19 DEATH

"Aku pulang," Naoki membuka pintu apartemen yang tidak di kunci. Baginya tempat itu asing, membuatnya canggung dan risih.

"Kemana saja kau Naoki!?" Makoto dari balik pintu langsung menyembur marah "Kau tidak mengatakan apapun, tidak mengirimkan pesan, pintu juga kau biarkan tanpa kau kunci!" wajahnya merah karena marah, tapi kekhawatiran itu terlihat jelas dari matanya "Kemana saja kau ini?! Aku sangat khawatir, kau mengamuk seperti orang kesetanan, lalu bulan berikutnya kau bersikap seperti mayat hidup, dan sekarang kau suka sekali menghilang!"

Masih diambang pintu, Naoki terus melihat gurunya itu meledak-ledak "Aku tadi di taman. Makoto-sensei pergi sangat lama jadi aku bosan. Aku berkeliling dan ternyata ada tempat bagus dekat apartemen Makoto-sensei,". Naoki tersenyum

'Tidak ada hal paling menakutkan kecuali melihat keputusasaan membunuh orang yang sangat kau jaga.'

Bagi Makoto Naoki tak ubahnya keramik yang mudah sekali hancur. Naoki harus hidup terlunta-lunta, terluka sedirian dan tak bisa kembali pulang bahkan kerumahnya sendiri. Ia hanya harus memastikan Naoki berada disisinya dan terus baik-baik saja, lalu memastikan.. orang-orang jahat itu tidak datang menemuinya.

"Makoto-sensei tenang saja yaa. Aku baik-baik saja" Naoki tersenyum

Tidak! Naoki tidak sedang baik-baik saja, luka hatinya menganga dan bernanah.. bagaimana Naoki akan baik-baik saja?, kalau rumah tercintanya di pasangi garis polisi. Bagaimana dia akan baik-baik saja?, ia kehilangan kembali bagian hidupnya. Sang ibu.

'Bagaimana caranya agar ia baik-baik saja?'

***

2 bulan sebelumnya

Naoki berlompat-lompatan, ia sangat bahagia saat membaca pesan email dari neneknya, sang ibu sudah pulang sejak 2 minggu lalu, beberapa foto terlampir disana.

__________________________________________________________________

Dear Naoki-kun

Nenek terlambat mengirimimu email ini, mamamu sudah pulang dari rumah sakit sejak 2 minggu lalu. Maafkan nenek karena terlampau sibuk akan banyak hal. Bagaimana kabarmu? Kapan kau kemari?. Nenek sudah siapkan banyak hal spesial untukmu.

Nenekmu

__________________________________________________________________

Ia menjawab email itu dengan cepat sembari menyuarakannya "Maaf nenek, aku tidak bisa langsung datang kesana. Karena rumah nenek sangat jauh. Aku akan meminta tolong Makoto sensei menemaniku, saat ini aku dan Makoto sensei sedang sibuk mengurusi sekolahku. Aku sehat sehat saja, bagaimana dengan nenek dan mama disana? Aku harap kalian juga selalu sehat dan bahagia. Kirim"

Pesan itu terkirim, beberapa menit berlalu tidak ada lagi jawaban dari neneknya "Mungkin sibuk". Naoki kembali sibuk dengan beberapa tumpuk buku catatan yang Makoto buat. Itu semua adalah pelajaran yang harus dikejar oleh Naoki. Sesekali ia menoleh pada layar laptopnya yang telah meghitam. 'Tidak di balas'. Ia mendesah pelan.

Naoki harus fokus, 4 hari lagi adalah hari ujian. Setidaknya ia harus ikut ujian kali ini, dan terus melakukan pelajaran tambahan untuk mengganti absensi yang kosong hampir beberapa bulan. Naoki beruntung, Makoto mau menjaminnya. Jika tidak sudah sejak bulan pertama Naoki dianggap keluar dari sekolah.

Hari-hari berjalan cepat, terkadang Makoto menemani Naoki belajar dan menginap disana. Lalu hari ujian tiba. Naoki dan Makoto berangkat bersama. Dari wajahnya Naoki sangat yakin dengan dirinya, pada dasarnya Naoki memang murid yang cerdas. Dan Makoto memperlihatkan mimik wajah yang sama.

Di sekolah, teman-teman sekelas Naoki menyambut dengan banyak reaksi. "Akhirnya murid gaib itu datang juga" Makoto berbisik pada Naoki

"Cih sensei!" Naoki melengos dan masuk ke kelas-duduk di bangkunya yang sudah lama sekali kosong. Makoto masih melihat dari kejauhan, terlihat beberapa teman laki-laki Naoki mendekat dan bicara lalu mereka tertawa bersama. Tanpa sadar Makoto tersenyum.

