webnovel

Pohon di Belakang Sekolah

Mama menyadari bahwa sudah lama sekali Rio tidak muncul atau pun menelepon Katerina, tapi saat ia menyinggung hal ini putrinya tak pernah memberi keterangan yang jelas. Mama jadi curiga bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi.

"Rio lagi sibuk, ya, Rin?"

"Mungkin… aku nggak tahu."

"Kamu nggak nelepon dia?"

"Nggak, Ma… aku lagi sibuk dengan drama sekolah." Katerina menghela nafas lalu menutup buku yang sedang dibacanya. "Mama jangan tanya macam-macam, deh…Aku lagi pusing, nih…"

Katerina sedih sekali. Sudah lebih dari sebulan ia tidak bertemu lagi dengan Rio dan hatinya merasa rindu… Tapi harga dirinya menahan.

Kriing…

Kriing…

Katerina terlonjak dan cepat berlari menyambar gagang telepon. "Hallo…"

"Rin, apa kabar?" Terdengar suara riang di seberang sana.

Katerina menghela nafas kecewa. "Raja…"

"Kok lu kedengarannya nggak seneng gua telepon?" protes Raja.

"Nggak mungkin… aku seneng banget, kok. Kamu kan sudah lama menghilang dari peredaran. Bagaimana kabar Medan?"

"Baik. Denny udah nelepon gue dari Jakarta. Katanya dia baru dapat promosi jadi kepala departemen program dan kayaknya minggu depan dia mau datang ke sini untuk meliput sesuatu… So, gue pengen tahu kabar kalian gimana. Kalian berdua malas telepon gue, sih…"

"Yah, baik-baik aja, Ja.. Aku sekarang sudah ngajar di SMP kita dulu, dan kamu tahu, nggak… tidak satu pun guru kenal aku sama sekali. Mungkin karena rambutku sudah panjang…"

"Haah..?! bahkan Bu Indri nggak kenal lu lagi?" tanya Raja antusias. "Guru-guru lainnya juga?"

"Sekarang Bu Indri sudah pensiun. Kalo beliau ada mungkin akan mengenaliku karena dulu aku sering banget dipanggil ke kantornya, kepala sekolah yang baru adalah Bu Amelia, kamu nggak kan kenal…"

"Wah, hebat… Siapa sangka pengacau legendaris itu ternyata sekarang menjadi seorang guru…" Raja tertawa ngakak. "Ide bagus memanjangkan rambutmu itu. Lagian sudah delapan tahun… Gua rasa kalo pun kita semua datang nggak bakal ada yang mengenali lagi."

Hal itu terdengar menyenangkan.

"Hai, Ja… kapan kamu bisa ambil cuti? Aku sedang melatih anak-anak didikku nanti main drama Sleeping Beauty untuk perpisahan kelas 3 bulan Juni nanti. Kalian bisa datang tidak? Nanti aku tanyakan juga sama Denny…itung-itung kita sekalian reunian…" ajak Katerina dengan bersemangat.

"Kamu bisa ngeliat hasil kerja keras sekumpulan anak nakal yang tergabung dalam satu kelas."

"Wah, menarik sekali… Mungkin gua bisa cuti. Nyokab gua juga sudah cerewet minta gua pulang." Raja tertawa pelan. "Gua rindu Bandung."

"Kami juga merindukanmu."

Raja tahu Katerina bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Raja adalah salah satu sahabat terbaiknya dan ia ingin sekali mengadukan masalahnya dengan Rio… Raja pasti bisa memberi nasehat yang bagus.

"Er.. Katerina, kalau lu ngajar di sekolah kita…berarti lu udah ngeliat pohon itu…" kata Raja tiba-tiba.

"Pohon? Pohon apa?" tanya Katerina keheranan.

"Oh, lu nggak tahu, ya…?" Raja terdiam sejurus lamanya.

"Nggak tahu apa?"

"…Mereka…menanam pohon di tempat itu setelah kamu dan Denny lulus…"

"Oh…" Tiba-tiba saja gagang telepon terlepas dari tangan Katerina yang terasa lemas.

Mereka menanam pohon di tempat itu…

Airmatanya mengalir pelan-pelan.

***

Sebenarnya hari ini Katerina libur tetapi ia menyempatkan diri untuk datang ke sekolah demi melihat pohon itu. Saat ia tiba sekolah sedang sepi karena pelajaran telah dimulai dan semua orang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar.

