webnovel

Chapter 1 : Adaptasi

"MAMI AKU GAMAU SEKOLAH!"

Suasana kamar Vebby sangat kacau pagi itu. Bantal dan guling ungu kesukaannya sudah terlempar entah kemana.

Vebby. Gadis manis berumur 15 tahun yang tidak ada manis-manisnya kalau ngambek. Kulitnya putih ibarat putri keraton di iklan-klan kursi pijat. Rambut sepundak, hitam, dan punya poni gantung agak miring karena coba-coba potong sendiri tapi gagal. Tingginya 158cm. Matanya agak sipit dengan warna cokelat terang. Bibirnya tipis. Hidungnya tidak mancung tapi tidak pesek. Pipinya tembem. Beratnya? Dia marah kalau ditanya soal berat badan, tapi yang pasti dia cukup ramping. Ibarat artis korea dia suka dibilang mirip Dahyun dari Twice walaupun perbandingannya cuma 4/12 bukan 11/12 padahal yang mirip cuma pipinya.

"AKU GAMAU JAUH-JAUH DARI MAMA! HUWAAAAAAAAAAAA" Vebby menangis, berguling-guling dari ujung satu ke ujung lain di kasurnya. Persis anak sd yang break dance minta mainan.

Gita berdiri di depan pintu, menghirup nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Dia memaklumi anak gadis kesayangannya ini. Anak gadis ini yang manjanya minta ampun akan disekolahkan ke luar kota. "Gadisku tahan tidak ya? Harusnya tahan sih. Dia cuma manja tapi penurut." batinnya. Anak gadis satu-satunya yang dari bangun sampai tidur lagi selalu nempel dengan Mamanya ini sebentar lagi akan tinggal jauh dari sang Mama.

"Iya sayang... Mami juga maunya Vebby sekolah dekat sini aja, tapi papamu mau kamu bisa belajar di sekolah yang lebih bagus dan mulai mandiri. Mau ya sayang?" Gita melangkahkan kakinya mendekati putri kesayangannya itu. Beliau berdiri diujung kasur menunggu putrinya selesai berguling-guling. Sepuluh menit berlalu, Gita masih dengan sabar menunggu. Setelah putrinya dirasa cukup tenang, beliau duduk di samping putrinya. Gita mengelus rambut anak kesanyangannya yang sedang sesenggukan dibalik selimut itu dengan lembut. Lalu mengacak-acak rambut anaknya.

"Udah capek nangisnya?" Tanya Gita dengan nada mengejek. Dia mencubit gemas pipi putrinya yang menyembul diantara selimut.

"Udah Mih...." Vebby menjawab dengan suara serak. "Kenapa Mami kasih tahunya tiba-tiba? Ga pake basa-basi dulu kek, minum teh dulu kek, ke McD dulu kek, nego-nego sama aku dulu kek. Tau-tau udah diultimatum aja. Mana terima aku. Ritual berontak dulu lah." Lanjutnya dengan nada kesal, meminta kejelasan dari mamanya.

"Biar surprise sayang. Mami udah lama gak lihat kamu ngambek." Gita tertawa kecil sambil menjewer kedua pipi putrinya gemas untuk menyegarkan suasana. "Mami sebenernya dari waktu kamu ujian udah berunding sama Papimu. SMA di sini kan belum ada yang standar internasional. Lebih bagus kalau ke luar kota. SMA Pertiwi tahukan? Yang sering masuk berita itu. Fasilitas dan asramanya bagus, guru-gurunya juga asik kalau ngajar kata temen mami. Biar kamu lebih nyaman belajar. Hitung-hitung bisa belajar mandiri." Gita menjelaskan panjang lebar alasannya untuk meyakinkan Vebby.

"Aku udah gabisa nego lagi Mih?" Tanya Vebby Cemberut. "Nanti aku disana sama siapa? Kan mami tau aku agak males bergaul. Kalau nanti aku jadi anti sosial, terus depresi, terus bunuh diri gimana?"

