1 Kenyataan Pahit

Tiara Qatrunada, terlahir di keluarga lengkap dan sederhana yang juga mempunyai seorang adik laki-laki. Tiara lebih suka menjadi orang yang tidak banyak mempunyai teman karena menurutnya jika berada di lingkaran besar di mana lingkaran tersebut menuntutnya untuk menjadi kepribadian yang bukan dirinya sendiri. Oleh sebab itu hanya mempunyai teman sebangku, seperjuangan, saling bertukar cerita sudah cukup baginya. Zia Permatasari, teman yang di miliki Tiara. Cukup hanya mempunyai Zia di hari sekolahnya membuat Tiara nyaman dan menjadi dirinya sendiri di saat bersama Zia. Tiara dan Zia sudah mempunyai teman kelompok yang dipatenkan saat ada tugas kelompok di sekolah. Kelompoknya tidak berubah dan mereka menyukai itu.

Hingga suatu hari, salah satu teman kelompoknya mengungkapkan perasaannya di sebuah taman kota. Sebelumnya Tiara memang sudah menduga hal tersebut, tapi dia pura-pura tidak mengetahuinya.

"Lo mau jadi pacar gue, Ra?" tanya Faza.

Bingo! Dugaan Tiara tidak pernah salah, Tiara pun mengangguk tanda mengiyakan ajakan Faza untuk menjalin hubungan dengannya.

Waktu tidak pernah berhenti, meskipun kita pernah memintanya untuk berhenti saat ini juga, atau bahkan kita pernah meminta untuk mengulang waktu di mana kita menginginkannya. Itu semua mustahil karena sudah ditentukan dan sudah menjadi jalannya kehidupan.

Semua permintaan itu yang seringkali diucapkan oleh Tiara setiap kali akan membuka pintu rumahnya. Kepribadian Tiara berbanding terbalik jika di rumah dan di sekolah, entahlah dia sendiri juga tidak memahaminya. Setiap melangkah untuk masuk ke rumah, bayang-bayang mengerikan selalu menghantui Tiara terlebih dia mendengar pertengkaran hebat yang didengarnya ketika pulang sekolah. Suara teriakan, bentakan serta amarah menggelegar di rumah bercat putih tersebut. Tiara mendengar satu teriakan yang membuatnya langsung pergi meninggalkan rumah saat itu juga dan mencari ketenangan seorang diri.

Tujuan Tiara saat itu hanya satu, yaitu taman kota. Taman di mana terdapat danau di dalamnya dengan air yang tenang. Jika melihat pemandangan danau tersebut, seakan perasaan Tiara ikut tenang. Dia duduk di bangku panjang tepat di depannya terdapat danau, dia ingin menangis, tapi tidak bisa. Seolah keadaan yang memaksa dirinya untuk tidak mengeluarkan bulir-bulir bening dari matanya. Hanya sesak yang dirasakan oleh Tiara. Ingin rasanya dia berteriak, tapi malu dengan keadaan sekitarnya, apa kata orang jika mendengar teriakan dari siswi berseragam abu-abu. Gila, mungkin itu satu kata yang tepat jika dia berteriak saat itu juga.

Suara tawa Tiara hanya terdengar saat bersama dengan Zia atau sedang berada di sekolah, Zia yang mengetahui hal tersebut merasa iba dengan sahabatnya dan Zia pun berjanji tidak akan mengatakan dengan siapapun bahkan lelaki yang sudah menjadi pacarnya, Faza. Zia pun menyanggupinya.

*

Sepulang sekolah Faza mengajak Tiara untuk mengunjungi taman di mana itu adalah tempat saksi bisu keduanya memulai suatu hubungan. Tawa Tiara meledak saat Faza mempraktekkan perubahan panggilan.

"Kok ketawa sih."

"Nggak aneh, cuma geli aja dengernya," ucap Tiara, "kalo misalnya lupa gimana?"

"Ya jangan sampai lupa dong. Masa gitu aja lupa," balas Faza.

Tiara berdehem untuk mempraktekan panggilan, "hm, hm, aku mau pulang bareng kamu."

Senyum Faza terukir diwajahnya, melihat Tiara tersenyum dan bersikap gemas.

"Kamu kalo lagi senyum cantik, Ra," puji Faza.

Katup bibir Tiara terbuka saat mendengar pujian dari Faza, ini pertama kalinya Faza memuji dirinya secara langsung.

Faza Alviansyah, sudah dua tahun sekelas dengan Tiara. Sebenarnya sejak kelas sepuluh mereka sudah saling menyukai, tapi tidak ada yang berani untuk mengatakannya.

"Aku nggak berani bilang karena waktu kelas sepuluh kamu menyukai cowok lain, aku takut saat menyatakannya terus kamu tolak, pertemanan kita menjadi canggung," jelas Faza.

Memang benar yang dikatakan Faza, waktu kelas sepuluh Tiara suka bercerita kalau menyukai teman sekelasnya bahkan dia terang-terangan menyebutkan nama cowok tersebut saat sedang berkumpul.

"Ya ampun, Za. Aku suka dia bukan berarti dia juga suka aku, kan. Kamu juga tau sendiri kalau dia itu cuek dan nggak pernah nimbrung kalau bukan teman kelompoknya," terang Tiara.

