1 01

Sina memandangi seorang laki-laki yang tengah duduk di kantin tengah makan siang bersama teman-temannya, termasuk dengan kakaknya juga. Rasanya Sina tidak bisa mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sina sangat menyukai senyuman dari laki-laki itu yang menurutnya sangat manis. Saat lelaki itu tak sengaja menoleh, Sina langsung memutuskan kontak mata dan menunduk malu.

Nathan tersenyum kecil bukan karena apa ia sedikit terkejut sebenarnya memergoki seorang adik kelas yang diam-diam menatap dirinya. Nathan tersenyum kecil saat melihat adik kelas itu yang justru langsung menundukkan kepalanya karena malu. Itu sungguh menggemaskan bagi seorang Nathan. Kemudian Nathan kembali mengalihkan tatapannya ke arah teman-temannya.

.

.

.

.

.

Sehabis dari kantin, Sina terus berjalan menuju kelasnya dengan langkah yang sedikit lebar dan ia berjalan dengan menundukkan kepalanya. Jadi, dirinya beneran menabrak seseorang.

"Ahs, kalau jalan liat jalan dong!" ucap Seseorang itu dengan sedikit kesal. Sina langsung minta maaf dan menegakkan badannya. Dan.... Sina terkejut. Pasti. Ia masih terkejut karena seorang yang ditabraknya adalah orang yang ia lihat di kantin tadi. Siapa lagi kalau bukan Nathan.

"Em..., aku minta maaf. Aku tidak sengaja menabrak ." ucap Sina sedikit ramah dan canggung.

Nathan terdiam sejenak lalu pergi meninggalkan Sina dengan acuh. Sina masih terdiam. Laki-laki itu ternyata sama cuek dan dinginnya dengan Irham. Sina membalikkan badannya menatap punggung tegap Nathan.

'Sepertinya benar, gue nggak bisa gapai diri lo. Itu hanya mimpi bagi gue,' batin Sina.

🍀

Nathan tengah duduk di pinggiran angkringan sore itu. Di sana sangat ramai, tapi dirinya lebih memilih diam dan menunggu seseorang. Nathan ingat kejadian tadi siang dan hari-hari yang lalu. Teringat tentang perempuan yang berstatus adik dari teman dekatnya. Dimana saat itu, Sina menunggu sendirian di depan halaman sekolah karena Irham tidak juga menjemputnya. Kemudian dirinya sendiri masih menatap Sina dari jauh.

Sebenarnya, dirinya ini ingin sekali datang menghampirinya dan mengantarkannya pulang. Tapi saat ia akan melangkah menghampirinya, Irham sudah datang dan ia bisa melihat wajah kekesalan Sina. Ia melihat Sina hanya terdiam sambil memasang wajah dinginnya ketika ia sudah naik di motor. Nathan terus memandanginya sampai mereka tak terlihat. Nathan menghembuskan nafas pelan dan merenungkan sejenak.

'Kenapa gue jadi seperti ini? Biasanya gue nggak peduli dengan adik atau saudara teman gue. Apa gue itu....ahs, nggak lah gue suka sama Sina. Mungkin gue hanya kasihan aja ma dia' Analisis Nathan. Nathan kemudian tersenyum kecil begitu seorang yang ditungguin datang dengan orang lain.

"Tumben Lo baru dateng. Dia siapa? Cewek Lo?" tanya seorang yang berada di belakang Nathan. Irham tersenyum kecut dan acuh dengan pertanyaan temannya. Lalu dirinya memberikan alih motornya pada Sina sebelum dirinya bergabung.

Nathan masih menatap Sina dari jauh, Sina pun tersenyum kecil saat Irham berjalan menjauh darinya. Kemudian dirinya menatap Nathan dan sedikit terkejut karena dari tadi Nathan menatapnya. Sina lalu memberikan senyumannya dan pergi. Nathan masih mengekor kepergian Sina dan baru fokus pada temannya.

"Nath, anterin gue pulang nanti." ucap Irham pada Nathan yang kemudian dibalasnya dengan mengangkat bahunya.

"Nggak masalah." jawab Nathan lalu minum kopi.

"Hey, Lo belum menjawab pertanyaan Gue. Siapa tadi? Cewek Lo? Kok nggak Lo ajak main, sih?" heran seorang perempuan yang kemudian duduk disamping Nathan. Irham mengalihkan pandangannya ke arah perempuan yang berstatus sebagai pacar Nathan.

