14 MIKI and SANO

"Apa yang telah kau lakukan?!" Mikicchan menjerit, sedangkan orang besar disisinya tidak menampilkan ekspresi apapun. Masih setia memapah tubuh mungilnya, yang tampak timpang. Jauh berbeda.

"Membuat sushi, tentu saja menghancurkan senjatamu!" Oke, obrolan sebentar ini cukup membuatku mengumpulkan tenaga. "Aku tidak mengerti kenapa kalian butuh The Book of Joker milikmu"

"Orang bodoh memang tidak suka mendengarkan. Tadi aku sudah bilang, aku ingin mengabulkan sebuah permohonan. Milikmu sudah hampir selesai kan? Aku yakin hanya tinggal beberapa ratus Joker lagi yang harus di musnahkan"

Dasar licik

"Jadi serahkan sekarang juga" dia membuat gestur tangan seperti meminta sesuatu dilempar kearahnya. Kalau ada sepatu bekas, kurasa aku akan melemparkannya. "Oiya Sano! Kalau The Book of Joker itu sudah ada di tanganku, kita harus bertarung untuk memperebutkannya atau kau punya ide lain?"

Si besar bernama Sano itu diam sebentar, mungkin sedang berpikir "Aku akan mencari Karasu lain untuk ku rebut The Book of Jokernya"

"Aaaah~ kau memang yang terbaik!"

Oi!! Yang benar saja, mereka tidak menganggap aku ada.

"Oya oyaaaaa, kalian bicara seakan mudah merebutnya dariku" rasa sakit di dadaku sudah agak membaik, aku juga sudah bisa bernafas meski masih sulit menghirup oksigen.

Sano mendudukkan Mikicchan di dekat senjatanya yang hancur dan mulai memasang kuda-kuda. Tekanan intimidasi nya benar-benar kuat. Dengan kaki kananku yang sedikit pincang, dan dadaku yang remuk ini bertarung melawan orang setara beruang Grizzly adalah pilihan yang buruk.

Dua pedang besarnya sudah memicing kearahku, sekali hentakkan ia melesat dan terus menebas, aku berusaha menghindari setiap tebasannya. Sekali kena saja tamat riwayatku. Serangan terakhirnya, ia mengangkat tinggi-tinggi pedang di tangan kanannya dan mencoba menghantam tubuhku, aku mundur dengan cepat, sialnya pijakan ku sudah ada di sisi tepian gedung. Aku lengah..

Aku terjatuh dari gedung 20 lantai lebih, aku berusaha memijakkan kakiku pada dinding kaca gedung ini. Dari arah atas Sano berlari vertikal mengejarku, pertarungan vertikal dengan kaca jendela gedung sebagai pijakan, bukan hal yang mudah. Aku terus menangkis beberapa serangan dari pedang besarnya dengan gun milikku. Dari jarak sedekat ini, aku tidak bisa menembak.

Aku melompat mundur, menjaga jarak sejauh mungkin. Beberapa luka sabetan di tangan kanan, punggung serta paha tidak bisa ku hindari. Sial mantelku jadi compang-camping!

Dia berhenti saat melihatku terengah-engah. "Menyerah saja Karasu" suaranya tidak seserak saat pertama dia bicara. "Kau tidak harus musnah sekarang gara-gara kami. Menyerahlah"

"Tidak" aku tahu kesempatan menang bagiku sangat tipis, tapi aku merasa jika aku menyerah itu artinya sama saja dengan musnah.

"Kau hanya harus menjadi Owl. Lalu rebut The Book of Joker milik Karasu lain. Seperti yang kami lakukan saat ini" wajahnya yang sedari tadi sangat mengintimidasi berubah sedih. Ada yang aneh dengannya.

Enak saja dia bicara, lagipula aku tidak bisa membiarkan The Book of Joker milikku menjadi milik orang lain. Disana ada Naoki, kelinci pirang kesayanganku. Tidak akan kubiarkan Karasu lain menyentuhnya, hanya aku yang boleh menghabisinya. Jika dia aman, aku tak perduli dengan yang lain.

"Kenapa kau membantu Mikicchan? Kau tahu bahwa kau sedang dimanfaatkan?!"

