webnovel

Juara-Juara Kelas

Hari pertama ujian Katerina tidak ikut mengawas, tetapi ia datang sekedar untuk memberi semangat bagi murid-muridnya. Saat bel pulang berbunyi ia segera datang ke kelas 3C untuk menanyakan keberhasilan mereka dalam ujian.

Mereka sudah sepakat untuk bertemu sehabis ujian tiap hari untuk membahas soal-soal yang keluar, lalu belajar bersama untuk persiapan keesokan harinya. Tetapi alangkah kagetnya Katerina ketika tiba di kelas 3C ia tidak menemukan satu pun muridnya. Ia sangat kecewa dan menyesali tindakan mereka, seharusnya anak-anak itu bilang padanya kalau tak ingin mengikuti pertemuan itu. Dengan helaan nafas panjang ia pun keluar.

Tapi...pintu tidak dapat dibuka. Susah payah Katerina berusaha membukanya tetap saja gagal. Rupanya seseorang mengunci pintu dari luar. Katerina menjerit putus asa. "Hei! Buka! Buka pintunya...!"

Setelah capek berteriak akhirnya ia terduduk di lantai. Tiba-tiba...entah dari mana datangnya, semua murid 3C bermunculan sambil meniup terompet tahun baru, yang memang sudah banyak dijjual, dan menaburkan serpihan-serpihan kertas ke udara sambil berteriak semangat...

"SELAMAT ULANG TAHUN!"

TOET!

TOET!!

Hendry masuk dari pintu sambil nyengir mengacungkan seuntai kunci, katanya ia berhasil membujuk Pak Usman untuk meminjamkannya. Katerina terkejut sekaligus haru. Andy membantunya berdiri dengan gaya pangeran menolong putri bangun dari tidur semester lalu. Lalu Tania dan Karin datang membawa sebuah kue Blackforest besar yang dihiasi dua batang lilin.

"Bu...kami nggak tahu sekarang umur Ibu berapa..." kata Dian cepat. "Jadi kami kasih satu lilin saja untuk Ibu..."

"Bagus, Ibu juga tak akan memberitahu kalian," sahut Katerina. "Lalu lilin yang satu lagi?"

Semua serentak berteriak. "HAPPY BIRTHDAY, NIKITA!!"

Nikita yang sedang duduk santai di atas meja sangat terkejut sampai terjungkal jatuh. Ia kaget sekali dan memandang Neill minta penjelasan.

"Ini pesta ulang tahun kejutan untuk kamu karena besok kamu juga akan berulangtahun...kebetulan Bu Katerina lahirnya tanggal kemaren, jadi disatuin aja. Ngerti?"

Nicky menggeleng dengan pandangan blank. "But my birthday is tomorrow..."

"We do know that. Tapi budaya di sini memang gitu... Tanggal nggak penting," kata Neill dengan sabar. "What matters is the celebration itself. You could be born on any day and celebrate it on the other... It's something that you don't have to understand but enjoy. OK?"

Nicky mengangguk dan tersenyum. "Thanks..er.. terima-kasih... I'm flattered..."

Mereka semua tertawa senang karena untuk pertama kalinya mendengar Nicky berusaha mengucapkan sesuatu dalam bahasa Indonesia. Perayaan kecil itu berlangsung menyenangkan walau hanya dengan Blackforest dan minuman ringan. Katerina dan Nicky didaulat untuk bersama-sama meniup kedua lilin sebelum kuenya dipotong.

"Okay...make a wish first before blowing the candles...!" seru Neill ceria. "1...2...3!"

Setelah memohon sesuatu, Katerina dan Nicky serentak meniup lilin diiringi tepuk-tangan anak-anak yang lain. Kue kemudian dipotong dan mereka menikmatinya bersama-sama sambil membahas soal-soal ujian yang tadi dan pelajaran yang akan diujikan besok.

Katerina senang sekali hari itu. ia juga memberitahu mereka semua bahwa Rio sudah siuman dan keluar dari rumah sakit. Semua sangat senang mendengarnya.

***

Hari-hari ujian berlangsung dan cepat berlalu. Tanpa terasa mereka sedang mempersiapkan pertunjukan drama untuk festival Shakespeare di Jakarta. Katerina rajin mengurus keberangkatan mereka hari Senin depan.

