webnovel

Kai Muncul, Frei hilang

Tidak ada satu katapun tentang Devano dari Kai yang membuat Vera gelisah. Ia percaya padanya seratus persen. Baginya, sang kekasih itu sangat setia dan jujur apapun yang terjadi.

Beberapa hari belakangan, Vera mulai fokus pada keberadaan Frei. Ponsel temannya itu tidak aktif. Bahkan sang mama sampai menelponnya karena jarang pulang.

Untuk menurunkan pikiran negatif, Vera menjelajahi semua sosial media dan mencari grup yang bernama L.O.V.E. Tapi nyatanya nama ini cukup pasaran di jejaring sosial Facebook. Dia memeriksa satu per satu grup itu dan tidak menemukan keanehan.

Hampir semuanya bertema cinta, berbagi puisi cinta, atau tempat cari jodoh.

Ia mencari ke jejaring sosial lain. Setelah mencari kurang lebih sejam, ada sebuah akun di twitter yang sifatnya sebuah organisasi. Di kolom deskripsi tertulis:

L.O.V.E ~ CULTISM

November: Kaiden P. Karsana

Bukan hanya itu isi tweet dari akun ini semuanya aneh, kode-kode yang jelas tidak dimengerti oleh orang waras dan awam sepertinya. Gabungan huruf, angka, dan semuanya. Bahkan tadinya ia mengira ini bahasa SMS 4l4y.

Ia sama sekali tidak mengerti. Hanya saja banyak foto tentang kebersamaan dan video-video yang bagaikan seminar di gedung. Semua orang terlihat mirip perkumpulan biasa yang sering ada di alun-alun kota setiap minggu.

Vera menghabiskan waktu malamnya dengan menyelidiki grup itu. Dari sini, ia bisa melihat akun-akun pribadi milik anggotanya, terutama Kai. Padahal niatnya tidak akan mencaritahu, tapi sekarang malah melihat foto sok tampannya satu per satu.

Kai kelihatan normal kalau dunia maya. Namun di dunia nyata selalu selalu terlihat aneh.

Laki-laki itu jelas menyembunyikan sesuatu. Memang ucapannya sopan dan pandangannya mulai norma, tapi ada perasaan tidak nyaman saat berdua saja dengannta.

Semua ini memenuhi pikiran Vera hingga esok harinya. Apalagi saat ia tahu kalau Frei tidak kuliah.

"Frei hilang, Kai muncul..." katanya pada dirinya sendiri. Pikiran negatif tidak bisa menghilang dari otaknya.

Ia berspekulasi lagi, "Apa mungkin dia menyuruh Frei melakukan sesuatu kemarin?"

Frei tidak bisa dihubungi dari kemarin. Mamanya tahu-tahu memberitahu, "Maaf, Vera, ternyata Freissy sedang liburan sama pacarnya di Yogya."

Vera paham kalau Mamanya itu orang yang cuek asalkan anaknya masih hidup. Namun dia masih tidak bisa menerima pemberitahuan mendadak semacam itu.

Di kelas, ia tidak sanggup konsentrasi, di kantin juga tidak. Apalagi ada wajah-wajah asing mahasiswa kampus lain yang makan di meja sebelahnya, termasuk Kai.

Lelaki itu melambaikan tangan padanya. Ia memang tidak bermaksud menebarkan pesona, namun lagi-lagi senyuman yang dia gambarkan lebih ke arah 'sesuatu'. Ada niat lain dari gerak-geriknya.

Vera menunduk ke meja karena tidak tahan diperhatikan, "Apa maunya?"

Deva mulai masuk ke area kantin sembari membawa ranselnya yang kelihatan berat. Dia menyapa teman-teman dari kampus lain, sebelum akhirnya menghampiri sang kekasih.

"Vera?" Panggilnya langsung duduk di kursi depan Vera. Ia terlihat lega akan sesuatu. Tidak biasanya bisa bebas di jam sebelasan begini.

"Mau pesan apa? Kupesankan," tanya Vera.

Deva melihat jus mangga Vera seraya menjawab, "Sama denganmu."

Vera segera pergi ke stand jus dan memesannya. Sambil menunggu, ia juga beralih ke stand sosis bakar. Ia memesan semuanya berharap bisa melupakan orang aneh itu dengan banyak makan.

Tadinya ia berharap bisa makan bersama pacarnya saja, tapi dia malah pindah kursi untuk bercanda dengan mahasiswa lain. Ini salah satu sifatnya yang menurut Vera menyebalkan walaupun positif. Baginya, terlalu supel pada orang itu tidak baik bagi kondisi hati pasangan.

Vera menaruh camilan dan gelas jus di atas meja dengan sedikit keras. Lalu duduk setelah Deva kembali memperhatikannya.

"Kamu lagi bad mood ya?" Goda Deva sambil meminum jusnya.