"Aku juga suka karena dia itu cuek, tapi punya sesuatu yang bikin aku penasaran aja. Udah gitu doang, nggak lebih," jelasnya lagi.

"Terus sekarang kamu masih suka?" tanya Faza.

"Ya nggak lah, Za. Sekarang kita udah pacaran, mana mungkin aku suka lagi," jawab Tiara.

"Beneran?" tanya Faza memastikan.

Tiara mengangguk dan meyakinkan Faza. Andai saja jantung dapat terlihat, sudah dipastikan saat ini jantungnya terlihat tidak sehat karena detakkannya semakin cepat. Terlebih saat Faza memegang tangan Tiara secara tiba-tiba, Tiara merasa wajahnya merah seperti kepiting rebus. Ini pertama kalinya Faza menyentuhnya dengan status yang berbeda.

Taman tersebut seringkali dikunjungi orang-orang untuk berkumpul, mulai dari anak kecil hingga orang tua. Seringkali taman tersebut dijadikan tempat prewedding karena pemandangannya yang indah. Jembatan berwarna merah dengan latar belakang danau menambah pemandangan indah saat memotret.

"Kamu ngapain main handphone terus?" tanya Faza penasaran.

"Aku mau ubah nama kamu di handphone," jawab Tiara dan menunjukkan hasil perubahannya.

My Love.

"Gimana? Suka?" tanya Tiara, "kamu nggak ubah nama aku?"

Faza tersenyum dan menunjukkan kontak Tiara di handphonenya.

"Serius? Kamu menyimpan nomor aku dengan nama itu?" tanya Tiara terkejut sambil menutup mulutnya tidak percaya.

"Iya, kenapa? Kamu nggak suka?" tanya Faza memastikan.

"Pantesan, kalo aku pinjam handphone nggak pernah di kasih. Takut ketahuan ya," ejek Tiara.

"Kalo ketahuan sih nggak papa, kalau kamu nggak suka kan repot urusannya," jawab Faza.

Faza menyimpan kontak Tiara dengan nama My angel. Saat membaca nama tersebut, Tiara seperti melayang ke langit ke tujuh, bagaimana tidak melayang selama ini namanya tersimpan dengan sebutan yang indah.

"Kamu tuh diam-diam menghanyutkan ya, Za," ucap Tiara malu-malu.

"Maksudnya?"

"Ya gitu deh, hahaha," Tiara tidak bisa melanjutkan perkataannya karena terlalu senang dengan statusnya sekarang.

Tiara dan Faza saling bertukar cerita, mereka menjadi sedikit mengetahui tentang kesukaan masing-masing. Tidak terasa waktu pun berlalu, hingga cahaya mentari sudah tidak terlihat lagi.

"Pulang yuk, Za. Udah sore," ucap Tiara.

"Kamu mau beli apa?" tanya Faza sebelum menjalankan sepeda motornya.

"Nggak, aku mau cepat sampai rumah aja. Soalnya mama udah nanyain kenapa belum pulang," jawab Tiara beralasan.

Faza pun menjalankan sepeda motornya dengan kecepatan rata-rata.

"Kamu nggak pegangan, Ra?" tanya Faza.

Suara Faza tidak terdengar, Tiara pun bertanya apa yang sedang dikatakannya. Tiara memang tidak berpegangan, tangannya hanya diletakkan diatas pahanya. Faza langsung menarik tangan kiri Tiara sehingga seperti memeluk dari belakang. Tiara terkejut dengan aksi Faza tapi, dia langsung meletakkan tangan satunya dan berpegangan kepada Faza. Awalnya Tiara ragu-ragu untuk berpegangan karena ini pertama kali baginya. Saat memeluk Faza, Tiara melipat mulutnya ke dalam karena menahan senyum. Kecepatan sepeda motor pun menjadi pelan sejak Tiara memeluk Faza, Tiara dapat melihat senyum Faza dibibirnya lewat kaca spion. Tiara ingin bertanya kenapa laju motornya menjadi pelan, tapi diurungkannya karena dia sendiri menikmatinya.

"Sampai depan gerbang perumahan aja ya, Za. Nggak usah sampai rumah," ucap Tiara.

"Loh kenapa?" tanya Faza bingung.

"Ya nggak papa, cuma nanti kalau mama lihat aku harus jawab apa coba," jawab Tiara.

"Ya nggak papa dong, aku jadi bisa ketemu sama calon mertua," kekeh Faza.

"Enak aja, nggak ah. Aku belum siap buat mama tahu semuanya," balas Tiara.

"Ya sudah, sampai belokkan aja ya," tawar Faza.

Awalnya Tiara menolak, tapi Faza memberi penjelasan tidak ingin membuat Tiara jalan terlalu jauh. Memang jika Tiara diturunkan sampai depan gerbang utama dirinya harus berjalan berbeda jika diturunkan dibelokkan karena dari belokkan hanya berjarak empat rumah dan lebih cepat sampai. Ada alasan tersembunyi yang tidak ingin Tiara ceritakan meskipun Faza adalah pacarnya.

"Aku pulang ya, bye," ucap Tiara, "nanti kalau sudah sampai kasih kabar ya."

"Ok siap. Bye," balas Faza dan melambaikan tangannya.

Tiara pun melambaikan tangannya dan berbalik untuk melanjutkan jalannya menuju rumah.

avataravatar
Next chapter