Hari Sabtu adalah hari yang ditunggu-tunggu semua orang. Raport semester ganjil akan dibagikan dan murid-murid ingin mengetahui kemajuan pendidikan mereka. Katerina cukup senang dengan hasilnya karena rata-rata nilai murid-muridnya baik. Bahkan Nicky memperoleh nilai yang lumayan tinggi untuk pelajaran-pelajaran eksak, sementara pelajaran hafalan hampir rata-rata rendah. Tapi ia optimis kemampuan bahasa Indonesia Nicky akan membaik di semester berikutnya dan pelajaran hafalan pun akan dapat dihadapinya.

Murid-murid kelas 3C menunggu di kelas dengan tenang kedatangan Katerina yang membawa raport-raport mereka. Gadis itu meletakkannya di atas meja dan memulai sebuah nasehat pendek agar mereka senantiasa meningkatkan nilai-nilainya karena itu adalah modal masa depan.

"Jangan sekali-sekali belajar demi orang lain, lakukanlah itu untuk kepentingan kalian sendiri. Selain di sekolah, ada begitu banyak sumber untuk mendapatkan ilmu seperti membaca dari koran, buku, dan majalah, menonton TV, internet, film, bahkan komik pun menyimpan pengetahuan... Simpanlah itu untuk diri kalian sendiri..."

Ia menatap mereka satu-persatu dan tersenyum lebar. "Juara I di semester ini tidak lagi dipegang oleh Tri... Maaf ya, Tri..kamu harus berusaha lebih giat lagi belajar. Juara I dengan total nilai 101 adalah....NEILL!"

Semua bersorak dan mengerubungi Neill yang tersenyum malu. Hendry menyikutnya dan tampak bangga sekali. Neill akhirnya maju menerima raportnya.

"Lalu juara kedua dengan jumlah nilai 99 adalah... SARA!"

Semua bertepuk-tangan dan menepuk-nepuk bahu Sara yang juga tampak kaget. Kedua murid baru itu memang cukup membawa perubahan di kelas 3C semester ini.

"Juara 3 dengan jumlah nilai 98 adalah...TRI!"

Akhirnya Tri bisa tertawa cerah dan mengangguk. Walaupun peringkatnya turun ia masih ada di tiga besar. Orang tuanya tidak akan protes terlalu keras. Selanjutnya raport-raport yang lain dibagikan tanpa Katerina sebutkan rankingnya karena ia tak ingin membuat mereka merasa tak enak. Lagipula ia juga tidak mencantumkan urutan ranking diatas 10 besar sebab ia mendapati kemampuan mereka sebenarnya rata-rata seimbang.

"Baiklah...sebelum pulang, Ibu punya pengumuman tentang pertunjukan drama kita hari Senin depan. Festival itu diadakan 2 hari, yaitu pada hari Senin dan Selasa... Kebetulan kita mendapat giliran pada hari Selasa siang, jadi kalau kita berangkat Senin pagi kita akan punya waktu seharian untuk main di DUFAN...bagaimana pendapat kalian?"

"Setuju!!" teriak mereka serentak.

"Baiklah, kalau begitu semuanya beres." Katerina tersenyum senang. Saat ia membereskan tasnya untuk pulang, tiba-tiba pintu kelas diketuk dan Pak Usman masuk membawa sebuah amplop coklat.

"Bu...ini ada surat baru datang. Saya pikir saya kasih ke Ibu sekarang karena besok mulai libur, takutnya Ibu tidak sempat mengambilnya." kata beliau sambil menyerahkan amplop itu pada Katerina.

"Aah...terima-kasih, Pak..."

Katerina membaca alamat surat itu dengan perasaan gembira. Ini adalah surat dari Michael, mungkin ia sengaja mengirimnya karena tahu sekarang anak-anak 3C menerima raport.

"Anak-anak...ini ada surat dari Michael untuk kita semua. Mau dibacakan sekarang?"

"Yeaahh!!" teriak mereka bersemangat. Sudah hampir sebulan surat Michael tidak datang dan mereka rindu padanya. Katerina membuka amplop dan mengeluarkan kertas surat dari dalamnya lalu dibaca.

