2 Chapter 1

Dari ambang pintu, Reyhan memperhatikan perempuan itu duduk dengan anteng di kursinya. Tangan terus menyuap sendok berisi nasi kedalam mulut. Sambil mengunyah, mata sesekali melirik kelakuan teman-teman sekelas Reyhan yang bisa dibilang, perilaku mereka lebih mirip monyet daripada manusia. Apalagi jika sekarang sedang istirahat makan siang sebelum les diadakan. Kebiasaan kelas pembuat onar, selalu akan ada keributan disetiap waktu istirahat ataupun saat jam kosong.

Ada yang berlarian saling mengejar, entah untuk apa dan entah apa pula faedahnya selain membuat badan lelah. Ada yang jingkrak-jingkrak seperti orang kesurupan, padahal masih dalam keadaan sadar. Ada beberapa anak laki-laki yang mencoba menganggu gerombolan anak perempuan yang tengah bergosip ria, entah apa yang digosipkan oleh mereka.

Jujur saja, Reyhan yang notabenenya adalah salah satu anggota kelas, merasa risih melihat tingkah luar biasa dari teman-temannya itu. Meski kadang dia sendiri ikut melakukan keributan bersama mereka.

Dan perempuan dari kelas unggulan itu terus saja diam seolah tidak merasa terganggu dengan semua keributan yang ada. Atau sebenarnya, dia tidak peduli. Reyhan lebih memilih opsi yang kedua.

'Aku harus bisa.' Reyhan memantapkan niatnya dalam hati untuk coba mendekati perempuan tersebut.

"Hai. Boleh aku makan disini?"

Sesaat perempuan itu menatap Reyhan tanpa menjawab. Tatapan manik matanya seolah menusuk manik mata milik Reyhan. Reyhan jadi gugup sendiri kalau ditatap semenusuk itu. Hanya dari tatapan mata saja, dia terlihat seperti ingin mencari tahu maksud tersembunyi Reyhan.

"Boleh." Perempuan itu berbicara.

Reyhan menghela nafas. Dia lega setelah adegan tatap menatap mata tadi. Entah mengapa Reyhan merasa takut dengan tatapan matanya. Mata sayu itu seolah bisa mengorek informasi apapun dengan sekali tatapan saja.

Suasana canggung menyelimuti Reyhan. Perempuan disampingnya ini tidak berbicara sepatah katapun dari tadi. Dia hanya diam dan masih terus saja makan. Reyhan tidak terlalu suka kalau begini. Jadi dia berinisiatif untuk membuka percakapan terlebih dahulu.

"Tidak makan sama Septia?" Tanya Reyhan dengan sangat canggung. Pasalnya dia jarang berbicara dengan perempuan ini. Tentu karena dia pendiam dan Reyhan tidak dekat dengannya. Ditambah lagi mereka bukan teman sekelas. Akan sulit untuk mencari topik kalau ingin berbicara.

"Tidak." Jawabnya singkat tanpa menatap Reyhan dan tetap lanjut makan.

"Terus dimana Septia?" Tanya Reyhan lagi.

Kali ini mata sayu itu kembali menatap Reyhan. Reyhan terkejut dengan wajah mereka yang dekat. Reyhan lihat dia memicing curiga. Susah payah Reyhan melenan ludahnya. Tatapan yang ini tidak menusuk seperti tadi, tapi Reyhan tetap saja merasa takut.

Perempuan itu mengalihkan pandangannya. Dia berhenti menatap curiga Reyhan dan menghembuskan nafas pelan, "Septia di kantin. Dia makan di sana dengan yang lain karena tidak bawa bekal." Reyhan bergumam sebagai tanggapan.

Septia Kirana adalah teman sebangkunya perempuan disamping Reyhan sekaligus teman dekat Reyhan saat Sekolah Dasar dulu. Septia itu periang dan cerewet. Sangat cerewet malah. Sudah seperti ibu-ibu. Apalagi jika dia sedang mengomel, cerewetnya tidak ketulungan lagi.

Karena Septia merupakan teman sekelas yang lumayan sering diajak bicara oleh perempuan yang selalu Reyhan perhatikan, dia mencari keuntungan untuk berusaha dekat. Dan ternyata, tidak semudah itu.

"Sifat kamu itu berbanding terbalik dengan Septia, ya." Ucap Reyhan. Dalam diam perempuan itu mengernyitkan dahi. Merasa tidak nyaman dengan ucapan Reyhan.

"Septia orangnya periang dan terbuka. Sementara kamu orangnya-"

*Braak*

Meja digebrak. Suaranya tidak terlalu besar tapi cukup untuk menarik perhatian seisi kelas. Tiba-tiba keadaan menjadi hening. Hampir semua mata menatap kearah sumber suara. Kemudian bersikap tidak peduli dan melanjutkan aktivitas mereka yang sempat terhenti.

Perempuan itu berdiri dengan kedua tangan bertumpu dimeja untuk menyangga badannya. Anak rambut menutup sebagian wajah yang menunduk. Dengan gerakan cepat dia menutup kotak bekalnya.

Reyhan terkejut dengan gerbrakan tadi. Dia menatap perempuan itu. Sekilas matanya melirik Reyhan tidak suka. Reyhan terdiam saat mendapatkan tatapan itu.

"Ma-mau kemana?" Tanya Reyhan gugup.

"Kantin." Jawaban yang begitu ketus didapatkan Reyhan.

Setelahnya Reyhan hanya bisa melihatnya pergi keluar kelas. Lalu, rasa bersalah hinggap dihati Reyhan. Seharusnya Reyhan tahu, kalau seseorang yang pendiam itu sangat sensitif dengan topik pembicaraan mengenai sifat mereka. Orang pendiam tidak suka topik itu.

Padahal Reyhan sudah dapat kesempatan untuk berbicara dengan orang yang disukai, tapi malah terbuang percuma. Dan itu karena mulut Reyhan yang salah mengucapkan topik pembicaraan.

Kalau dipikir-pikir, seingat Reyhan, dia tidak pernah mendengar Septia mengungkit soal perbedaan sifat mereka saat sedang berbicara berdua. Tapi, Reyhan yang bukan siapa-siapa malah sok-sokan untuk coba membahas sifat keduanya yang berbeda jauh.

Reyhan bergumam, "Bodoh."

avataravatar
Next chapter