webnovel

Festival Shakespeare

Perjalanan mereka ke Jakarta sungguh menyenangkan. Sepanjang jalan anak-anak bernyanyi ramai lagu apa saja. Iko dan Hery setia mengiringi. Sara asyik ngobrol dengan Rio yang juga hobi membaca sepertinya. Katerina memimpin anak-anak yang lain bernyanyi gembira lagu apa pun yang terpikir oleh mereka.

Bahkan Nicky tampak sangat gembira hari itu. Keluarganya sudah memutuskan untuk menghabiskan liburan musim dingin di Indonesia karena musim dingin di Moscow sangat berat. Mereka akan tiba esok pagi di Bandara Sukarno-Hatta dan menyempatkan diri untuk menonton pertunjukan drama itu.

Hanya Neill yang tampak kurang bersemangat. Ia duduk di belakang bersandar ke jendela menikmati angin dan berusaha tidur di tengah segala keributan itu. wajahnya tampak pucat dan lesu. Hendry yang duduk di sebelahnya menyikutnya dan menanyakan keadaannya.

"Aku semalam nggak bisa tidur..." keluh Neill. "Sekarang apalagi... dengan nyanyian-nyanyian ribut begitu..."

Hendry sangat kasihan melihatnya. Ia segera bertepuk-tangan dan meminta perhatian seisi bis.

"Teman-teman, kasihan Neill nggak bisa tidur semalaman...sekarang dia sangat terganggu dengan nyanyian kalian... Bagaimana kalau kita nyanyiin lagu yang lembut sampe Neill bisa tidur?"

Semua mengangguk setuju. Mulanya mereka menentukan judul-judul lagu yang lembut dan bisa membuat orang tertidur dengan tenang.

"Bisa nggak aku minta kalian nyanyikan Amazing Grace?" pinta Neill tiba-tiba.

Iko dan Hery saling pandang dan kemudian mengangguk. Mereka sudah mempelajari kuncinya dari Katerina. Jadilah musik syahdu mengalun dan anak-anak itu menyanyi dengan indah.

Neill tersenyum dan mendengarkan sungguh-sungguh sambil menutup matanya.

Amazing Grace...how sweet the sound

That saves a wretched like me

I once was lost but now am found

Was blind but now I see...

Mereka menyanyikannya beberapa kali. Pelan-pelan mereka pun mulai merasa lelah dan mengantuk. Seisi bis akhirnya diliputi keheningan sebab kebanyakan orang jatuh tertidur, hanya beberapa yang masih mengobrol.

Bus berhenti di depan Teater Tanah Airku yang khusus disewa panitia untuk pertunjukan itu. mereka semua bangun dan turun dari bus untuk mendaftarkan diri.

Di dalam gedung banyak juga peserta festival yang lain berkumpul. Rata-rata berasal dari sekolah internasional dan tampang mereka tidak seperti tampang orang Indonesia. Sebagian keturunan Eropa, Afrika, dan bagian lain Asia.

Dari daftar Katerina tahu bahwa hanya tim yang dibawanya yang menampilkan drama Shakespeare dengan cast terbanyak. Untuk memerankan drama-drama Shakespeare yang lain tidak dibutuhkan pemain sebanyak A Midsummer Night's Dream yang akan mereka pentaskan itu.

"Baik... pertunjukan pertama dimulai jam 9, kita akan tonton beberapa drama sebagai perbandingan lalu jam 12 setelah makan siang kita main ke DUFAN." kata Katerina kemudian. Semuanya mengangguk setuju.

Mereka duduk berpencar di dalam gedung dan menonton 3 buah drama dari 3 sekolah internasional. Beberapa sekolah mengirimkan lebih dari satu tim dan membuat festival itu terasa semakin meriah.

Yang pertama ditampilkan adalah Hamlet yang bercerita tentang pangeran Denmark yang baru mengetahui bahwa sebenarnya ayah kandungnya dibunuh oleh pamannya yang sekarang menjadi raja, dan karena itu ia bertekad untuk membalas dendam.

Drama itu dipentaskan dalam versi aslinya dan Katerina kagum melihat detail-detail kostum dan setting yang mereka siapkan. Akting pemeran Hamlet menarik sekali, penonton bisa melihat bahwa ia waras dan sekaligus gila karena dendam begitu besar yang membara di hatinya.

Adegan terakhir saat ia duel dengan Laertes juga digarap dengan sangat baik. Membuat penonton larut dalam suasana.

Rio diam saja selama pertunjukan. Ia mulai bisa melihat sebab kecintaan Katerina pada drama, dan ia berusaha menyelaminya. Sementara Katerina terpukau sepanjang setiap adegan.

Drama berikutnya yang mereka tonton adalah The Tempest dan Comedy of Errors. Keduanya sangat menarik.

