webnovel

Kenangan Katerina (part 2)

Rio tidak berkomentar apa-apa saat teman-temannya menelepon ke rumah dan menginterogasinya. Ia cuma bilang menemani Irma mencari kartu untuk kakaknya yang akan bertunangan.

"Tapi nggak perlu bolos, kan?" tegur Chris.

"Maaf, aku cuma melakukan tugas sebagai akibat dari lelang yang kamu adakan." sahut Rio malas, "Soalnya yang beli aku bukan Katerina, sih..."

"Ah..itu kan cuma alasan kamu aja." kata Chris. "Aku minta maaf kalo keegoisanku bikin kamu jadi korban... tapi kamu sendiri kan yang selalu bilang bahwa senakal-nakalnya kita nilai harus tetap dijaga, nggak boleh sampai merusak diri. Kamu ingat, kan, kalau minggu depan ulangan umum...? Kita sekarang udah kelas 3 dan Ebtanas sudah di depan mata."

Tiba-tiba saja Rio tertawa, membuat Chris berpikir otaknya sudah gila karena stress harus menemani Irma selama beberapa hari ini. Rio berhasil meredakan tawanya baru kemudian bicara dengan tenang. "Terima-kasih kamu sudah mengkuatirkan aku, Chris... tapi tenanglah, Irma itu anak yang baik... Dia cuma sedikit berbeda dari kita."

Mungkin untuk menebus perbuatannya kemarin, Irma kemudian tidak banyak mengganggu Rio. Lagipula ia harus belajar untuk ulangan susulan yang ditinggalkannya saat kabur dengan Rio. Saat bel pulang sekolah berbunyi anak-anak nakal SMP Matahari bisa bersatu kembali dengan baik.

Mereka berjalan-jalan di pertokoan menikmati pemandangan berbagai macam barang yang dipajang di etalase. Tujuan mereka ke sana jelas, yaitu membeli alat-alat tulis yang lengkap untuk persiapan ulangan umum. Peraturan sekolah cukup ketat mengenai masalah itu dan mereka terpaksa patuh.

Setelah selesai membeli alat tulis mereka lalu berjalan-jalan window shopping. Raja ingin membeli jam tangan baru dan memutuskan untuk mengecek barang-barang yang ia sukai untuk kemudian dilaporkan pada ayahnya. Chris lebih tertarik pada topi dan pakaian kasual, ia bebas membeli apa saja yang ia sukai karena ayahnya sangat sibuk dan sejak lama Chris dipercayai untuk mengurus dirinya sendiri.

Denny dan Rio punya minat yang sama terhadap buku dan mereka memilih nongkrong di toko buku dan menyelidiki buku-buku terbaru. Katerina bingung, ia tak tahu harus ikut siapa. Akhirnya ia memutuskan untuk turun ke lantai dasar dan melihat-lihat pernak-pernik yang digelar para pedagang kaki lima.

Mereka bertemu kembali sejam kemudian di Food Court dan membeli es krim.

"Aku nggak nemuin jam yang bagus..." keluh Raja. "Ada, sih, yang keren banget, tapi bentuknya persis sama dengan punya Ivan. Payah, padahal tali jamku udah sekarat... Papa bilang boleh ganti kalo aku nemuin yang aku suka."

"Aku nyesel datang ke sini..." Denny juga mengeluh, tetapi karena alasan yang berbeda, "ada beberapa buku bagus yang aku suka tapi aku lagi nggak punya uang...'

"Nanti cari aja di Palasari, Den... Harga buku di sana, kan, lebih murah sepuluh persen." Kata Katerina.

"Aku tadi ke bawah dan liat-liat aksesoris, akhirnya dapat gelang anyaman yang keren banget... Tadinya sempat bingung antara beli rantai dompet atau gelang ini... akhirnya aku pilih ini sebab..."

Tiba-tiba keningnya berkerut panik. Katerina segera meraba-raba tubuhnya lalu membongkar tasnya.

"Kenapa, Rin?'

"Ada apa? Kamu kehilangan sesuatu?"

Setelah berkali-kali memeriksa, Katerina pun terduduk lemah. Wajahnya tampak pucat. "Gelangku... gelang hadiah dari Papa... hilang..."

"Hah? Hilang? Di mana?" tanya Denny.

"Yakin kamu hari ini memakainya?" sambung Raja. "Kan kamu sendiri yang bilang jarang memakainya supaya tidak cepat rusak...mungkin kamu tinggalin di rumah."