Gita menyentil bibir Vebby. "Ngomongnya ngawur aja kamu ya! Masa iya cuma gara-gara sekolah jauh aja kamu begitu? Anak mami bukan?" Gita mencubit pinggang Vebby. "Mami udah kontak tante Cindy sama tante Dewi. William sama Siska mau daftar sekolah disana juga. Jadi kamu ada temennya. Gak ada alasan lagi ya?"

Vebby mendengar penjelasan mamanya melongo. "Kok bisa Mih? Aku kira aku sendiri."

"Ya enggak sendiri lah. Tante Cindy yang tawarin ke mami sama tante Dewi."

Gita, Cindy dan Dewi adalah sahabat sejak kuliah. Setelah menikahpun mereka akhirnya tinggal di kota yang sama secara kebetulan. Jadi, sejak kecil anak-anak mereka memang sengaja disekolahkan di tempat yang sama karena kedekatan mereka.

"Emang gelo ya geng-gengannya Mami. Bisa gitu aku, William ama Siska ga pisah-pisah dari TK." Vebby masih terheran-heran. Setidaknya dia sudah sedikit lega mendengar dua sahabatnya sejak kecil juga akan sekolah di tempat yang sama. "Yaudah, Vebby gak bisa nego-nego juga." Vebby melunak. Walau masih khawatir nanti bagaimana dia bisa tinggal di asrama tanpa orang tuanya. Paling tidak dengan kedua sahabatnya disana semuanya akan lebih baik pikirnya.

"Nah gitu dong cantikku." Gita mecium pipi Vebby. "Sarapan dulu sana sama papi dibawah. Tadi pake acara lari ke kamar sih. Belum juga selesai Papi ngomong."

"Ehehe.Iya Mih maap." Vebby bangkit dari kasurnya. Beranjak turun ke ruang makan yang berada di lantai 1 rumahnya untuk sarapan.

---

Sebulan sebelum Masa Orientasi Siswa diadakan Vebby dan orang tuanya mempersiapkan kepindahan Vebby. Vebby dan kedua orang tuanya tiba di asrama sore hari. Butuh waktu 3 jam dari rumah Vebby menuju ke asrama.

Asrama SMA Pertiwi terletak tepat di seberang SMA pertiwi. Luas kompleks asrama lebih kurang 500 meter persegi dikelilingi tembok beton setinggi lebih kurang 2,5 meter. Terdiri dari 2 Gedung dengan 4 lantai yang saling berhadapan satu sama lain. Kedua gedung dipisahkan taman kecil yang asri. Satu gedung asrama putra dan satu gedung asrama putri. Siswa tidak boleh berkunjung ke gedung tempat tinggal lawan jenis, jadi di taman terdapat beberapa kursi dan meja untuk kerja kelompok dan sebagainya. Di lantai pertama masing masing gedung terdapat Kantor administrasi, kantor satpam, dapur, ruang makan, dan ruang pertemuan. Lalu pada lantai 2 terdapat kamar-kamar siswa kelas 10, lantai 3 untuk siswa kelas 11, dan lantai 4 untuk siswa kelas 12. Ada tangga berada di kedua ujung koridor asrama.

"Mih, kok asramanya bagus?" Tanya Vebby kepada mamanya dengan sedikit menganga.

"Oh iya dong. Kan udah mami bilang sekolahnya sering masuk berita karena bagus. Asramanya juga pasti bagus. Gengnya mami udah survey duluan. Aman sayang" Jawab Gita dengan nada menyombong.

Mereka menuju kantor administrasi untuk menyelesaikan pendaftaran dan hal-hal lain yang perlu dilakukan.

Setelah menyelesaikan administrasi Vebby dan kedua orang tuanya diantar oleh staff ke kamar Vebby. Kamar yang diisi 2 kasur, 2 meja belajar, 2 lemari pakaian yang agak besar dan kamar mandi dalam dengan heater dan shower.

Kamar itu terlihat kosong. Tidak ada tanda-tanda kehadiran orang lain yang datang sebelum keluarga Vebby. Staff yang tadi mengantarkan mereka memberikan kunci kamar kepada Vebby lalu meninggalkan mereka untuk beres-beres. Kegiatan bongkar-membongkar dan tata-menata kamar selesai saat matahari mulai terbenam.

