webnovel

Kenangan Katerina (part 1)

Selama minggu tenang anak-anak itu belajar dengan baik untuk ujian. Invitasi Basket batal dilaksanakan, karena waktunya yang mendesak dekat ujian membuat peserta yang mendaftar cuma sedikit. Memang hanya sebagian kecil murid-murid yang masih bisa bersenang-senang seperti 3C sampai saat terakhir menjelang ujian.

Anak-anak yang harus melaksanakan kewajiban mereka setelah pelelangan tampak enjoy saja karena tugas-tugas yang harus mereka lakukan tidaklah sangat berat. Tri hanya mengajar Fisika, Matematika, dan Biologi sepulang sekolah pada beberapa anak kelas 2 yang sudah membelinya.

Nicky sibuk berkeliling mal setiap hari bersama-sama cewek-cewek kelas 3 yang membelinya. Hendry memberi pelajaran bermain Basket gratis pada teman-teman Lydia, anak perempuan yang membelinya, dan sekaligus menjadi pengawalnya selama seminggu. Yang lainnya juga semua menikmati pekerjaan mereka masing-masing.

***

Katerina membaca makalah yang dibuat murid-murid 3C waktu jam kosong dulu, yang selalu tidak sempat dibacanya selama ini karena sibuk. Rata-rata tema yang mereka bahas masih sederhana dan tata bahasanya belum baik. Yang cukup bagus hanya ada beberapa, termasuk di antaranya karya Nicky dan Neill. Saat melihat makalah yang dibuat Neill, Katerina mengerutkan keningnya karena temanya yang tidak biasa. Sesuatu tentang hak dasar manusia. Judulnya adalah The Right to Die.

"Kak...ada telepon..." kata Susan tiba-tiba dari dalam rumah. Katerina cepat membereskan kertas-kertasnya dan masuk untuk menerima teleponnya.

"Yak, hallo..."

"Hallo, Miss...saya nggak bisa lama-lama..." Terdengar suara-suara yang ramai sekali di belakang di penelepon membuatnya hampir tak terdengar. "Saya mau mengucapkan selamat tinggal..."

"Laura...? Kamu sekarang ada di mana?"

"Maaf, saya tidak bisa kasih tahu... Saya takut Miss akan kena musibah kalau terlibat lebih jauh dengan saya."

"Bagaimana keadaanmu? Kamu baik-baik saja?"

"Baik."

"Walaupun kamu nggak bisa mengirim surat...tolonglah selalu memberi kabar lewat Michael...biar kami tahu bahwa kamu baik-baik saja... Please?"

"Iya....saya akan selalu memberi kabar lewat Mike..."

"Hati-hati... selamat jalan."

Hubungan pun terputus.

Katerina menarik nafas panjang dan mengusap matanya. Ia merasa prihatin akan kehidupan Laura dan sangat ingin menolongnya...tetapi tangannya terlalu lemah... Katerina sangat menyukai Laura dan sedih karena tak bisa lagi bertemu dengannya.

Ia meletakkan gagang telepon dengan murung.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Katerina yang duduk di samping jendela seketika menjatuhkan bukunya saat memandang keluar. Pak Agus mengangkat alisnya dan mendehem. Katerina buru-buru memungut bukunya yang terjatuh ke lantai. Denny yang duduk di sebelahnya keheranan dan melihat melalui jendela apa kiranya yang telah membuat Katerina bertingkah aneh.

"Kamu kenapa, sih, Rin?" bisiknya. Katerina sudah menemukan bukunya dan kembali duduk tenang di bangkunya seolah tidak terjadi apa-apa.

"Bukuku jatuh," jawabnya. Ia pun pura-pura memusatkan perhatian ke papan tulis dan mencatat angka-angka yang tercantum di sana.

Denny mencuri pandang ke jendela dan menemukan anak-anak kelas 3A yang sedang berolahraga di lapangan. Yang laki-laki sedang berlari mengelilingi lapangan, sementara murid-murid perempuan pemanasan dengan senam ringan.

Ia tidak melihat satu pun hal yang aneh, kecuali mungkin bila tingkah konyol Chris dan Raja bisa disebut aneh. Mereka berdua sedang berlari dengan menggantungkan baling-baling di kepalanya yang berputar kencang tertiup angin.

Apa kira-kira yang membuat Katerina shock? Pikir Denny bingung sambil menatap Katerina keheranan. Ia tadi tidak melihat apa yang dilihat Katerina saat murid-murid 3A baru masuk lapangan.

Rio berlutut dan memasangkan sepatu kets ke kaki Irma yang duduk di bangku kayu. Ia memang hanya menggunakan sepatu kets untuk pelajaran olahraga, tetapi meminta Rio untuk memakaikannya di depan mata semua orang benar-benar membuat Katerina sakit hati. Walaupun Rio tampak tidak keberatan Katerina tidak rela ia harus menunduk pada Irma selama seminggu.

Saat istirahat pun Irma tetap menempel pada Rio dengan alasan sebagai bodyguard-nya. Mereka berdua makan di sudut kantin sementara Katerina, Chris, Raja, dan Denny makan di sudut satunya.

"Kasihan si Rio... kewajibannya masih tiga hari lagi..." komentar Raja, "Irma benar-benar manfaatin setiap rupiah yang dia keluarin. Kamu sendiri nggak dikerjain anak-anak, Den?"

Denny menggeleng pelan., "Mereka cuma minta diajarin Matematika. Gampang."

"Kayaknya yang paling enak itu Chris, deh... Acara lelang itu kan idemu, tapi kamu berhasil meloloskan diri dengan membeli diri sendiri..." Raja mencela Chris, "Itu nggak etis."

