webnovel

Masa Lalu Katerina

Siang itu Katerina makan siang di kafe favoritnya. Setelah selesai makan Katerina melirik jam tangannya, aah.. sudah jam 1, ia harus segera kembali ke sekolah karena latihan akan segera dimulai. Ia harus segera menghabiskan teh dan rotinya.

Katerina hampir saja menjatuhkan cangkirnya ketika melihat Rio masuk bersama seorang perempuan cantik sekali, dan mengambil tempat di mana biasanya ia dan Katerina makan.

Sesaat mata mereka bertemu.

Rio acuh saja melengos seolah ia tidak mengenal Katerina dan membukakan kursi untuk gadis itu. Mereka duduk dan ngobrol santai membuat dada Katerina terasa panas. Seingatnya ia tak pernah merasa begini sebelumnya.

Rio...

Baru saja ia berpikir hendak meneleponnya.

Akhirnya, dengan menahan gejolak di dadanya, Katerina bangkit dan pergi, menahan diri tidak menoleh pada Rio.

"Hai..." Katerina terkejut sekali karena gadis itu menyentuh pundaknya dan tersenyum manis, menyerahkan syalnya yang terjatuh. "Ini..."

"Te... terima..kasih..."

Ia hanya bisa mengangguk gugup dan berlalu secepat ia bisa. Malu sekali rasanya. Setibanya di sekolah kekesalan Katerina bertambah karena beberapa anak mulai mangkir latihan. Sudah kedua kalinya ia datang dan tidak menjumpai pemain yang lengkap. Kali ini malah Nita dan Riri yang tidak datang, padahal Nita adalah pemeran yang paling penting.

"Kemana mereka berdua?" tanya Katerina berusaha menahan suaranya agar tidak marah. Ia melayangkan pandangnya pada Laura, tetapi anak perempuan itu menggeleng. Terpaksa Katerina menoleh pada Andri yang dengan setengah hati memberitahunya.

"Mereka pergi menonton pertandingan Basket..."

Katerina segera menyadari bahwa Michael adalah anggota tim Basket dan Nita sangat suka padanya. Ia menghela nafas.

"Laura...kamu perankan Aurora," katanya kemudian.

"Tapi, Miss...'

"Tolonglah selamatkan drama ini..."

Katerina melengos dan menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menahan airmatanya.

"Tolong..selamatkan drama ini..."

"Miss..." Laura jadi bingung sekali. Anak-anak yang lain juga gelisah. Mereka tak tahu harus berbuat apa. Akhirnya Laura menyentuh bahu Katerina pelan. "Baiklah."

Katerina segera memeluknya. "Terima kasih."

Susunan pemeran berubah dan latihan ternyata menjadi sangat menarik. Katerina melihat bahwa Laura memerankan Aurora jauh lebih baik daripada Nita. Suaranya fasih dan jernih, terdengar indah di telinga mereka semua.

Mengenai Pangeran Eric, Katerina tidak terlalu mempermasalahkannya karena ia melihat Andy berusaha sebaik-baiknya.

"Baiklah, terima-kasih atas kerja samanya. Besok kita sudah bisa mulai menjahit kostum dan membuat set panggungnya. Siapa bendahara kelas?" Katerina mengangguk pada Dian yang mengacungkan jarinya, "Hari ini kita sama-sama belanja bahan-bahannya..."

Beberapa orang juga ikut menemani Katerina membeli kain beraneka warna dan renda ke pusat kain kiloan agar dapat dengan murah dan bervariasi. Sesudah itu mereka akan ke pusat grosir kertas untuk membeli kertas-kertas, kuas, dan cat yang dibutuhkan untuk membuat seting.

"Wah...belanjaan kita banyak sekali... Coba kita bisa naik mobil sendiri, pasti nggak akan serepot ini..." keluh Dian.

"Ibu kenapa nggak minta diantar sama pacar, sih?" tanya Denny iseng. "Kan lebih gampang.."

Katerina menoleh padanya, "Kamu tahu dari mana kalau Ibu punya pacar? Kalau maksud kalian Anthony Rahman..."

"Kita pernah liat, kok..Ibu makan siang bareng cowok keren," sela Dian, "dan kita membuntuti sampai kalian pergi berdua."

Katerina kaget mendengarnya. "Membuntutiku? Kalian?"

