membawa Chris karena tak ada yang bisa menjaganya di rumah. Katerina merasa sedikit terhibur saat anak itu, yang kini sudah hampir pandai berjalan, tersenyum dan membelai pipinya.

"Kak... aku sudah nelepon sekolah dan memberitahu apa yang terjadi... lalu minta izin tidak masuk sekolah," kata Sara kemudian. "Aku mau di sini menemani sampai Kak Rio bangun."

"Pulanglah, dulu Sara... Kamu harus beristirahat, nanti sore baru datang lagi kemari," kata Katerina tegas, "dan besok kamu harus ke sekolah."

Akhirnya Sara menurut. Ia pun pergi ke rumahnya diantarkan oleh Tony. Setelah keduanya pergi, Katerina lalu menelepon Denny dan Raja untuk memberitahu mereka keadaan Rio. Keduanya sangat cemas dan memutuskan segera minta izin cuti untuk terbang ke Bandung.

Jam 3 sore keluarga Rio pun tiba. Ibunya segera menyerbu dan menangis dalam rangkulan Katerina. Ayahnya yang jangkung dan selalu kalem kini tampak kuyu dan khawatir. Petra, adik Rio yang masih SMA juga tampak sangat cemas.

Mereka sigap berdiri ketika dokter datang.

"Bagaimana, Dok?" tanya mereka bersamaan.

"Maaf," Dokter Kim menggeleng pelan, "kondisi kritisnya memang sudah lewat, tapi sekarang pasien sedang berada dalam keadaan koma... Kita tidak tahu akan sampai kapan."

Semua menjerit tertahan.

"Boleh kami melihatnya?" pinta ibu Rio penuh harap.

Dokter Kim mengangguk, "Silahkan... Ia akan segera dipindahkan ke ruangan reguler."

Mereka segera mengikutinya untuk melihat Rio.

***

Anak-anak 3C sangat bingung kenapa hari ini Katerina tidak mengajar. Sara juga tidak masuk dan pihak sekolah tidak memberi tahu apa pun. Karenanya mereka sangat terkejut ketika Sara masuk sekolah keesokan harinya dan memberitahu apa yang telah terjadi. Mereka semua sepakat hendak menjenguk ke sana sepulang sekolah.

Katerina sangat terkejut melihat kedatangan mereka, hatinya merasa amat terharu karena diperhatikan sedemikian rupa.

"Bagaimana keadaannya, Bu?" tanya Dian pelan.

Mereka semua hanya bisa menunggu di luar kamar karena Rio tak boleh diganggu. Katerina yang keluar dan berbicara dengan mereka. Nyonya Arden, ibu Rio, pelan-pelan keluar dan melihat pada Katerina yang dikerumuni murid-muridnya. Beliau tertunduk dan tersenyum sedikit lalu kembali ke dalam.

"Baik-baik saja..." kata Katerina berusaha tersenyum walaupun mereka jelas melihat matanya yang bengkak. "Dokter bilang luka di kepalanya agak parah dan untuk sementara ia masih koma... tapi Rio bisa bangun sewaktu-waktu..."

Mereka kurang lebih mengerti artinya koma dan turut prihatin dengan kondisi Rio.

"Jadi selama Pak Rio koma... Miss tidak akan mengajar kami?" tanya Denny polos.

Katerina menggeleng, "Mulai besok Miss akan kembali mengajar... baru sepulang sekolah saya akan kemari menjagai Rio."

Mereka berbincang-bincang agak lama tentang sekolah dan juga Laura. Sampai kini tetap tak ada berita tentangnya dan mereka semakin khawatir.

Anak-anak itu baru pulang setelah Katerina mengingatkan mereka akan PR-PR esok harinya. Katerina masuk kembali ke ruangan Rio. Nyonya Arden mengangkat wajah saat melihat Katerina masuk dan tersenyum.

