30 Chapter 6 [Part 4]

Chapter 6 [part 4]

Keesokan harinya, Julio sudah bangun terlebih dahulu untuk menyiapkan sarapan mereka berdua. Ia memasak sup untuk pagi ini, tak lama Chelsea datang sambil mengusap-usap matanya.

"Pagi, Chelsea." sapa Julio sambik tersenyum.

"Hoaaaaammm… Pagi, Kak Julio—. Eh? Kak Julio!?" Chelsea terlihat terkejut melihat Kakaknya sudah bangun, karena tidak biasanya ia melihat Kakaknya itu bangun sepagi ini.

"Kenapa kamu terkejut begitu?" tanya Julio.

"A-Ah tidak… hanya saja, tidak biasa melihat Kak Julio bangun pagi. Biasanya kamu kan harus di bangunin dulu."

"Kamu mengejek ya?"

"Gak tau deh~"

Chelsea langsung berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Beberapa menit kemudian, Chelsea sudah selesai mandi dan ia juga sudah memakai seragam sekolah, Julio juga sudah selesai memasak dan mereka siap untuk sarapan.

Saat sarapan, Chelsea terlihat murung. Ada sesuatu yang ia fikirkan, Julio yang melihat wajah sang adik terlihat begitu pun langsung menanyakannya.

"Kamu kenapa?" tanya Julio.

"Tidak… aku tidak apa-apa." jawabnya lesu.

"Jangan berbohong, aku itu Kakakmu, beritahu lah aku bila kamu sedang dalam masalah."

"Sudah kubilang, aku tidak apa-apa."

Meski berkata seperti itu, Chelsea tidak dapat menghentikan kekhawatirannya. Julio pun berhenti makan dan menatap Chelsea, wajah Julio terlihat serius. Ia sepertinya sudah tau apa yang membuat wajah Chelsea terlihat murung begitu.

"Aku tau… apa kamu takut?" tanya Julio.

Chelsea yang mendengar perkataan Kakaknya itu langsung memalingkan wajahnya. Dugaan Julio benar, Chelsea memang sudah melihat kejadian yang buruk secara beruntun dari minggu kemarin. Wajar bila Julio langsung mengetahui apa penyebab wajahnya murung. Julio juga sangat menyesal karena Adiknya harus melihat itu semua, melihat perkelahiannya dengan Rio, melihat surat hukumannya dan juga melihat amarahnya yang tidak pernah ia keluarkan.

"Maaf ya… kamu pasti takut ya, tapi itu semua sudah berlalu. Kamu tidak perlu mengingat itu lagi." ucap Julio dengan lembut.

"Tapi! Aku tidak tega melihat kak Julio, Keburukan selalu saja menimpamu! Sejak dulu, kamu selalu menghadapi itu sendiri… Kenapa kamu tidak pernah membiarkan ku membantumu!? Kenapa kak? Kenapa!?" ucap Chelsea yang akhirnya mengeluarkan kekhawatirannya.

Chelsea terlihat marah namun ia juga khawatir. Chelsea mengatakan itu karena ia ingin berguna bagi Kakaknya, ia sangat menyayangi Julio, ia ingin berguna baginya, ia juga sangat ingin menyingkirkan semua beban yang Julio tanggung, tapi Julio selalu melarangnya.

Julio hanya tersenyum, Chelsea yang melihat senyumnya hanya bisa memalingkan wajahnya. Julio pun berdiri dan mendekati, Chelsea bisa melihat tubuh Julio, ia pun mengangkat wajahnya perlahan. Ia pun bisa melihat wajah Kakaknya yang sedang tersenyum, Julio pun berlutut dan memeluk Chelsea.

"Terima kasih… karena sudah selalu mengkhawatirkan ku. Tapi kamu tidak perlu seperti itu, kamu juga sudah sangat membantu ku disini. Dengan adanya dirimu disini, itu sudah membuatku sangat senang. Kehadiranmu juga memberiku semangat untuk bersekolah, semangat untuk menjalani hidup kembali. Semenjak kematian ibu dan kepergian orang itu, aku sudah tidak memiliki alasan untuk hidup. Tapi, kamu selalu ada untuk mendukungku, selalu memberiku semangat. Karena itu, kamu adalah sesuatu yang sangat berharga bagiku, karena itu aku tidak mau kamu merasakan apa yang aku rasa. Hanya melihat mu tersenyum, aku sudah sangat bahagia. Karena itu, aku mohon… jangan pasang wajah seperti itu lagi… Ya."