"Hallo, Miss... hallo teman-teman. Bagaimana raport kalian? Aku harap surat ini tiba tepat saat kalian terima raport. Aku pake prangko kilat,lho... Keadaan di sini asyik banget... seandainya kalian ada di sini bisa ikut merasakan salju. Yap! Kemarin salju pertama sudah turun... asyik banget. Kalo Nikita mungkin sudah bosan melihatnya, lagipula salju di Rusia menyakitkan, terlalu tebal dan menyulitkan orang untuk berjalan kaki, tapi di sini oke banget. Liburan musim dinginku tidak jadi dihabiskan ke rumah Joanne, kalian tahu kan calon ibu tiriku itu? Dad akhirnya berangkat sendiri dan aku diijinkan tinggal di rumah Grandpa, kan dekat dengan apartemen Laura dan kami bisa main bareng. Pertunjukan di Broadway akhir tahun ini bagus-bagus dan kami sudah mempersiapkan diri untuk mengikuti semuanya. Ha..ha..biar, deh, sampe muak nonton teater..."

Semua tertegun. Katerina juga.

Laura...?

Laura merekakah yang ada di New York bersama Michael saat ini?

Ia cepat-cepat meneruskan bacaannya.

"Oh, I"m sorry... aku lupa memberi tahu kalian bahwa Laura dan ibunya merasa sudah tak aman tinggal di Indonesia dan memutuskan ke sini. Dad berbaik-hati membantu mereka mengurus segala sesuatunya sampai tiba di Big Apple (Dalam hati, sih, aku berharap Dad bakal suka sama ibunya Laura dan... yeah, who knows.. Sayangnya kita nggak bisa ngatur hati orang dewasa). Laura berencana masuk sekolah yang sama denganku... dan melupakan semua masa lalunya di Indonesia. Dia minta maaf karena sama sekali nggak bisa ngirim surat, jadi segala berita tentangnya akan melalui aku..."

Katerina baru menyadari di dalam amplop masih ada isinya. Ia mengeluarkan selembar foto dan menunjukkannya pada semua orang. Anak-anak itu seketika bersorak riuh, kecuali Nita tentu saja. Di foto itu Michael dan Laura memakai jaket tebal sedang berusaha tersenyum dalam terpaan butir-butir salju yang melayang turun. Latar belakangnya adalah gedung teater besar dan lapisan salju yang mulai menumpuk. Asyik banget!

Satu hal yang membuat Katerina bahagia adalah kepastian bahwa Laura baik-baik saja dan ada di New York, tidak sendirian. Ia sangat percaya Michael akan melindunginya dengan baik. Pelan-pelan segala beban yang menindih bahunya menghilang, digantikan oleh sukacita yang menyegarkan.

***

Hari Minggu, Katerina bersiap-siap mengepak kopernya. Segala properti dan kostum sudah siap di dalam kardus dan besok akan dijemput oleh bis yang mereka sewa untuk ke Jakarta. Rio yang melihat segala kesibukannya tampak tertarik.

"Kamu keberatan tidak kalau aku ikut ke Jakarta?" tanyanya tiba-tiba. Ia sudah menetapkan hatinya untuk mencoba masuk dalam dunia yang selama ini dimiliki Katerina saja.

"Hm? Kamu ikut ke Jakarta? Tapi apa kantormu mengijinkan kamu libur? Maksudku... seminggu ini kesehatanmu mulai membaik, tentunya mereka mengharapkan kamu kembali bekerja dan..." Katerina mengangkat bahu. "Aku cuma nggak mau membuat kamu repot.."

"Kenapa?" Rio bersikeras. "Aku bersedia kamu buat repot. Itulah inti keberadaanku di sampingmu..."

Katerina tertegun.

Pelan-pelan ia kemudian mengangguk. "Aku... senang sekali.. kalau kamu bersedia ikut..."

Rio tersenyum. "Aku sudah menduganya, jadi aku sudah berkemas sejak kemarin."

"Bagus, kalau begitu kamu bisa menolongku membereskan barang-barang ini!" seru Katerina gembira. "Aku mau menelepon Tony dan bilang aku nggak membutuhkan pengawalannya besok.. ha ha..."

Ia berlari ke arah telepon. Rio mengangguk dan tersenyum sendiri.

Next chapter