Vera melirik Kai yang terus melambaikan tangan setiap mata mereka bertemu, "Iya, teman barumu itu selalu ada dimanapun. Apa kampusnya tidak ada perkuliahan?"

"Mereka kuliah malam, Sayang."

"Tetap saja, tidak perlu berkeliaran di kampus orang."

"Kamu kenapa? Marahan sama Frei? Dia tumben tidak kelihatan. Mamanya kemarin menelponku loh.."

"Dia tidak masuk. Katanya liburan sama pacarnya. Pacarnya ini juga siapa.."

Deva mulai paham kalau pacarnya sedang kesal. Ia pun merayu, "Kamu kenapa? Kurang belaian Abang Deva?"

Vera menanggapinya dengan senyuman kecil sambil menjawabnya dengan bisikan, "Kurang, Sayang."

Deva memalingkan wajah sambil tertawa, "Aduh, coba kita tidak di kantin."

"Udah ah, jangan mulai," pinta Vera lirih. Lalu mengalihkan pembicaraan mereka, "nanti bisa bantuin aku nggak, ada tugas filosofi."

Deva masih tetap menggoda, "Google'kan buka 24 jam, Sayang."

"Iya, tapi nanti hatiku tertutup 24 jam untukmu," sahut Vera cepat.

"Iya, iya, tapi nanti malam ya, aku ada pertemuan siang ini.."

"Boleh, jam tujuh harus sampai, kubuatkan makan malam."

"Serius nih, makan malam menunya apa dulu?"

"Kamu apa?"

"Apa ya, ayam goreng bumbu cinta mungkin."

Vera tertawa senang, "Bucin mode on."

"Salah ya? aku ini'kan budak cinta kamu," goda Deva ikut tertawa karena candaannya sendiri, "nggak sabar nanti dinne-nya gimana."

"Pasti seru."

"Mama kamu udah pulang belum?"

"Mereka masih bepergian kok."

"Loh, berarti rumah sepi?"

"Ya kan seringnya gitu."

"Semoga aku kuat ya..."

"Apa hayo?"

"Enggak ada, Vera sayangku."

"Kamu ada pertemuan jam berapa?"

"Iya sekadang ini sebenarnya, tapi aku pengen makan siang dulu sama kamu."

"Ya sudah kamu tinggalin aku aja."

"Nggak mau, cewek cantik kok ditinggalin."

"Udah deh ah," kata Vera benar-benar tidak bisa berhenti tertawa kalau mendengar candaan dari Deva. Dia segera mendorong tubuh pacarnya itu sembari berkata kembali, "pokoknya jangan lupa nanti..."

"Ya sudah, sekarang aku ngurus jadwal event dulu," kata Deva mengusap tangan Vera sesaat, lalu berdiri sambil buru-buru menghabiskan jus mangganya.

Dia menoleh pada kelompok Kai seraya mengajak, "Ayo ikut ke aula!"

Pada akhirnya semua meninggalkan Vera dengan langkah cepat, termasuk Kai. Ia mengekor di belakang Deva dengan santai, tapi tak berselang lama, dia malah berbalik menghampiri Vera.

Lelaki aneh ini mengatakan sesuatu dengan serius, "Eh, aku tidak suka dimata-matai loh, apalagi diselidiki oleh cewek. Siap-siap saja pembalasanku."

"Maksudmu?"

"Aduh, aku di-stalk cewek orang."

"Siapa juga.." bantah Vera terhenti karena memang lebih baik tidak usah menanggapi. Bibirnya itu malah melebarkan senyuman aneh. Nada bicaranya jelas marah tapi raut wajahnya menunjukkan hal sebaliknya.

"Sok tau, kamu itu stalker disini..." katanya lagi.

"Aku tahu dimana Freissy dan aku tahu apa yang sudah dilakukan pacarmu, Veronique-ku," bisik Kai semakin serius memandang gadis ini, "ini semua adalah rencana yang terstruktur sampai-sampai orang bodoh sepertimu menganggapnya 'kebetulan'."

Vera mengabaikan hinaan bodoh itu karena fokus pada plesetan namanya. "Jangan menambahkan -ku di namaku, aku bukan milikmu."

"Apa maksudmu, Sayang. Aku barusan hanya menyebut namamu jika dibaca dalam bahasa Indonesia."

Veroniku = Veronique

Ya, memang licik. Itu benar. Nama Vera diucapkan 'Veroniq' tapi tulisannya ada 'ue' jadi terkesan -ku. Sialan memang karena dia tidak bisa membantah.

Tapi kemudian Vera sadar, "Sebentar, apa kamu memanggilku Sayang? Hah?"

"Maaf, aku bercanda. Jangan baper, aku sudah punya kesayanga, banyak banget."

Kai pergi meninggalkan Vera. Ia sempat memberikan ciuman jauh untuknya.

Vera sudah yakin akan memberitahu kekasihnya tentang orang gila itu.

°°°

Next chapter