Katerina mengusap matanya dan mencoba mengingat-ingat. Rasanya sulit sekali...ia tidak bisa memastikan apakah gelang itu dipakainya ke sekolah atau tidak. Ia benar-benar berharap benda itu ketinggalan di rumah.

Mereka semua ikut prihatin karena mereka mengerti betapa pentingnya gelang itu bagi Katerina. Itu adalah hadiah ulang tahun terakhir yang diberikan papanya sebelum tiba-tiba meninggal dalam kecelakaan lalu-lintas. Bentuknya sangat sederhana, terbuat dari bola-bola perak yang disambung dengan seutas tali kecil. Setiap bola mengandung huruf-huruf yang membentuk nama lengkap Katerina.

Mungkin jatuh di jalan?

Mereka akhirnya bersama-sama menelusuri setiap tempat yang dilalui Katerina. Masing-masing memperhatikan dengan sangat teliti siapa tahu gelang itu terjatuh, tetapi sampai tiga kali menelusuri rute itu mereka tak menemukannya. Katerina sendiri akhirnya menyerah dan hanya berharap gelangnya ternyata aman tersimpan di rumahnya.

Setibanya di rumah ia segera membongkar lemarinya dan mencari-cari keberadaan gelang itu. Tetapi sia-sia.

"Kamu ngambil gelang kakak, nggak?" tanyanya pada Susan yang sedang mengatur rumah bonekanya. Susan tampak cukup bersalah karena anak perempuan itu memang sering diam-diam masuk ke kamar Katerina dan memainkan barang-barangnya.

"Nggak...aku nggak tahu gelang yang mana." jawabnya polos.

"Gelang yang dari Papa! Kamu lihat nggak?!" tanyanya lagi. Susan menggeleng ketakutan dan berlari bersembunyi ke balik Mama yang datang dari dapur dengan membawa segelas susu untuknya.

Karena kaget, gelas itu terjatuh ke lantai dan pecah. Mama seketika menjadi marah.

"Ada apa lagi, sih, dengan kamu. Rin? Nggak bosan-bosannya mengganggu adikmu!" bentaknya sambil memunguti pecahan-pecahan gelas. "Merepotkan sekali."

"Kakak nuduh Susan ngambil gelangnya, Mama..." adu Susan. Ia pura-pura menangis untuk mengambil hati Mama kepadanya. "Huhuhu... dia ngebentak-bentak Susan...huk...huk..."

"Gelang apa, sih, Rin?! Kamu ini memang selalu mencari-cari masalah..." kata Mama dengan suara tajam.

"Gelang itu hadiah Papa..." bisik Katerina sedih. Ia mengusap matanya dan masuk ke kamar sambil membanting pintu.

Mama tertegun.

Ia merasa bahwa selama ini sikapnya terlalu keras pada Katerina. Sejak ditinggal mati suaminya, ia harus berjuang sendirian membesarkan kedua putrinya. Tingkah laku Katerina yang nakal cukup membuatnya pusing dan selama setahun terakhir ini keduanya hampir tidak saling bicara, untuk menghindari pertengkaran. Ia baru menyadari hari ini bahwa Katerina sangat merindukan papanya... sama seperti ia sendiri.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Katerina terbangun dan kaget melihat kertas-kertas makalah yang tadi dibacanya berserakan di lantai. Entah kenapa tadi lamunannya terbawa ke masa lalu. Dipandanginya pergelangan tangan kirinya dan menemukan gelangnya masih menggantung setia. Sejak dulu menemukannya di jendela ia tak pernah mau melepasnya karena takut hilang. Selama 9 tahun ini bentuknya sudah semakin jelek tapi Katerina sangat suka memakainya.

Jam dinding menunjukkan pukul 6 kurang sedikit. Katerina lalu membereskan kertas-kertasnya, mandi air panas dan menyiapkan tas kecil berisi pakaian ganti dan beberapa kaset. Setiap malam minggu ia membiasakan diri untuk menginap di rumah sakit dan menjagai Rio.

"Kamu sudah makan, Rin?" tegur Mama saat melihat Katerina hendak berangkat.

"Belum, Ma... Aku mau makan malam sama Sara sebelum ke rumah sakit. Papanya sedang pergi keluar kota."

Saya nggak tega kalau dibiarkan menggantung, jadi hari ini update 2 chapter :p.

Missrealitybitescreators' thoughts
Next chapter