"Jangan memprovokasi! Aku dan dia terbangun menjadi Karasu di waktu yang sama dan tempat yang sama" Sano terdiam sejenak, dia menurunkan pedangnya disisi tubuhnya "Kami selalu bersama, saat menjadi Karasu atau mungkin sebelumnya"

"Sungguh aku tidak peduli!" Aku membidik kepala Sano dengan gun di tangan kananku "Apa kau tidak takut melonggarkan diri saat lawanmu adalah tipe jarak jauh. Peluruku bisa tiba-tiba saja menembus kepalamu"

"Aku yakin kau punya adab. Aku percaya kau tidak akan menyerang lawanmu yang sedang tidak berdaya" dia melihatku dengan tatapan yakin.

Cih.. apa benar begitu? Padahal baru saja, aku ingin menembaknya. "Kalau begitu, kalian tidak punya adab ya? Kenapa menyerangku bersamaan? Satu lawan satu dong!"

"Owl tidak butuh adab untuk hidup, kami inilah adab" wajahnya datar tanpa sedikitpun merasa bersalah. Dan.. aku sungguh tidak paham apa maksud dari perkataannya. "Kau sudah siap menyerahkan the Book of Joker milikmu padaku?" Dia mulai memasang kuda-kuda dan bersiap melesat kearahku.

Aku menembaki pijakannya, mustahil untuk menembak kakinya. Pergerakannya sangat cepat dan fleksibel, cukup aneh untuk ukuran badannya yang besar. Setidaknya titik tumpu dan fokusnya akan terganggu.

Dia mendekat dan mencoba menebas dari kiri, aku berputar dan menangkis dengan gun, bersamaan aku melepas pelurunya. Tidak kusangka pedang besar dan tebal itu patah menjadi 2 keping, salah satunya terjatuh ke aspal dan berbunyi gemerincing keras. Sano melempar pedang patahnya, dan kembali menyerang dengan satu pedang lainnya.

Aku menendamg tangannya, dan pedang itu terpental melayang jauh. Dia tidak terganggu, dengan tangan kosong ia terus menyerangku. Memukul, menendang tapi aku selalu bisa menangkisnya. Sialnya, luka-luka yang aku alami terus terbuka karena bergerak kesana kemari. Regenerasinya menjadi lambat karena energiku terus aku gunakan. Aku terdesak.

Saat ia meninju lurus, aku menghindar dan melingkarkan tanganku pada tangan kekarnya, melompat lalu menendang sisi kepalanya dengan kaki kananku. Dia tersungkur, dan aku melompat mundur.

Sano menggeleng keras, mencoba menghilangkan pusing di kepalanya. Tapi ini kesempatanku, aku menembak kedua kakinya seketika dia berlutut lalu terjatuh. Ayolah, aku kira Sano lebih kuat dari ini.

Aku mendengarnya mengerang. "Menyerah saja ya Sano" aku mencoba mendekat. Tapi tiba-tiba pergelangan kakiku di genggam oleh tangannya dan di tarik dengan kuat. Aku jatuh dengan keras. Kepalaku terbentur, Telingaku berdenging, rasa pusing mulai mengangguku. Sano mulai bangkit dan bersiap untuk menyerang, tepat saat itu aku menembaknya tepat di titik inti.

Ia terjatuh menindihku, aku masih merasakan sengal-sengal nafasnya. Dia belum bisa dikatakan mati. Tadi itu hanya sebuah tembakan beruntung, jika tidak wajahku sudah penyok di tinju oleh kepalan tangan sebesar kepala anak-anak itu.

"Hei, Karasu punya adab kan?" dia berdeham mencoba mengumpulkan sisa tenaga

Aku menopang tubuhnya yang berat dan panas, rasanya seakan baru saja kejatuhan sebatang pohon. "Ya ya tentu saja"

"Kau, bisa bawa aku ke tempat Mikicchan?" Suaranya parau dan pelan tapi aku masih bisa mendengarnya.

Tentu saja, mungkin ini adalah permintaan terakhirnya. Aku memeluknya dan berpindah tempat. Saat aku muncul dengan Sano dipelukanku Mikicchan menjerit. Dia tidak bisa langsung bangkit untuk mendekat, merangkak secepat yang ia bisa. Ternyata luka tembak yang aku buat pada Mikicchan jauh lebih vatal dari yang aku duga.

"Sano bangun!! kau tidak apa-apa?!" sulit rasanya percaya ini, dia mendekat dan mendekap wajah Sano.

Mikicchan menangis.

***

avataravatar
Next chapter