"Cewek apaan. Dia itu adik gue, "

"Adik Lo? Kok gue nggak tahu?"

"Ya nggak tahulah, Lo aja kan nggak pernah ke rumah gue. Dan gue juga nggak pernah ngenalin dia."

"Terus kenapa yang lain diam aja liat adik Lo?"

"Emang harus gimana? Heboh gitu, huh?"

"Ya enggak sih, Ham. Paling tidak kan saling sapa apa kenalan gitu kayak adiknya gebetan Lo itu." ucap Visel lalu menyesap es teh. Irham menghela pelan lalu menggelengkan kepalanya tak setuju dengan kata Visel.

"Nggak ah. Adik gue biar sama teman seumuran aja." jawab Irham lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celana jeansnya.

"Kenapa gitu?" heran Visel sembari menatap Irham.

"Nggak papa." jawab Irham tanpa menatap Visel maupun Nathan yang sebenarnya penasaran dengan jawaban Irham itu.

Visel kemudian mulai makan nasi goreng pesanannya sedangkan Nathan mengeluarkan sebungkus puntung Rokok begitupun dengan Irham.

🌿

Sina sudah sampai ditempat tujuannya yaitu cafe kopi. Disana, teman-temannya sudah menunggunya dengan membawa sepasang kekasih. Sina yang melihatnya entah mengapa menjadi kesal sendiri, karna hanya dirinya yang tidak membawa seorang pacar. Tapi ya sudahlah! Ia tidak masalah dengan itu.

"Ahs, jadi kacang lagi nih!" ujar Sina lalu berjalan menuju tempat temannya.

"Tumben Lo lama Sin," tanya Cina cewek berambut pendek.

"Ya gue nganter Kakak gue dulu ke tempat temannya."

"Oh..."

Kini meja tempat Sina dan teman-temannya itu sudah ramai dipenuhi dengan obrolan cerita, makanan,dan minuman. Sina hanya sibuk dengan buku novelnya. Iya. Sina hobi membaca buku novel. Terkadang Sina hanya merespon mereka dengan senyuman dan menjawab dengan singkat, karna ia tidak tahu apa yang harus ia katakan ketika teman-temannya itu saat bertanya kepada dirinya.

Sudah sekitar satu jam, Sina kemudian mengecek ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 21:00 malam dan Sina buru-buru berpamitan pada temannya itu.

"Lis, gue pulang dulu ya...udah malam banget nih!" ucap Sina Sambil memasukkan hp dan bukunya ke Tas selempangnya.

"Oh? Beneran? Nggak bareng sama kita?"

"Enggak, gue nggak bisa.Yaudah, gue duluan. Bye!" ucap Sina sambil berjalan keluar dengan melambaikan tangannya.

.

.

.

.

.

"Ni anak pada kemana sih jam segini belum pulang." ucap Mama Sina yang mondar-mandir di ruang tamu. Sedang papanya duduk sambil menonton Televisi.

"Biarin aja lah Mah nanti juga pulang kan.Tadi kan pergi sama Irham."

"Iya. Tapi diakan anak perempuan. Nggak baik anak perempuan kelayapan malam-malam gini. Apa nanti kata tetangga Pah!"

"Yaudah didengerin. Nggak usah ditanggapi." jawab Papa Sina sedikit santai. Mamanya hanya bisa menghembuskan nafas pasrah. Mama kemudian duduk disamping suaminya sambil menonton tv.

.

.

.

.

.

"Nath. Berhenti dulu yuk cari makan buat oleh-oleh dirumah." ucap Visel lalu menoleh ke Nathan sejenak. Nathan mengangguk setuju.

"Dimana? Emang mau beli apa?" tanya Nathan.

"Beli Mie ayam bakso tuh dipinggir jalan itu." jawab Visel sembari menunjuk pedagang yang tak jauh dari Indomaret depan. Nathan mengangguk lalu memberhentikan mobilnya.

"Gue juga mau pesan." kata Irham lalu kembali memfokuskan pandangannya ke arah ponselnya sejenak. Nathan yang mendengarnya langsung menghembuskan nafas pendek. Mereka bertiga kemudian keluar dari mobil bersama.

"Mau makan sekalian nggak?" tanya Nathan pada kedua orang itu.

"Kalau makan mending bakso aja deh yang dikit." jawab Nathan dan dapat anggukan kepala dari Visel. Nathan mengangguk lalu berjalan ke arah depan untuk memesan sedangkan Visel dan Irham mencari tempat duduk.

