18 HOME

Aku sedang berdiri di depan rumah Naoki yang sepi. Gerbang kayunya yang berpernis gelap itu seakan tak pernah dibuka sejak beberapa hari. Radarku juga tidak bisa melacak dengan pasti dimana Naoki berada saat ini. Aku melihat ke jendela lantai dua yang merupakan kamar Naoki, lampunya tidak dinyalakan menandakan sang pemilik tidak ada didalam sana.

Tidak ada tujuan pasti kenapa aku sampai harus pergi ke rumahnya, hanya saja pertemuan tadi begitu aneh. Naoki terlihat tidak baik-baik saja dan aku harus tahu apa yang terjadi padanya, dan ternyata dia sudah tidak tinggal disini-begitulah kesimpulan yang aku ambil.

Tanganku usil membuka pagar kayu, mendorongnya pelan dan mengendap-endap persis seperti seorang pencuri. Baru menginjakkan kaki satu langkah menuju pintu utama, aroma Kematian menguar kuat dari dalam sana. Perasaanku sangat tidak nyaman, lalu tiba-tiba sesuatu seperti kabut hitam mengepul dari dalam pintu dan bergumul menjadi sosok besar dengan kimono hitam berbalut jubah hitam yang hampir menutupi seluruh tubuhnya, wajah tengkoraknya sangat mengintimidasi belum lagi dua tanduk merah mencuat di dahinya. Shinigami!

Sial... benar, bertemu Shinigami adalah kesialan, bagi siapapun atau apapun.

Residu kematian kuat sekali dari dalam. Sebenarnya apa yang telah terjadi di rumah ini?. Shinigami gelap ini, kenapa bisa ada disini?! Sepengetahuanku Shinigami dengan aura segelap ini hanya akan menyambangi kematian yang buruk seperti bunuh diri, kecelakaan, dan pembunuhan. Dia terlihat tidak memperdulikan aku. Menoleh kesana kesini seperti mencari sesuatu.

Beberapa menit terlihat kebingungan sendiri akhirnya dia menoleh padaku "Kau lihat sabit besar milikku?"

Ya Tuhan!

"Mana ku tahu!, Aku baru saja datang" konyol sekali, aku takut mendengar suaranya yang bergetar tapi aku ingin tertawa dengan pertanyaannya. Mana mungkin dia lupa dengan bagian terpenting dari Shinigami. Sabitnya.

"Mungkin tertinggal di rumah sakit. Rumah ini harus aku hilangkan aura kematiannya agar tidak ada roh tersesat yang kemari"

"Apa yang sebenarnya terjadi disini?" Aku usil bertanya, meski yakin tidak akan dapat jawabannya.

"Lancang!! Urus saja para Joker mu. Karasu!!" Suaranya meraung seperti hewan buas di telingaku. Membuatku bergidik

Benarkan?

Shinigami itu kembali menjadi kabut hitam lalu lenyap begitu saja. Aku juga harus pergi dari sini, tidak ada Naoki disini.

Tidak ada orang yang ingin aku temui disini.

***

Setahuku, rumah adalah tempat kau untuk pulang. Tempat untuk kembali darimanapun kau pergi. Rumah adalah tempat dimana kenangan tentangmu tumbuh dan berkembang disana. Tempat dimana kau menanam rindu jika kau jauh darinya.

Aku tidak bisa ingat bagaimana aku dulu sebelum menjadi Karasu. Tapi dari manusia, dari kesehariannya mereka yang tidak punya rumah akan berpikir rumah bukanlah sebuah bangunan kokoh. Baginya tempat agar ia bisa tidur, dan istirahat sejenak adalah rumah.

Seperti saat ini, aku sedang berdiri di hadapan seorang pria tua tuna wisma. Dia melihatku dengan tatapan penuh ketakutan. "Apa yang kau inginkan?" Katanya gemetaran. "Aku tidak punya uang atau harta lainnya. Kau lihat aku hanya gelandangan!!" Semakin frustasi karena aku hanya diam melihatnya. Aku bisa menebak hal buruk apa saja yang telah ia alami di jalanan, Tokyo yang menakutkan ini. Yakuza bisa saja menculiknya dan mengambil organ tubuhnya untuk dilelang di pasar gelap.

aku melihatnya lekat-lekat, dia tampak risih dengan hal itu. Yang bisa kulihat tubuhnya lusuh, pakaiannya kotor. kemeja yang ia kenakan aku yakin dulunya berwarna putih hingga kini terlihat entah bisa disebut abu-abu atau tidak. Disisinya hanya ada sebuah tas ransel ukuran sedang, yang aku tidak tahu apa isinya. wajahnya tirus, tubuhnya kurus sangat tidak terawat. Aku tidak merasakan apa-apa, tapi jika aku manusia, aku akan menangis melihatnya.