Mendengar semua perkataan itu, Chelsea memeluk Julio dengan sangat kuat, air matanya mengalir deras. Ia menyebut Kakaknya berkali-kali bersamaan dengan air mata yang mengalir. Julio bisa merasakan pundaknya basah, ia hanya mengusap pundak Chelsea agar ia tenang. Bagi Julio, Chelsea adalah sesuatu yang sangat berharga baginya, ia rela mengorbankan dirinya demi keselamatan Chelsea, ia rela bila harus berhenti sekolah dan bekerja setiap saat agar Chelsea bisa sekolah sampai masuk universitas. Karena itu, ia juga begitu menyayangi Chelsea.

"Sudah… sudah… kamu sekarang harus sekolah loh." ucap Julio.

"Huwaaaa… Aku tidak mau, Aku mau bersama Kakak… Hwaaaaaaa… hiks.." ucap Chelsea yang di sertai tangis.

"Ah, jangan begitu dong… kamu tidak boleh membolos hanya karena seperti ini."

"Hiks… Hiks…"

Julio pun melepaskan pelukannya, ia mengusap kepala Chelsea dan tersenyum kepadanya.

"Ayo… sekarang sekolah, kamu ingin membuatku senang kan? Kamu ingin membantu ku kan?"

Chelsea hanya mengangguk sambil mengusap air matanya.

"Kalau begitu… sekarang kamu sekolah dan tersenyumlah."

Chelsea pun memaksakan diri untuk tersenyum, meskipun ia masih merasa sedikit sedih. Wajah Chelsea terlihat sangat lucu ketika ia tersenyum dan menangis secara bersamaan. Julio pun mencubit pipinya.

"A-Aw sakiiiiit!"

"Hahahahaha… habisnya kamu lucu sih."

"Hmmppphh!"

Setelah itu, Chelsea pamit pergi ke sekolah. Julio hanya melambaikan tangannya dan melihat Chelsea pergi sendiri ke sekolah. Ia pun menghela nafas.

"Haaah… ya tuhan, beruntungnya aku punya adik seperti dia." ucap Julio lalu masuk ke rumah.

Beberapa jam setelah Julio membersihkan rumah, ia pun mandi. Setelah mandi, Julio memakai pakaian yang sangat rapih, ia juga memakai parfum yang sebenarnya jarang ia pakai. Ia terlihat sangat rapih hari ini. Ia sepertinya sudah siap untuk menjalankan rencanannya, yaitu mencari pekerjaan paruh waktu.

"Baiklah, semoga ini berjalan lancar!" ucap Julio.

Ia pun keluar dan mengambil sepeda yang ia simpan di belakang rumah dan langsung menuju ke beberapa toko atau cafe yang ada di kota.

***

Di sekolah, Herry juga terlihat sedikit murung karena ia tidak bisa melihat sahabatnya yang duduk di depan tempat duduknya untuk sementara waktu, begitu juga Jessica. Sementara di ruang Osis. Bella hanya menatap keluar jendela, ia sepertinya sama seperti Chelsea yang sebelumnya. Selvia tidak terlalu mendengar candaan temannya di kelas, ia hanya memikirkan Julio. Chelsea, ia terlihat berseri-seri setelah apa yang terjadi sebelumnya, sampai-sampai Luna dan Latifa bingung apa yang terjadi pada teman mereka itu. Sementara, Lily sepertinya ragu untuk memilih prihatin atau marah kepada Julio Dan Sophie… ialah yang merasa paling bersalah dan tidak enak kepada Julio dan Chelsea karena…

Seluruh siswa di sekolah SMP maupun SMA 1 sudah mengetahui tentang masalah Rio, akan tetapi… yang mereka anggap pahlawan adalah Sophie, bukan Julio.

Sophie dianggap pahlawan karena mereka menganggap kalau Sophie lah yang sudah membuat Rio tersadar akan perbuatannya dan berhasil membuat Rio keluar. Rio sudah sangat terkenal dengan sifat yang luar biasa buruk, Karena itu menyadarkan dan membuat Rio keluar sama saja menyelamatkan sekolah, karena Rio adalah satu-satunya yang akan meneruskan yayasan sekokah SMA 1 dan SMP 1. Karena itulah, Sophie di sebut sebagai pahlawan pelajar, meskipun kenyataanya bukan dia yang melakukannya.

To be continue

====================

avataravatar
Next chapter