Setelah drama ketiga selesai, sesuai perjanjian Katerina dan murid-muridnya berkumpul kembali di bus. Mereka hendak berjalan-jalan ke Dufan. Semuanya berkomentar bahwa saingan-saingan mereka bermain bagus sekali.

"Saya sengaja tidak membiarkan kalian menonton semuanya karena nanti kalian bisa menjadi rendah diri. Lebih baik melihat beberapa drama untuk perbandingan saja... selebihnya tak usah dipikirkan..." kata Katerina menenangkan. "Kita di sini untuk bersenang-senang dan mencari pengalaman."

Semua mengiyakan saja. Pikiran akan bersenang-senang di DUFAN mudah menghilangkan kekuatiran mereka akan pertunjukan besok. Semuanya duduk lengkap di bangku masing-masing kecuali Neill. Ia tidak ada di dalam bus.

"Ada yang lihat Neill? Apakah dia masih ada di dalam teater?" tanyanya khawatir.

"He is gone, Mam...pulang...:" kata Nikita tiba-tiba. "Saya sat with him in the theatre and after the first drama he said he would go to his parents house..."

Katerina menepuk keningnya. Ia lupa keluarga Neill ada di Jakarta. Wajar saja kalau Neill menyempatkan diri pulang ke rumahnya.

"Tapi dia akan datang besok, kan?"

Nikita mengangguk.

Mereka bersenang-senang di DUFAN sampai jam 8 malam saat penutupan. Segala wahana permainan mereka masuki berganti-ganti. Katerina dan Rio sendiri berulang-ulang menaiki halilintar seperti saat SMP dulu mereka bermain ke sana.

Hari sudah malam saat mereka kembali ke penginapan. Katerina senang sekali Rio ikut karena ia bisa mengawasi anak-anak lelaki sedangkan Katerina sendiri mengurus anak-anak perempuan.

Keesokan harinya mereka mulai merasa gemetar. Hari ini mereka akan tampil, tepat sesudah makan siang. Waktu yang tersisa dimanfaatkan untuk latihan terakhir, terpaksa tanpa Neill karena ia masih belum datang.

Saat pertunjukan kedua yang menyuguhkan cerita Romeo and Juliet, mereka tambah merasa rendah diri sebab grup itu berhasil melakukannya dengan baik sekali. Seluruh penonton tampak larut dalam percintaan sepasang remaja itu, terutama adegan terakhir saat Romeo meneguk racun dan mati hanya beberapa saat sebelum Juliet membuka matanya dan terbangun.

Untuk kesekian kalinya mata Katerina basah menyaksikan adegan itu. Rio tersenyum melihatnya dan mengacak-acak rambut Katerina.

"I'm sorry..." bisik Katerina. "It's just...such a waste... Seandainya mereka tahu...mereka bisa bersatu..."

"Kasihan memang, Rin...tapi kamu toh tak bisa menolong mereka... Kamu nggak bisa menyelamatkan seluruh dunia dengan airmatamu..." kata Rio.

Katerina mengangguk sedih.

Selesai Romeo and Juliet ada break selama 2 jam untuk istirahat dan makan siang. Para penonton juga senang karena mereka bisa santai sejenak sebelum pertunjukan berikutnya. Saat mereka makan siang Katerina sungguh terkejut mendengar komentar beberapa orang betapa mereka menantikan penampilan drama A Midsummer Night's Dream, karena drama itu lucu.

"Aku sungguh berharap kita tidak mengecewakan..." keluh Katerina.

"Tenanglah...kalian akan baik-baik saja..." hibur Rio. Sara dan Nikita mengangguk membenarkan. "yang penting kalian melakukan yang terbaik."

"Hm.... semoga saja." Katerina menebarkan pandangannya mencari Neill, tetapi anak laki-laki itu tidak ada di mana pun. "Nicky... Neill sudah datang apa belum?"

"Sudah, dia sudah ke sini..." jawab Nikita, bangga karena bahasa Indonesianya semakin membaik. "After watching Romeo and Juliet he went to toilet, I think he'd be here soon..."

"Mengherankan, Neill sering sekali menghilang.." kata Katerina bingung. "Apakah orang tuanya datang kemari?"

"No...I don't think so...His mom is a very busy woman, she's an actress, you know... And his dad works like a horse," komentar Nikita.

"An actress? Are you sure?" tanya Katerina heran. Ia baru mengerti dari mana datangnya bakat teater dalam diri Neill dan koleksi wignya yang banyak. Tentu saja, ibunya adalah seorang aktris.

"Positive. I've seen her pictures on magazines... She's beautiful."

Saat itulah Neill masuk dan tersenyum lebar. "Nicky...! Ada yang ingin ketemu...!"

Nikita terlonjak kaget, karena di belakang Neill ada sepasang suami isteri dengan anak perempuan kecil, berusia kira-kira 8 tahun yang mirip sekali dengannya, berjalan masuk ke ruangan itu....