"Bagaimana kau hidup sejauh ini?" Aku bertanya ragu. Ya, aku ragu dengan pertanyaan itu.. mungkin saja, dia akan tersinggung atau bahkan sakit hati. Keadaan ini bukan keinginannya bukan? dia tidak ingin tidur di jalanan, dia tidak ingin menahan lapar ini berhari-hari lamanya.

Siapa yang ingin terjebak dalam keadaan sulit seperti ini? tidak ada.

"Aku adalah pecundang!" Dia mulai menangis, aku berjongkok dihadapannya. Posisi kami kini sejajar. Tubuhnya makin bergetar karena tangisnya, aku yakin sudah puluhan liter air mata yang ia keluarkan hanya untuk mengingat alasannya berada disini.

Aku menemukan Jokerku yang ke 423 ini dalam keadaan lemas tertidur dengan perut lapar di bawah sebuah flyover. Tidurnya hanya beralaskan tumpukan koran, dia langsung terduduk dengan wajah pucat dan panik saat melihatku. Titik bidikku ada diperutnya. Alasan kematiannya nanti adalah mati kelaparan.

Aku belum sedikitpun meraih gun di saku mantelku, dia menangis pelan seakan tenaga sudah tidak lagi ia miliki. "Aku hanya pecundang! Aku di buang keluargaku hanya karena aku di PHK. Mereka mengatakan agar aku tidak boleh kembali sampai memilki pekerjaan" dia membiarkan air mata itu jatuh tanpa mengusapnya, aku dengan pelan meraih wajahnya dan mengusap air mata itu dengan ibu jariku. setidaknya itu yang bisa aku lakukan untuknya "Apa salahku? kenapa mereka bahkan tidak pernah mencariku?! aku tidak pernah berbuat jahat pada mereka!" dia memukul pelan dadanya. kurasa itu cara agar ia bisa meluapkan segala sakit yang bagai meremas hatinya.

Kejam sekali... Aku tahu bahwa manusia itu adalah makhluk rumit, mereka bisa mencintai orang lain yang bahkan tidak mereka kenal. Disisi lain mereka bahkan bisa lebih kejam kepada keluarga mereka sendiri. Kau sering dengar, ada anak yang membunuh orangtuanya atau sebaliknya? atau kakak dan adik yang saling menyiksa? jika hal itu terjadi, kesalahan selalu kembali pada mereka menjelma menjadi 'karma'.

Bahkan bagi manusia, 'keluarga' bukanlah lingkaran yang aman. Seharusnya mereka belajar pada serigala! serigala lebih paham bagaimana menjaga kawanannya.

"Tenanglah oji-san, semua akan baik-baik saja setelah ini" aku lagi-lagi mengatakan sebuah fatamorgana. Kebohongan! Siapa yang menjamin dia akan baik-baik saja? Bahkan mayatnya mungkin saja hanya akan berakhir di kamar mayat, di ambil seluruh organ tubuhnya yang berguna untuk keperluan medis atau lebih jauh lagi, siapa yang akan menjamin dia akan bahagia di alam baka kelak?

Dia mengangguk pelan, mataku membulat. manusia itu rumit.. mereka mudah mempercayai kebohongan yang tercium manis. ketimbang sebuah kenyataan yang sudah berada di pelupuk matanya.

Keadaannya semakin lemah, kini ia hanya berbaring sambil terus melihatku. Tubuhnya bahkan sudah tidak lagi bergetar. Aku meraih gun dan menembakkan tepat pada titik bidikku. Tatapannya sudah kosong sekarang. Aku menutup kedua matanya. Menepuk kedua tanganku dan berdoa.

Ya, Aku hanya bisa mendoakan kebahagiaannya, setelah beberapa tahun yang berat ini telah ia lalui. Aku berdoa semoga dalam kehidupan yang selanjutnya ia akan ditempatkan disebuah keluarga yang baik. Di tempat yang bisa ia sebut 'rumah'.

Semoga saja.

avataravatar
Next chapter