"Pih, Vebby capek. Laper juga. Makan malam dulu sebelum Papi sama mami pulang boleh?" Vebby merebahkan badan ke kasur sembari mengusap-usap perutnya mengisyaratkan ke Papanya untuk segera mengajaknya dan mamanya makan. "Kan mulai besok Vebby udah gak makan bareng lagi. Bakal jarang banget makan bareng. Libur semester baru bisa pulang." Lanjutnya dengan lesu.

Gita mendekat ke arah gadisnya itu. Menepuk atau lebih tepatnya menapar bokong anaknya *plak*. Suaranya cukup nyaring, mungkin terdengar hingga dua kamar disebelah kamar ini. "Anak Mami gak usah sedih-sedih. Gak cocok" Gita berusaha menyegarkan suasana.

"ADOH SAKIT MAMIH!" Pekik Vebby. Dia mengelus-elus bokongnya sambil tertawa. Mereka tertawa bersama.

"Sayang, makan ke McD yang kita lewatin pas kesini aja ya. Ajak Siska sama William sekalian. Katanya emak-emaknya mereka udah sampai dari pagi." Kata Gita ke Andi.

"Iya sayang." Jawab Andi sambil terkekeh kecil. "Adek cepet WA William sama Siska. Papi juga udah lapar."

"Sabar Pih. Pantat adek masih sakit. Ehehe." Vebby diam sejenak lalu mengambil HPnya dan mulai mengirim pesan ke Siska.

Vebby : "GORILA BERKEPANG KESAYANGAN AKUUUUH :*"

Siska : "APE LU HEH? DIDIKAN ORANG TUA DIINGAT YE! GAK BOLEH KURANG AJAR SAMA ORANG"

Vebby : "Kalem beb. Kan panggilan sayang, bukan kurang ajar :3. Mami sama Papi aku mau ngajak makan. Ikut sini. Udah di asrama kan?"

Siska : "O. Makanan? Oke tunggu bentar. Gua pipis dulu."

Kemudian Vebby mengirim pesan selanjutnya ke William.

Vebby : "Pangeranku."

Vebby : "Cintaku."

Vebby : "Pria idamanku."

Vebby : "Calon ayah dari anak-anakku."

Vebby : "Diajak Mami sama Papi makan bareng ini. Hayuk."

William : "Ok."

Vebby : "Kok jawabnya Ok doang? Ini mau apa enggak?"

William : "Mau. Bentar, siap-siap terus turun."

"Udah aku WA Pih. Aku suruh nyusul ke parkiran."

Siska bukan gorila sungguhan. Dia gadis dan manusia tulen. Kulitnya sawo matang. Matanya belo dan alisnya lebih tebal dibandingkan anak gadis lain seperti Vebby yang minim alis. Hidungnya agak minimalis dan bibirnya standar perempuan pada umumnya. Rambutnya pendek, mirip aktris korea. Lebih tinggi 5cm dibanding Vebby karena rajin basket dan renang. Tipikal gadis tomboy idaman pria-pria lemah. Siska ibarat bodyguard Vebby dan William karena cenderung galak dan terlihat gagah perkasa. Kalau bicarapun sering kali senyaring toa mesjid.

Di sisi lain, William punya watak berbeda 180 derajat dibandingkan dengan Siska. Dia cenderung pendiam, kalem, rajin belajar, bicara seadanya, walaupun kadang jadi menyeramkan kalau kedua temannya terlalu berisik. Walaupun begitu, jika kedua sahabatnya mengalami masalah dia yang paling tahu cara membereskannya. Kalau tidak tahu pun dia akan menanyakan pendapat orang tuanya. Dia sangat terbuka dengan kedua orang tuanya. Banyak hal yang ia pelajari dari mereka, sehingga William punya pola berpikir yang cukup dewasa bila disandingkan dengan anak-anak seusianya. Tinggi William 165cm. Rambutnya lurus dan agak panjang dengan poni jatuh ke kanan. Biasanya menggunakan kacamata minus 3.00 dengan frame besar berwarna biru gelap. Matanya sipit dengan iris cokelat gelap. Hidungnya agak macung. Dia memiliki bibir agak tipis dan dagu cukup lancip. Walaupun terlihat seperti kutu buku, dia jago hampir semua cabang olah raga kecuali catur. Pintar, atletis dan pengertian. Idaman banyak gadis. Tapi sangat disayangkan dia tidak tertarik dengan lawan jenis, dia lebih tertarik mengamati orang pacaran dan cerita cinta di drama.