"Nggak usah sehisteris itu, dong... dulu kami kan iseng pengen tahu Ibu itu orangnya kayak apa..." dalih Johan. Mereka semua tertawa nakal dan Katerina terpaksa hanya bisa tersenyum.

"Bu, kalau mau diantar belanja seperti ini lagi bilang saja... Aku kan punya SIM, nanti kuantar, deh..." kata Denny kemudian.

"SIM? Kamu kan belum 17 tahun... mana boleh nyetir mobil..!" seru Katerina cemas.

"Maksudnya SIM motor, Bu..." kata Dian sambil menyikut Denny. "Dia mau pamer mentang-mentang kemaren bisa nipu umurnya dan ngedapetin SIM."

"Apaan. Maksud gua kan SIM sepeda.. ha..ha..ha.." Denny tertawa ngakak, "Lu kena dikibulin, ya... Bokap gua bilang baru dikasih motor kalo udah SMA."

Katerina tersenyum mendengar perkataan mereka.

>>>>>>>>>>>>>>>

"Hei Chris, kamu apa-apaan, sih...?" omel Katerina saat Chris menarik tangannya berlari ke belakang sekolah. "Aku ada ulangan, nih... nggak bisa bolos!"

"Ikut ulangan susulan aja!"

"Tapi tasku di dalam... Pasti Bu Muti tahu aku bolos..."

"Woops.. udah terlanjur." Chris mengambil bangku kecil yang tersembunyi di balik semak-semak dan menyandarkannya ke tembok belakang sekolah. "Ayo naik!"

Katerina terpaksa mengikuti jejak Chris yang sudah naik duluan. Sesampainya di atas ia dibantu turun oleh Chris yang telah meloncat turun ke seberang.

Biasanya Katerina juga meloncat sendiri, tapi sejak kakinya terkilir beberapa waktu yang lalu Chris selalu menangkapnya di bawah, mengembangkan sepasang tangannya yang kuat dan menerima tubuh Katerina yang melompat ringan.

"Ayo ikuti aku."

Katerina terpaksa berlari lagi mengikuti Chris yang menarik tangannya kuat-kuat, menyeberangi lapangan luas lalu berbelok menuju jalan raya dan masuk ke pelataran parkir sebuah supermarket.

Di antara belasan mobil yang terparkir, Katerina mengenali sedan biru milik ayah Chris... Ia berpikir keras mengapa gerangan ayah Chris ada di sini.

"Chris, kenapa papamu ada di sini...?" Ia tidak jadi mengharapkan jawaban ketika melihat Chris mengeluarkan kunci dari sakunya lalu membuka pintu mobil. Setelah mempersilahkan Katerina masuk, ia pun duduk di jok pengemudi. Diambilnya jaket yang ada di jok belakang lalu dipakai dan kemudian...

Astaga, Chris ternyata telah menyiapkan semuanya.

"Dengan jaket dan kumis palsu ini polisi pasti nggak akan nyangka kalo aku masih SMP dan kita nggak akan ditilang."

"Astaga, Chris... kalo nggak sengaja kita diberhentikan polisi dan dimintai SIM?"

"Nggak usah takut... kalau ada polisi kita kabur aja. Aku kan jago balapan di game center, pasti berhasil..."

Katerina menggeleng-geleng.

"Kenapa nggak ajak yang lainnya biar bisa menanggungnya barengan?"

"Nanti siang, aku udah ngajakin mereka ke Lembang sesudah bubaran sekolah, tapi sekarang aku pengen nyobain dulu biar nanti nggak malu-maluin..." Chris tertawa, "Akuilah...kamu senang, kan?"

Katerina terpaksa mengangguk.

"Bagaimana kamu bisa bawa mobil papamu? Memangnya kamu nggak dimarahin?"

"Papa lagi keluar kota, Rin." Chris tersenyum lebar, "Aku bisa pake mobilnya seminggu penuh...."

Walaupun ide Chris itu gila-gilaan, Katerina benar-benar menikmati petualangan mereka. Keduanya berkeliling kota dan sembunyi-sembunyi keluar dari mobil untuk makan siang dan bersenang-senang.

Tentu saja Raja, Denny, dan Rio protes karena tidak diajak duluan, tetapi perjalanan mereka ke Lembang membuat masalah itu terlupakan.