"Mama! Papa...! Pasha...!" Ia menghambur memeluk mereka sambil menyerukan kalimat-kalimat dalam bahasa Rusia. Karena ketegangan hari ini ia lupa bahwa keluarganya akan datang. Mereka saling berpelukan dengan haru.

Katerina dan Rio saling pandang. Anak-anak yang lain juga heran karena baru pertama kalinya mereka melihat Nikita tampak ceria di luar perannya sebagai Puck. Ia menarik keluarganya menghampiri mereka dan memperkenalkannya satu persatu. Kedua orangtuanya mengangguk-angguk dengan senyum lebar, sementara Pasha segera lengket dengan Neill yang tak habis-habisnya menggodanya.

Keadaan berubah total menjadi penuh keceriaan hingga tiba saatnya mereka tampil. Anak-anak itu segera bersiap di belakang panggung dengan kostum dan peralatan lainnya. Saat waktu yang ditentukan, MC memanggil mereka dan memulai pertunjukan.

Sara, Susan, Iko, Tri, dan Hery sudah bersiap di samping panggung. Pertama kali Hery meniup harmonika dengan lagu country dan diiringi pelan-pelan oleh suara gitar akustik Sara, lalu drum digebuk dengan beat lambat oleh Iko.

Masuklah Tri yang berperan sebagai Theseus, menggandeng Tania, pemeran Hypolita. Disekitarnya para figuran pelayan dan pekerja kasar sedang beres-beres. Ada yang mengangkut sekeranjang makanan, koper-koper, dan perabotan, serta barang-barang lainnya.

Tri memakai pakaian jas dengan buntut panjang ala tuan tanah jaman koboi, sementara Tania mengenakan gaun panjang yang mengembang dengan efek kurungan ayam di dalamnya.

"Hypolita, my love, our wedding day has drawn closer...I can't wait to make you my bride - Hypolita, cintaku, hari pernikahan kita akan segera tiba. Aku tak sabar ingin menjadikanmu mempelaiku."

"Four days will pass quickly, my Lord - Empat hari tidak akan terasa, Tuanku..." Hypolita tersenyum menenangkan.

Egeus (Indra) muncul dari ujung panggung bersama Hermia (Dian) dan dua orang pemuda yang memperebutkan cintanya, Lysander (Andy), dan Demetrius (Denny).

"Happy be Theseus, our renowned Duke - Semoga Anda selalu berbahagia, Duke kami yang terhormat." kata Egeus dengan hormat seraya membungkuk sedikit diikuti ketiga anak muda itu.

"Thanks, good Egeus. What news you bring me - Terima kasih, Egeus. Ada berita apa?" tanya Theseus.

Dengan wajah penuh penyesalan, Egeus menceritakan bagaimana ia telah menjodohkan putrinya, Hermia, pada Demetrius, pemuda bangsawan yang dianggapnya sangat cocok bagi Hermia. Tetapi Hermia menolak pilihan ayahnya dan malah jatuh cinta pada Lysander.

Theseus menegur Hermia dan menyuruhnya memutuskan mengikuti kehendak ayahnya atau menerima hukuman mati sesuai hukum negeri itu. Lysander dan Hermia ditinggalkan berdua di panggung dan mereka membuat rencana untuk melarikan diri ke rumah bibi Lysander dengan melintasi hutan. Helena (Desty) sahabat Hermia masuk terburu-buru dan ditegur oleh Hermia.

"God speed, beautiful Helena! Where are you going?"

(Apa kabar, Helena yang cantik! Kau mau ke mana?)

Helena menoleh dengan sedih. "You call me beautiful? Don't you say that again. Demetrius loves your beauty, not mine. You are so beautiful in his eyes. I'm nothing compared to you."

(Kau bilang aku cantik? Jangan pernah panggil aku begitu lagi. Demetrius mencintai kecantikanmu, bukan aku. Di matanya kau itu sangat cantik. Aku tidak ada artinya dibandingkan denganmu.)

Hermia mencoba menjelaskan pada Helena bahwa ia tidak pernah bersikap manis pada Demetrius, tetapi pemuda itu tetap mencintainya. Semakin ia membenci Demetrius, semakin pemuda itu mengikutinya.

"The more I hate, the more he follows me." kata Hermia menerangkan.

(Semakin aku membencinya, semakin dia mengikutiku.)

"The more I love, the more he hates me..." keluh Helena putus asa.

(Semakin aku mencintainya, semakin dia membenciku.)

Karena melihat Helena begitu sedih, Hermia dan Lysander akhirnya membocorkan kepadanya rencana kepergian mereka untuk kawin lari. Demetrius tak akan mengganggu Hermia lagi dan mungkin akhirnya ia akan dapat jatuh cinta pada Helena.

Helena sangat gembira mendengarnya.

Next chapter