Tidak sampai 5 menit menunggu Siska menghampiri Vebby sekeluarga di parkiran. "Halo om Andi, Halo tante Gita" Sapa Siska lalu salim dengan kedua orang tua Vebby. "Om, kata Vebby mau makan-makan enak ya? Kemana nih?" Gurau Siska.

"Rahasia." Jawab Andi bergurau.

"Kata Umi tadi mereka langsung pulang habis ngaterin Siska ya?" Tanya Gita.

"Iya nih tante. Abi ada panggilan dari RS. Ada yang harus diurus katanya." Jawab Siska.

"Ini. William di mana ya? Lama banget sih." Vebby sudah mulai tidak sabar menunggu. "Adek bayi di perut udah meronta-ronta rindu makan ini."

Gita menepuk mulut putrinya. "Vebbiana Putri Prastika! Nomongnya dijaga! Mami belum mau punya cucu!"

"Aduh Sakit. Iya Mih maap. Gak ngomong sembarangan lagi." Ujar Vebby kapok dipukul Mamanya. Ternyata Gita itu Mama gaul yang suka main tangan.

Selagi menunggu mata Vebby tak sengaja tertuju ke lorong asrama. Dia melihat sosok William berjalan ke arah parkiran. Tapi tidak sendiri. Ada dua orang lain yang menarik perhatian Vebby. Mereka berjalan beriringan bertiga. Dan dua orang yang bersama William terlihat sama persis. "Kembar ya?" pikirnya. "Ganteng" Tak sengaja kata itu keluar dari mulut Vebby.

Mendengar kata ganteng Gita menoleh. "Iya sayang gimana?" Tanya Gita.

"Eh. Itu. Anu. Gapapa Mih." Vebby tergagap, "William udah dateng itu." Tunjuk Vebby kearah William yang barusan ber 'bye-bye ria' dengan dua temannya.

"Halo om, tante." Sapa William, "Maaf tadi habis ngobrol bentar."

"Iya gapapa William. Langsung berangkat aja ya. Biar pulangnya gak kemalaman." Ajak Andi.

Mereka masuk ke mobil dan langsung berangkat ke tempat makan.

Gita dan Andi asik ngobrol berdua di kursi depan. Siska memejamkan mata sambil mendengarkan lagu lewat earphonenya di kursi tengah. Di sebelah Siska, Vebby melamun sambil melihat keluar jendela. Sedangkan William sibuk membaca novel digital yang barusan dia beli di HPnya .

Belum jauh beranjak dari Asrama mereka berpapasan dengan si kembar tadi. Vebby melirik ke arah mereka dari kaca mobil dan menyenggol Siska. "Eh gorila, lihat sini ada peranakan Surga-Korea". Vebby kemudian menepuk pipi Siska beberapa kali lalu mengetuk-ngetuk kaca mobil menunjuk kearah si kembar.

"Mana-mana?" Siska membungkukkan badannya ke arah jendela di sebelah Vebby berusaha untuk mengintip si kembar. Secara tidak sengaja Siska menindih Vebby yang memang 4kg lebih kurus darinya.

"EH GORILA. BERAT. SANTE AJA KALI!" Vebby mengeluh setengah teriak ke telinga Siska. Vebby menggeser badannya dan menepuk-nepuk bahu Siska agar dia kembali ke tempat duduknya.

"Yah. Gak sempet lihat. Keburu jauh." Siska kembali duduk di tempatnya. Dia tidak merasakan sakit sama sekali. Pukulan Vebby tidak terasa baginya.

Gita melirik ke belakang karena mendengar kegaduhan dari kursi tengah. "Adek kenapa nyaring-nyaring ngomongnya?" Tanya Gita.

"Eh. Gapapa Mih. Lanjut aja ngobrolnya." Vebby tersenyum agak salah tingkah kepergok Mamanya.