Katerina tak pernah melupakan hukuman dari Bu Indri karena kabur dari kelas pada saat ulangan, yaitu surat panggilan untuk orangtua yang membuat Mama sedih sekali.

Beliau tidak berkata apa-apa pada Katerina yang membuatnya semakin merasa bersalah. Sejak Papa meninggal mereka memang tidak pernah saling bicara lagi.

Ayah Chris tidak datang memenuhi surat panggilan itu karena sibuk dan terpaksa Bu Indri memberinya hukuman skorsing 3 hari. Chris kemudian mengaku pada teman-temannya bahwa surat itu dibuangnya ke tong sampah.

>>>>>>>>>>>

Hari Selasa itu anak-anak kelas 2C datang berbondong-bondong ke rumah Katerina. Mereka semua tiba dengan riuh. Katerina telah memberikan alamatnya dengan jelas sekali dan semua tidak menemui kesulitan mencapainya. Katerina melihat bahwa Nita dan Riri tidak datang, mungkin karena penggantian peran yang ia lakukan kemarin.

"Silahkan masuk dan anggap seperti rumah sendiri. Semua orang sedang pergi. Minuman dan makanan ada di dapur, silahkan ambil sendiri..."

TOK! TOK!

Katerina agak terkejut ketika melihat Mike muncul di pintunya dan tersenyum sedikit.

"Hai apa kabar?"

"Fine. I was just passing nearby and thought of stopping by and see how things worked in here." Mike mengangkat bahu, "Lagipula aku nggak ada kerjaan."

Katerina tahu sejak pertama kali membawa kostum-kostum itu ke kelas bahwa Michael sangat menyukai teater.

"Baguslah, kalau begitu kamu bisa membantu dengan desain-desain ini..."

Michael mengangguk. Dengan tangan di dalam saku ia mengamati kain-kain yang berserakan di lantai. Pandangannya beredar sepanjang dinding dan tertumbuk pada sebuah snapshot yang diperbesar di dinding utama. Ia maju mengamatinya.

"Siapa ini?" tanyanya sambil menoleh pada Katerina yang sibuk menggunting sepotong kain.

"Oh, baca saja, ada nama-namanya..." jawab Katerina.

"Rio, Raja, Denny, Katerina, dan Chris..." Michael menoleh. "Di tembok belakang, kan?"

Katerina mengangguk dan menaruh telunjuknya di bibir mengingatkan Michael akan janjinya untuk merahasiakan hal itu. tetapi teman-temannya telah mulai tertarik mendengarkan.

"Wah... itu waktu Miss masih SMP, ya... masih pake seragam putih biru..." komentar Andy, "Lucu, rambutnya masih pendek dan mainnya sama empat anak cowok."

Mereka semua riuh berkomentar dan rata-rata orang menanyakan kondisi orang-orang dalam foto itu.

"Apa semuanya jadi guru, Miss?'

"Kalian masih bersahabat sampai sekarang?"

"Miss dulu anak nakal, ya? Lihat bajunya saja kayak berandalan..."

Katerina menggeleng-geleng.

"Baiklah, Miss akan ceritakan semuanya kalau kalian membantu dengan kostum-kostum ini. Sebagian memotong, sebagian mengukur..."

Semua setuju.

Maka Katerina pun memulai kisahnya.

"Dulu Miss adalah murid baru di kelas 1 semester kedua. Papa saya baru meninggal dan kami terpaksa pindah ke kota ini..."

Katerina mendesah, "Hari pertama saya masuk sekolah tidaklah menyenangkan. Saya terlambat karena nyasar di kota yang baru, dan dimarahi habis-habisan oleh seorang guru. Tanpa mau mendengarkan alasannya dia menghukum saya membersihkan seluruh WC di sekolah...rasanya malu sekali."

>>>>>>>>>>>>>>>

Katerina mengepel beberapa ruangan dengan penuh kemarahan. Sering kali terdengar alat pelnya membentur dinding dengan keras. Kemarahannya bertambah saat tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah dua anak perempuan ke toilet, memandangnya keheranan lalu cekikikan, berjalan mengotori kembali lantai yang sudah bersih ia pel.

Dengan geram Katerina pergi ke ruangan lain dan mulai membersihkan. Ia tidak terima diperlakukan seperti ini...