***

Sementara itu..

Miyuki-san ibu dari Naoki dengan wajah agak gugup, mendekap erat tas disisi tangan kirinya dan belanjaan di tangan kananya. Berjalan agak ragu mendekati gerbang kayu, mendorongnya dan masuk begitu saja. Sudah hafal dengan tabiat anaknya, ia tidak berpikir tentang kunci, tangannya langsung membuka knop pintu.

'Tidak pernah berubah'

Air wajahnya agak sedih, rumah itu semuanya masih persis seperti terakhir ia tinggalkan. Tidak ada yang berubah. Ia tahu tentang hari ujian ini, dan datang untuk membuat kejutan dengan membuatkan makanan kesukaan Naoki.

Sedang sibuk dengan potongan-potongan sayuran, bel berbunyi. "Yaa" ia bergegas menuju pintu depan dan membukanya. Matanya membulat, wajahnya pucat. Sosok dihadapanya pria yang menggendong gadis kecil, disisinya seorang wanita. Mereka tidak lain adalah mantan suaminya dan wanita yang merebut kebahagiaan rumah tangganya.

"Ka, kakeru!"

Pria itu juga terkejut melihat yamada-san "Miyuki?!" ia menurunkan anaknya dari gendongannya. "Kenapa kau ada disini? Mana Naoki?" pria itu.. santai sekali.

"Kenapa? kau pikir aku akan selamanya berada di rumah sakit jiwa? itukah yang kau harapkan?"

mantan suaminya hanya menggeleng pelan, sedikit menunduk

Setengah mati Miyuki-san menahan emosi, semua rasa sakit itu kembali menghujam dadanya. Wanita itu tampak tak merasa bersalah, gadis kecil itu.. anak yang dulu menjadi alasan kenapa suaminya berat untuk meninggalkan wanita ular itu. "Untuk apa kau datang kemari?" suaranya berat, seberat kebencian yang ia pikul saat ini.

"Aku dan Mari sudah memutuskan untuk membawa Naoki bersama kami," pria itu bicara tanpa melihat raut wajah Miyuki-san "Aku tahu ini berat untukmu. Tapi melihat kondisi Naoki dan juga laporan dari sekolah. Naoki lebih baik berada di lingkungan yang tepat. Keluarga yang utuh"

"Keluarga yang utuh katamu?" tangan Miyuki-san sudah mengepal begitu kuat, degup jantungnya bagai genderang perang. Lalu wanita itu bicara seakan tidak tahu diri

"Miyuki-san, aku akan merawat Naoki-kun dengan baik. Ia akan jadi kakak yang baik untuk Naomi"

"Siapa?" ia melirik gadis kecil yang tidak mengerti apapun itu. Naomi katanya, namanya. Entah Kenapa? Kenapa?! "Kenapa Naomi?! Kenapa?! KENAPA BRENGSEK?!!!!!!" Miyuki-san-san membanting pintu dan menangis. Semua kebencian yang sudah bisa ia kuasai kembali merasuk, berkumpul menyerupai gumpalan yang berat dan hitam bagai timah.

"Jika kita punya anak perempuan, aku akan menamainya Naomi" suara kakeru, mantan suaminya bergema di ruang kepalanya. seakan suara itu diucapkan saat itu juga. Semua kenangan buruk yang sudah sedikit demi sedikit ia timbun selama ini, kini seakan berhamburan kembali dan berbalik menguburnya.

Entah sudah berapa puluh menit ia tenggelam dalam tangisnya "Sudah tidak kuat lagi.... tidak lagi..." isak tangis masih menguasainya. Diluar sudah tak terdengar suara, mereka sudah pergi. Kepalanya menunduk sambil berjalan menuju dapur, tangannya gemetaran meraih pisau dapur.

"Naoki akan direbut... Naoki juga" suaranya lirih, tangisnya pecah kembali.

Senyum Naoki yang tergambar dalam ruang pandang nya seakan ikut melebur dengan airmata.

'Duniaku... sudah hancur'

Darah menitik dilantai. Satu .. dua.. hingga menjadi kolam darah. Pisau tajam itu sudah menembus dadanya. Rasa sakit sudah tak ia rasakan lagi.. suara isak tangis sudah tak terdengar lagi.

Sunyi ..

***

avataravatar
Next chapter