Vebby menoleh ke belakang, memanggil William. "Will, Will."

"Hm. Kenapa?" Tanya William yang duduk sendiri di kursi belakang. Irit bicara seperti biasanya. Dia tidak akan memulai pembicaraan kecuali ada perlu atau diajak bicara.

"Itu Will. Temenmu yang kembar tadi namanya siapa? Ganteng." Vebby bicara pelan-pelan karena malu kalau Mama dan Papanya dengar.

"Deva sama David. Mau aku kenalin?" Jawab William datar.

"Vebby minta dikenalin ke cowok?" Gita menyambar dari depan. Obrolan William dan Vebby ternyata terdengar sampai depan.

"Enggak kok Mih, Enggaaak. Sungguh." Vebby menyangkal. Tapi wajah Vebby berkata lain. Pipinya perlahan-lahan memerah.

Gita menoleh ke belakang untuk menggoda Vebby. "Udah umurnya kan? Gapapa kok kalau naksir cowok. Yang penting nanti cerita-cerita ke Mami. Sama jangan nakal-nakalan sama pacarnya. Kalau ketahuan nanti Mami coret dari kartu keluarga ya?" Di akhir kalimat tanyanya Gita memberikan senyum lebar tapi dengan kesan mengintimidasi.

Wajah Vebby semakin memerah. Malu tapi terintimidasi juga. Vebby membenamkan wajahnya ke jaket yang tadi ditindihnya. Dia malu. Ini kali pertamanya membahas cinta-cintaan dengan kedua orang tuanya.

"Eh tapi beneran gapapa Mih kalo Vebby pacaran?" Tanya Vebby malu-malu dari balik jaketnya.

"Gapapa dong. Kan udah gede. Tapi harus bertanggung jawab. Sama diri sendiri, pacar, sekolah, juga sama Mami Papi. Iya kan sayang?" Jawab Gita tapi dengan nada lebih santai.

"Iya. Tapi gak boleh sama cowok nakal ya." Tegas Andi. Sesekali melihat ke arah spion tengah untuk memperhatikan reaksi putrinya di belakang.

"Tapi biasanya yang ganteng yang nakal Om. Gimana dong?" Siska menimpali.

"Kalau gitu datang ke rumah dulu. Om pukulin sampai tobat baru dapat restu."

"Oke Pih." Vebby menjawab dengan senyum kecil di bibirnya.

***

Deva dan David. Si kembar yang kata Vebby 'Ganteng' tadi sedang berjalan-jalan di sekitar kompleks sekolah. Menyusuri trotoar sembari menikmati udara senja.

"Dev, William manis juga ya." David memulai pembicaraan dengan tawa kecil sambil menatap langit.

"Eh Gilak! Lu sekarang menyimpang?" Mata Deva melebar menatap David kaget. Deva melongo menghentikan langkahnya. "Dari kapan? Kok gua gak tau? Kok elu baru cerita sekarang?". Dia tidak berhenti mengajukan pertanyaan bahkan sampai menanyakan tentang masa depan, nasib orang tua, pacarnya yang lagi LDR karena beda tempat sekolah, kalau meninggal masuk neraka, dan lain sebagainya.

"Kagak lah. Bercanda doang. Masa iya yang ganteng macam gua doyan yang ganteng juga. Geli tahu. Hahahahaha." David menendang kaki saudaranya bergurau. "Elu juga, dari pergi keluar asrama sampe sekarang juga melamun sama ketawa-ketawa sendiri. Kenapa? Lu naksir temennya Wiliiam?" Tanya David.

"Em. Anu. Itu. Anu. Itu. Eng. Enggak." Deva mendadak gagap. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tersenyum salah tingkah.

"Yang poninya gak rata itu kan?" Tebak David merujuk ke Vebby yang masih belum mereka kenal. "Tapi beneran cantik sih." Lanjut David sambil tersenyum lebar. Dia menggelitiki pinggang saudara kembarnya.

"Apaan sih lu. Iya cantik sih. Banget malah. Entar gua mau minta kenalin sama William." Deva mendorong saudaranya untuk melepaskan diri.