"Kamu dekat dengan murid-murid, ya... Siapa yang sangka... seorang anak nakal sekarang menjadi seorang guru..." Beliau menggeleng-geleng, "Waktu dulu Rio telepon dan bilang kamu sudah jadi guru... seisi rumah tak ada yang percaya..."

"Ah, masa saya separah itu, Ma..?" tanya Katerina malu, "Rio memangnya bilang apa saja?"

"Nggak bilang apa-apa, sih... cuma dulu dia protes keras karena melihat kamu bekerja. Mama sampai capek nasihatin dia bahwa perempuan jaman sekarang tempatnya bukan cuma di rumah..."

"Tapi Rio berubah, Mama... sekarang dia mendukung aku bekerja seratus persen."

"Tentu saja... Mana berani dia ambil resiko kehilangan kamu, Rin..." Nyonya Arden tertawa kecil, "Dapetin kamu itu kan perjuangannya seumur hidup. Pertama kali Mama tahu tentang kamu rasanya nggak percaya... Masakan anak kecil seperti kalian sudah ngerti apa itu cinta... Dan sampai bertahun-tahun Mama anggap Rio tidak mengerti cinta yang sebenarnya."

Katerina tersenyum, "Saya tahu."

"Sekarang setelah melihat kalian sama-sama dewasa, Mama merasa tenang... Mama yakin kamu dapat menjaga Rio dengan baik..." Nyonya Arden memeluk Katerina erat sekali. "Mama percaya kamu akan merawatnya sekuat tenaga... Mama harus kembali ke Sidney beberapa hari lagi karena Petra harus sekolah... dan Papanya Rio nggak bisa cuti lama. Karena itu tolong kamu kabari Mama kalau ia bangun... Kamu harus berjanji akan melakukannya. "

"Aku janji, Mama..."

Nyonya Arden melepaskan rangkulannya pada Katerina, mencium putranya lalu segera keluar. Langkahnya mulai terasa bersemangat.

Sementara itu Katerina duduk di sisi pembaringan Rio dan terpekur. Alangkah sedihnya... bila Rio terus tertidur seperti itu.

Bukalah matamu Rio...

TOK!

TOK!

Pintu terbuka dan masuklah Raja dan Denny bersama-sama. Keduanya berjalan menghampiri Katerina dan Rio lalu duduk di sebelahnya.

"Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Raja pelan. Katerina menggenggam tangan Rio semakin erat dan mencoba tersenyum.

"Dia baik-baik saja. Dokter bilang Rio dapat terbangun sewaktu-waktu dan kita cuma perlu menunggu."

"Kamu sudah makan?" tanya Denny. Katerina menggeleng. "Kalau begitu kamu sekarang ikut aku, biar Raja yang jaga Rio... Cuma sebentar, kok..."

Katerina sebenarnya sangat enggan pergi, tapi ia tahu kesehatannya sendiri harus dijaga. Akhirnya ia ikut Denny ke kafetaria rumah sakit. Denny memesankan makanan dan menemani Katerina makan sampai selesai.

"Kamu harus kuat, Rin..."

Katerina mengangguk. Ia sudah mampu tersenyum dan menanggapi Denny dengan kepala yang tenang. "Terima-kasih sudah datang..."

"Itu adalah kewajiban kami sebagai saudara yang baik. Raja sudah minta izin seminggu dari pekerjaannya, aku juga... jadi kami bisa bergantian menjaga Rio saat kamu bekerja. Kudengar kamu juga sedang membuat proyek A Midsummer Night's Dream, ya?"

"Iya... Aku benar-benar bingung, Den... Selain tugasku sebagai guru, juga pembimbing drama mereka, aku pun memiliki tanggung jawab terhadap anak kami—Rio dan aku menemukan seorang anak yang dibuang ibunya—dan ia mengidap penyakit HIV..."

Denny menatap Katerina penuh perhatian, "Aku tahu hal itu memang berat, tapi kalau kamu mencintai mereka, kamu pasti akan berjuang sekuat tenaga untuk melakukan semuanya..."

"Kamu benar, aku akan berusaha..."

Next chapter