"Pak beli Mie ayam baksonya tiga bungkus dan baksonya 3 bungkus. Kalau yang dimakan disini 3 mangkuk bakso dan 3 es jeruk." ucap Nathan kemudian kembali ke arah teman-temannya berada dan duduk.

"Oh iya, Ham. Lo sama Farin gimana?" tanya Visel memulai obrolan.

"Lagi deket aja," jawab Irham dan meletakkan Handphone nya di meja. Visel menganggukkan kepalanya dan Nathan ikut berpartisipasi dalam pembicaraan itu.

"Lo nggak nembak, dia?" tanya Nathan akhirnya, Irham menoleh.

"Belum aja, karna dia belum sepenuhnya melupakan mantannya. Dan nanti kalau dia benar-benar sudah bisa move on, gue akan tembak dia. Gue hanya nunggu aja waktu yang tepat, " urai Irham dan mereka menganggukkan kepalanya.

Nathan lalu mengangkat kepalanya menatap di sekeliling jalan. Dan saat itu matanya tak sengaja melihat perempuan yang tengah berdiri di pinggir jalan sedang memesan makanan. Nathan menajamkan pandangannya dan kemudian ia tersenyum kecil.

'Jadi Lo suka makan roti bakar Sin,' batin Nathan.

"Nath?" panggil Visel tapi Nathan tidak menggubrisnya. Visel heran lalu menatap Nathan dan memanggilnya lagi.

"Iya kenapa?" tanya Nathan kemudian lalu menoleh ke Visel sejenak. Visel menghela pelan,

"Lo kenapa bengong? Liatin apa sih?" tanya Visel lagi. Nathan menggelengkan kepalanya. "Nggak. Nggak lagi liatin apa-apa cuma memandang jalan doang." dusta Nathan dan Visel percaya saja dengan jawaban yang diutarakan Nathan walaupun sedikit ambigu.

Kemudian Nathan kembali menatap ke arah dimana Sina berada. Sina yang duduk disana sambil bermain hp. Dari arah samping memang Sina terlihat begitu cantik yang natural tanpa make Up . Sina begitu menarik perhatian Nathan malam ini. Nathan bahkan tak bisa mengalihkan pandangannya ke arah lain. Bahkan saat pesanan sudah datang pun Nathan masih sibuk menatap ke arah Sina walaupun dari jauh.

"Nath makan dulu udah ready nih." ucap Visel sembari mengambilkan Nathan sumpit dan sendok. Tapi Nathan sama sekali tak mendengarnya. Perhatiannya tentu saja ke arah adik kelas itu. Hingga Visel benar-benar heran dan kesal dibuat Nathan.

"Nathan!" kesal Visel saat itu juga dan berhasil menyadarkan Nathan dari lamunannya. Irham memperhatikan ke arah Nathan yang sebenarnya sudah tidak fokus sejak tadi. Ada apa dengan Nathan malam ini.

"Lo kenapa Nath cewek Lo manggil dari tadi nggak direspon." ucap Irham setelah menyesap es jeruk. Irham menelan ludah kasar dan menggeleng cepat.

"Nggak. Cuma banyak pikiran aja." jawab Nathan mulai mencampurkan saos, sambal, dan kecap.

"Nath, Lo mikirin apa sih dipanggil nggak jawab-jawab." heran Visel yang akan makan bakso . Nathan kembali menggeleng dan mulai makan juga, "Nggak penting dan nggak usah dipikirin."

"Nggak penting dan nggak usah dipikirin? Lo aja mikirin sampe segitunya masa itu nggak penting?" protes Visel yang masih heran dengan sikap Nathan hari ini tapi pacarnya itu malah tak menjawab -jawab panggilannya. Dalam makan malam itu, Nathan selalu mencuri pandangan ke arah Sina dan mengabaikan Visel yang entah membicarakan apa sejak itu.

🌿

Sina merasa dari arah pandangan matanya ia seperti diperhatikan oleh seseorang, kemudian ia menengok dan… Sina menelan ludah kasar. Pemandangan yang dilihatnya sungguh membuat hatinya seperti ditusuk ribuan kali. Sina dan Nathan masih sama-sama menatap. Tapi dengan segera, Sina memutuskan kontak mata dan kenapa matanya sangat panas. Apakah Sina menangis?