Katerina tidak berhenti di ruang guru, ia terus berjalan ke belakang sekolah, ke lapangan yang biasa dipakai sebagai tempat olahraga atletik. Dari jauh ia sudah bisa melihat sebuah pohon besar yang berdahan rindang di ujung lapangan. Ia ingat pohon ini dulu belum ada…

Katerina berjalan perlahan-lahan menghampiri pohon itu, dadanya terasa sesak dan ia bisa merasakan sekelilingnya menjadi berat.

Pohon ini tumbuh dengan sehat dan memberi keteduhan bagi orang-orang yang dekat padanya. Katerina duduk, menyandarkan kepalanya ke batang pohon dan mendengarkan…seolah mencari detak jantung di tengahnya.

Tidak ada.

Katerina memejamkan mata dan mengenang kembali saat lima anak SMP yang nakal duduk di sini dan membuat siasat-siasat baru. Hari-hari itu rasanya baru kemarin terjadi.

Trek!

Katerina meraba kepalanya yang barusan terkena patahan ranting, dan segera menoleh ke atas. Ia terkejut mendapati Michael yang duduk di salah satu dahan menatapnya dengan pandangan bersalah.

"Sorry…"

Katerina serentak berdiri. "Kamu nggak masuk kelas?"

"Malas."

"Kenapa? Kamu belum bikin PR, ya?" tanya Katerina dengan santai. "Kamu kan nggak perlu kabur dari kelas..."

Michael tidak menjawab. Katerina geleng-geleng kepala melihatnya. Ia mengikat rambut lalu menggulung lengan kemejanya.

"Mike! Tolong tangkap tas saya..!"

Michael terkejut melihat Katerina melemparkan tasnya ke atas, mau tak mau ia pun bergerak menangkapnya. "Ma.. mau apa?"

"Katerina tidak menjawab. Ia segera memanjat pohon itu dengan sigap dan tidak berapa lama ia sudah duduk di samping Michael.

"Anda ngapain, sih?" tanya Mike keheranan.

"Kamu benar… lebih enak duduk di sini daripada di bawah. Lagipula pohonnya terlalu rimbun, orang lain nggak kan menyadari kita ada di sini…" kata Katerina ceria.

"Saya nggak bermaksud mengganggu…" kata Mike pelan.

"Kamu nggak mengganggu. Memang saya bilang kamu mengganggu?"

"Nggak, tapi… I saw what you did..." Mike melengos. "You kissed the tree…"

Katerina tertegun mendengarnya. Ia merenung berusaha mencari kata yang tepat dan akhirnya menghela nafas panjang.

"Aku suka pohon ini." Ia tersenyum sedikit. "I'll let you know a secret but you must promise not to tell a soul."

Michael mengangguk. "It's none of my bussiness."

"Baik. Sebenarnya di sini dulu adalah tempat favoritku…" Katerina mengangguk melihat keheranan yang terpancar di wajah Michael. "Dulu aku adalah murid SMP ini… nakal sekali, dan aku nggak ingin para guru mengingatku, karenanya aku tidak memberitahu siapa pun bahwa dulu aku pernah bersekolah di sini."

"Are you telling me the truth?" tanya Michael penuh selidik.

"Iya. Sudah hampir delapan tahun berlalu dan nggak ada lagi yang mengenaliku, kurasa takkan ada…" Katerina tersenyum lebar. "Jadi, setiap kali melihat kalian berbuat nakal… aku selalu teringat masa lalu dan segera maklum bahwa kalian juga punya masalah sendiri…"

Michael terkejut. Kemudian ia tersenyum sendiri dan mengangguk. "Baiklah…"

Keduanya lalu diam. Sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri.

Katerina tiba-tiba teringat akan permintaan Nita untuk mengaudisi Michael dan ia pun menoleh pada anak laki-laki itu, berpikir Michael akan menjadi pangeran yang bagus.

"Kamu benar-benar tidak ingin main drama itu?" tanyanya.

"Anda benar-benar ingin aku main drama itu?" Michael balik bertanya. "Tell me, are you that desperate?"

"No, of course not. I can always train people to be a good actor. I don't need you that much."

Michael memandang Katerina dengan marah. "Yes, you do. What you have there is only a bunch of id…"

Ia diam menyadari ucapannya yang kasar.

"If I ever need you, which I doubt, I'll let you know," balas Katerina dingin.

Mereka berdua sama-sama marah dan terlalu keras kepala untuk turun dari pohon duluan.

Ketika lonceng istirahat berbunyi keduanya saling pandang dengan dingin.

"Kamu tidak istirahat? Sebentar lagi bel masuk," tanya Katerina.