Si kembar ini blasteran Indo-Korea atau kalau kata Vebby turunan Surga-Korea. Wajah mereka sama persis. Matanya tidak sesipit orang korea asli. Tinggi mereka 167cm karena dua-duanya sangat suka basket sejak SD kelas 5. Kulit putih, rambut potongan anak SMA pada umumnya, tapi agak panjang sedikit, jadi masih di batas aman. Berat badan lebih kurang 58kg. Atletis sekali lah pokoknya. Pipinya agak tirus tapi dagunya tumpul. yang membedakan mereka berdua biasanya pakaian yang biasa dikenakan. Deva menyukai pakaian berwarna cerah sedangkan David lebih suka yang benuansa monochrome. Dua lagi yang membedakan mereka adalah tahi lalat kecil di ujung mata kanan Deva dan gigi kelinci David.

Setelah dirasa berjalan cukup jauh dari asrama mereka memutuskan untuk pulang .Sembari mencari tempat makan di pinggir jalan karena mereka sudah lapar.

***

Milka baru saja menghabiskan burger ketiganya. Di depannya Ingga hanya bengong sambil meminum sodanya. Ingga heran dari sejak kapan Milka makan se'anarkis' ini. Ingga kehilangan nafsu makan melihat pemandangan di depannya. Ketua dan Wakil Ketua OSIS SMA Pertiwi ini duduk di meja outdoor lantai 2 McD. Di meja mereka bertebaran kertas bungkus burger, minuman dan dua laptop yang menampilkan draft anggaran kegiatan.

"Jangan lupa minum." Ingga mengingatkan seraya menyodorkan air mineral ke Milka.

"Thanks ya traktirannya. Ehe." Milka menyambut botol itu lalu menegaknya sampai habis kemudian bersendawa dengan kencang.

"Ini anak kecil-kecil perutnya gak punya adat." Batin Ingga.

Ingga dan Milka sedang membahas persiapan Masa Orientasi Sekolah. Ingga, sang Ketua OSIS yang notabene harus merekap draft anggaran dan rangkaian kegiatan ini terpaksa melimpahkan semuanya ke Wakilnya. Saat pergi liburan dengan keluarganya Ia lupa membawa laptop dan nahasnya keluarganya pergi sepanjang liburan. Jadi semua tugasnya dihibakan ke Milka. Karena merasa bersalah, Ingga mentraktir Milka apa saja yang dia mau di tempat makan sambil membahas acara.

Setelah semua tugas dan tanggung jawabnya selesai, mereka bersiap untuk pulang. Ingga dan Milka turun dan menuju ke parkiran sambil mengobrol. Ingga asik menceritakan liburannya di Bali. Mulai dari sendalnya yang hilang sebelah terbawa ombak sampai punggungnya yang 'dinodai' burung camar saat berjemur.

Mereka berdua berpapasan dengan Vebby sekeluarga plus Siska dan William. Ingga tidak sengaja menoleh ke arah William yang asik dengan HPnya dan berkata "Astaga Mamah pangeranku." Matanya tidak lepas menatap William.

William yang tidak sengaja mendengar menoleh ke arah Ingga. Dia hanya tersenyum canggung lalu menyusul Vebby dan yang lain.

Setelah William sudah agak jauh Milka menepuk pipi Ingga. "Oy. Mata mulut dijaga itu mata mulut."

"Eh sori. Dia beneran barusan senyum ke gua?" Ingga gelagapan karena melihat William tersenyum kearahnya.

"Lah elu pake ngomong astaga Mamah pangeranku." Gerutu Milka. "Mana ada orang gak canggung dipanggil pangeran. Mana ganteng beneran lagi. Ah lu mah bikin malu."

"Sori-sori Gua reflek hehehe. Itu anak seganteng aktor yang kemaren gua tonton. Gimana gak hore-hore ini mulut sama mata." Ingga membela diri.

"Ah elu mah. Norak." Milka geli melihat kelakuan atasannya ini.

"Tipe gua banget jadi mau gimana lagi." Muka Ingga semerah tomat arab."Malu-maluin aja ini mulut." Ingga menepuk-nepuk mulutnya sebal.

Next chapter