Nathan masih memandangi Sina yang sekarang makan sambil menundukkan kepalanya.

'Ada apa dengannya,' beberapa detik Sina kembali menatap ke arah Nathan dengan mata sedikit memerah.

'Kenapa menangis...' batin Nathan lagi. Kemudian muncul ide di kepala Nathan. Ia ingin setelah makan ia akan ke sana. Ke tempat Sina.

Nathan dan Visel kemudian berjalan menuju mobil dan setelah Visel masuk, Nathan keluar dari mobil dan menyuruh mereka untuk tetap disini.

"Lah, emang Lo mau kemana, Nath?" tanya Irham yang mengernyitkan dahinya begitupun dengan Visel yang pasti sangat heran.

"Gue mau beli roti bakar sekalian buat adik gue dirumah."

"Oh, yaudah… hati-hati." pesan Visel.

Nathan tengah berdiri di pinggir jalan menunggu kendaraan renggang. Iya. Dirinya harus menyebrang jalan.

"Yes!" seru Nathan pelan.

"Ya ampun! Kenapa dia ke sini." ucap Sina pelan.

Kini, Nathan berada didepannya dengan posisi membelakanginya. Sina terus menundukkan kepalanya dan sesekali mengangkat kepalanya. Sembari menunggu pesanannya jadi, Nathan memutuskan untuk mencari tempat duduk. Sina yang mengetahuinya entah mengapa jantungnya berdetak dengan kencang. Dan terjawab karena Nathan memilih duduk di depannya.

"Lo, Sina kan adiknya Irham? Ngapain Lo ada disekitar sini?" tanya Nathan akhirnya sebagai permulaan pembicaraan. Yah, walaupun hanya sekedar basa basi. Sina tahu itu.

"Emm nggak sih kak. Cuma mau beli roti bakar aja." jawab Sina sedikit gugup. Nathan menganggukkan kepalanya mengerti.

"Gue mau nganter kakak Lo pulang sebenarnya tapi berhenti dulu cari makan." ujar Nathan yang tiba-tiba saja menjadi terbuka ke Sina.

"Kak Nathan suka roti bakar juga?" tanya Sina yang entah keberanian dari mana itu. Nathan membenarkan.

"Terutama adik gue dirumah. Gue beli buat dia." jawab Nathan jujur. Sina tersenyum lalu menganggukkan kepalanya pelan.

"Lo sering kejalan sini beli makanan?" tanya Nathan balik dan memandang Sina.

"Oh, gue sih udah biasa disini. Sebelum gue pulang pasti gue mampir dulu buat makan sekalian buat cari oleh-oleh." urai Sina mencoba untuk bersikap biasa dan sebenarnya terdengar sedikit cuek. Nathan menganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Oh… lo habis main ya?" tebak Nathan lalu Sina menganggukan kepalanya.

"Iya. Kenapa emang?" tanya Sina kemudian. Nathan terdiam sebentar lalu tersenyum kecut.

"Nggak papa, nebak aja. Juga, nggak baik cewek main terlalu lama apalagi malam gini." ucap Nathan membuat Sina terdiam dan entah mengapa ia sedikit kesal dengan jawaban Nathan.

"Oh. Terus apa bedanya ma cewek lo, dia aja masih sama Lo kan. Dan… bukankah dari sore juga… ah lebih tepatnya dia duluan dari pada gue." balas Sina tak kalah tajam membuat Nathan terdiam. Mereka sama-sama diam dan Sina akhirnya memilih untuk pergi dari tempat itu.

"Gue mau pulang. Sebelumnya, gue mau nanya satu hal sama lo. Sebelum lo bicara pikirin nggak apa yang akan Lo ucapin?" Nathan terdiam mendengar pertanyaan Sina.

"Jangan katakan hal seperti tadi dan jaga ucapan Lo kalau Lo nggak mau kena yang lebih hanya sekedar ucapan. Gue bisa mengucapkan yang lebih tajam dari apa yang Lo dengar tadi." lanjut Sina membuat Nathan langsung mendongakkan kepalanya dan mereka bertemu pandangan lagi. Nathan tahu arti tatapan yang dipancarkan Sina. Yaitu kebencian dan kekesalan karena ucapannya barusan. Sina memutuskan kontak mata dan berjalan ke arah motornya. Mata Nathan mengekor kepergian Sina.

"Kenapa Lo nangis Sin?" tanya Nathan

avataravatar