Chris menunduk, "Maaf... aku cuma udah ngebayangin, kalo Irma yang beli aku pasti nasibku akan lebih buruk dari Rio..."

Mereka serentak mencuri pandang pada Rio dan Irma yang ada di sudut kantin. Rio sedang serius membaca buku dan Irma bicara terus dengan wajah ceria, tampak Rio mengangguk sesekali dari balik bukunya.

"Pasangan yang sangat serasi," cemooh Raja. Yang lain tertawa dan menyikutnya. Katerina diam-diam melihat ke arah Rio dan merasa sedih karena Rio benar-benar tampak tak peduli.

"Ngomong-ngomong, nanti kami mau ditraktir di mana, Rin?" tanya Chris sambil mengedip, "Ulang tahunmu tiga hari lagi, kan?"

"Kalian ngasih aku hadiah apa? Nanti kupikirin bakal nraktir kalian di mana...." jawab Katerina ringan. Yang lain bergantian menggetok kepalanya. "Iya..iya...nanti kutraktir makan bakso..."

"Bagus," Raja mengacak-acak rambut Katerina lalu berjalan keluar kantin, bel tanda istirahat selesai telah berbunyi. Mereka mengikutinya kembali ke kelas. Chris dan Raja masuk ke kelas 3A, sedang

Denny dan Katerina mengikuti pelajaran olahraga bersama murid-murid kelas 2E.

"Ayo masuk...! Istirahat sudah selesai," kata Rio sambil menutup bukunya. Irma menggeleng, ia tetap duduk di tempatnya.

"Aku mau bolos." katanya tegas. Rio menoleh padanya dengan alis terangkat sebelah. Irma mengangguk, "Iya, aku mau bolos dari sisa pelajaran hari ini. Aku mau tahu gimana rasanya jadi anak nakal!"

"Kita saja bertobat, kenapa kamu justru pengen bandel?" tanya Rio heran, "Kamu nggak lagi mengigau, kan?"

"Nggak. Aku pengen tahu gimana rasanya hidup seperti Katerina, apa sih hebatnya dia sampai kalian semua suka sama dia!"

Rio berdiri dan menatap ke arah kelas 3A, "Kalau masalahnya adalah Chris, kamu tanya saja sama dia."

"Buat apa nanya Chris?" tanya Irma acuh, "Nanya kamu saja kan bisa."

Ia berjalan terus keluar kantin tetapi tidak menuju kelasnya. Rio terpaksa mengikutinya. Rupanya Irma serius dengan ucapannya untuk bolos. Ia berjalan ke arah belakang sekolah.

"Aku dengar kalian sering kabur lewat tembok belakang ini, kan? Bagaimana cara naiknya?"

"Manjat." jawab Rio pendek.

"Wah... sulit juga. Kamu bisa tolong aku naik?'

Rio mengangguk. Ia duduk berlutut di tanah dan memberi tanda agar Irma naik ke bahunya. Ia tidak akan membongkar rahasia bangku kayu yang mereka sembunyikan di balik semak-semak.

Agak ragu Irma melepas sepatunya lalu naik ke bahu Rio yang pelan-pelan berdiri dan mengangkatnya sampai ke puncak tembok. Irma duduk di situ, memasang kembali sepatunya dan menunggu Rio naik. Tanpa bangku kayu yang biasanya Rio merasa agak kesulitan mencapai puncak tembok, tapi Irma membantu menarik tangannya dan sebentar kemudian keduanya sudah bertengger di atas.

"Sekarang apa?" tanya Irma. "Aku mau kabur dari sekolah dan berjalan-jalan ke mal. Tas kita berdua pasti diamankan oleh teman-temanku dan mereka akan menemui kita di mal.'

Rio melompat turun dengan ringan... dan untuk pertama kalinya barulah Irma merasakan kengerian harus terjun dari tembok tinggi begitu... Ia mulai ragu. Perasaannya jelas diketahui Rio yang kemudian mengembangkan sepasang tangannya dan memberi tanda agar Irma melompat sebab ia akan menangkapnya.

"Tapi aku takut, Yo... Kamu serius bisa nangkap aku dengan baik?" tanya Irma kuatir. Rio tidak menjawab, hanya menatapnya dengan pandangan yang dalam. Irma tahu ia bisa mempercayai sepasang tangan itu. "Oke... aku loncat ya...1..2.. Whuaa...!!"

Saat ia membuka matanya kembali, Irma sudah berdiri tegak di atas tanah dengan tangan Rio menyangga bahunya. Degup jantungnya mulai normal dan Irma mulai bersemangat... Ia hampir berteriak karena senang.

"Tadi itu asyik sekali...!" serunya, "Aku baru pertama mengalaminya. Pantesan kalian sering bolos..."

Ia menarik tangan Rio berlari menjauh dari lokasi sekolah karena kuatir ada orang yang akan segera memergoki mereka. Kan, tidak asyik kalau tertangkap sebelum sempat bersenang-senang.

Sementara itu Denny dan Katerina yang kebagian praktik senam di aula sungguh terkejut melihat Chris mengintip dari jendela aula. Nekat benar Chris bolos hari ini padahal minggu depan sudah ulangan umum. Denny terpaksa diam-diam keluar dan menemuinya.

"Kamu ngapain bolos sekarang?" tegur Denny cepat. Chris mengangkat bahu dengan ringan.

"Bukan bolos, cuma permisi ke belakang... Sebenarnya aku lagi nyari Rio... Dia dan Irma sampai sekarang belum masuk kelas. Raja bilang mungkin mereka bolos.'

Denny mengerutkan kening keheranan.

"Itu tidak mungkin..." keluhnya.

Next chapter