Huk.. kenapa ia mesti pindah ke sekolah brengsek ini..?! Semua tidak seharusnya jadi begini... malah seharusnya Papa tidak meninggal... Sok pahlawan menyelamatkan anak brengsek itu...

Ia terduduk sedih di lantai dengan airmata yang mengaburkan pandangannya. Alat pel yang dipegangnya terjatuh dan menghantam kepala Katerina membuatnya tambah merana. Ia tidak terima...

Ia harus membalas semua penghinaan ini...

"Hai."

Tiba-tiba terdengar suara seseorang menyapanya. Katerina mengangkat wajahnya dan melihat seorang anak laki-laki menatapnya penuh perhatian, dan tangannya mengulurkan sapu tangan.

Katerina ragu-ragu menerima sapu tangan itu lalu mengusap airmatanya, yang entah kenapa malah mengalir semakin deras.

"Saya Denny." Kata anak laki-laki itu setelah melihat Katerina mulai tenang.

"Ka..terina..huk.." balas Katerina, berusaha meredakan emosinya, "Saya...murid..baru."

"Kamu pasti terlambat dan kena hukuman seperti ini dari Bu Ani..." Denny menggeleng-geleng, "Dia memang menyebalkan."

"Aku tersesat karena masih baru di kota ini...tapi dia nggak mau dengar penjelasan..." ucap Katerina geram.

Denny tersenyum. "Kamu mau membalas perbuatannya?"

Katerina menatapnya keheranan, "Maksud kamu?"

Denny membantu Katerina berdiri lalu mengajaknya keluar. Anak perempuan itu tak punya pilihan selain mengikutinya.

"Kita mau kemana?" tanya Katerina setelah mereka sampai di halaman depan sekolah.

Setelah memastikan tak ada orang di sana selain mereka berdua, Denny lalu mengeluarkan sesuatu dari sakunya lalu berlari ke arah sebuah mobil sedan putih dan menaruhnya di belakang roda-rodanya.

"Beres. Kejahatan ini akan terjadi pukul 1 siang saat dia pulang, sementara kita akan berada di tempat lain dengan alibi yang sempurna." Denny menatap Katerina, "Kalau kamu nggak bicara... aku juga nggak."

Katerina mengangguk walau pikirannya masih belum menangkap maksud Denny. Anak itu menaruh beberapa paku bengkok di belakang roda-roda mobil Bu Ani, agar saat beliau memundurkan mobil...bannya akan kempes.

>>>>>>>>>>>>>

"Oh, sedih sekali hari pertama Miss sekolah..." kata Laura. Ia sendiri merasa kesepian karena sebagai anak baru temannya pun tidak banyak.

"Memang, tapi karena itulah saya bersahabat dengan Denny," Katerina menunjuk foto Denny yang ada di sampingnya, "dan dia menjadi satu-satunya teman saya yang terbaik."

"Kalian tidak tertangkap?" tanya Denny tertarik, namanya kebetulan serupa dengan nama sahabat Katerina itu.

"Well, rupanya musuh Bu Ani bukan cuma kami. Tuduhan itu dilemparkan pada banyak pihak, yang tidak bersalah tentunya." jawab Katerina.

"Kalau yang lainnya?" tanya Michael.

"Oh, suatu hari saya dan Denny tertangkap sedang melepaskan seluruh hewan percobaan di laboratorium Biologi, kami sama-sama menentang penyiksaan binatang demi kepentingan ilmu pengetahuan, dan kami dihukum jemur di lapangan seharian. Kebetulan tiga orang anak kelas 2 juga dihukum serupa karena dituduh menyembunyikan narkoba—mereka tidak bersalah tentu saja—dan kemudian kami pun bersahabat walaupun mereka kakak kelas..."

Katerina menceritakan sedikit petualangannya bersama gengnya sementara mereka membuat kostum dan membagi keceriaan di antara murid-muridnya. Mereka sangat terkesan mendengar betapa berandalnya dulu Katerina, tak pernah terbayangkan.

Katerina bisa melihat pandangan mereka berubah terhadapnya. Sedikit banyak mereka tahu bahwa Katerina pernah menjadi salah satu dari mereka dan mengerti keadaan mereka sebagai murid.

Next chapter