"Dari tadi aku udah istirahat," sahut Michael cepat.

"Kamu berencana masuk kelas?"

"Mungkin"

"Well, don't let me stop you. Go to your classroom!"

"Is that an order?" tanya Michael keras kepala.

"Ya. Kalau tidak kamu akan saya laporkan pada Kepala Sekolah." Katerina menggeleng-geleng.

"Percayalah, akan bagus buat kamu kalau sesekali bicara dengan beliau. Kamu keliatannya butuh teman bicara."

"Jangan sok tahu!" tukas Michael sambil melompat dari atas dahan ponon dan membuat Katerina takut setengah mati mengira Michael akan mematahkan kakinya atau apa pun.

Setelah Michael pergi, Katerina merenung sendirian di atas pohon, berpikir bagaimana caranya membuat Michael berubah. Ia sudah hampir putus asa menghadapinya.

Kalau Rio pasti tahu apa yang harus dilakukan.

Sekali lagi Katerina tergoda untuk menelepon pemuda itu tetapi hatinya tetap bertahan.

Apakah Rio juga tahu tentang pohon itu?

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

"Hari ini ulang tahun Chris…" kata Raja dengan semangat. "Coba tebak siapa yang duluan ngasih selamat tadi pagi?"

Mereka bertiga saling pandang sementara Chris hanya nyengir.

"Elu?" tanya Denny, tapi Raja menggeleng dengan kuat.

"Rio?"

"Kalo dia, sih, nggak istimewa…" omel Raja karena teman-temannya tak mau bersusah payah menebak. Ia mengangkat alisnya tinggi-tinggi dan mulutnya nyengir semakin lebar. "Yang tadi pagi duluan masih ucapan selamat ulangtahun ke Chris adalah si Irma..! Dia ngasih kado juga, lho…"

"Wah, Chris oke juga, nih…" seru mereka ramai dan segera membuka bungkusan yang ada di tangan Chris.

"Wah, dia ngasih topi!"

Mereka mengamat-amati topi biru bertulisan John Doe itu dengan semangat.

"Wah, John Doe itu kan artinya laki-laki tak dikenal. Mungkin bagi dia kamu itu cowok misterius…" kata Katerina sambil tertawa. "Jadi maksud hadiah itu apa, nih?"

Chris angkat bahu dan semua tertawa semakin keras.

"Gua nggak tahu apa-apa, ah.. masa bodo!" katanya cuek.

"Katanya Irma juga mau masuk SMA 5, nih..." goda Raja. "Dia bener-bener naksir sama kamu, ya..? Minimal lu kasih jawaban apa, kek.."

"Sorry, pren… lu bilang aja gua udah laku atau apa gitu.."

>>>>>>>>>>>>>>>>>

Katerina tersenyum sendiri mengingat pembicaraan mereka di atas dinding tembok itu bertahun-tahun yang lalu.

Dulu sebelum pohon ini ditanam, mereka berlima menggunakan dinding tembok di belakangnya sebagai tempat untuk berkumpul dan melarikan diri kalau bolos, karena langsung menuju lapangan besar milik ABRI dan terbuka pada kebebasan

Chris selalu jadi anak yang populer karena ia periang dan jenaka. Banyak anak perempuan yang terpesona padanya, dan di antara sekian banyak penggemarnya Katerina bisa mengingat beberapa yang paling bersemangat mengejarnya. Di antara mereka adalah teman sekelas Chris, Irma yang cantik dan disebut-sebut sebagai the girl who has everything ("but me," kata Chris cuek.)

Katerina tak pernah menyukai Irma karena cewek itu selalu memandangnya dengan hidung terangkat tinggi dan wajah merendahkan. Ia menduga hal ini terjadi karena kedekatannya dengan Chris. Denny sering mengolok-ngoloknya tentang hal itu, apalagi Raja yang sering meniru-niru tingkah Irma di depan Katerina dan membuatnya muak

Perjuangan Irma dalam mendapatkan Chris semakin gencar waktu mereka naik ke kelas 3 karena segera akan lulus. Sayangnya Chris benar-benar cowok tulen yang tidak tertarik dengan hal selain musik dan olahraga.

Sebaliknya dengan Raja yang playboy, ia bangga sekali kalau bisa menaklukkan cewek-cewek idola di sekolah. Kebiasaannya itu terus dilakukan sampai sekarang dan Katerina merasa kasihan karena ia tahu Raja tidak bahagia dengan keadaannya.

Next chapter