1 Arrival

Duduk di atas lantai, seperti seorang gelandangan. Kami bertiga tertawa setelah seseorang melemparkan uang receh kearah kami. Yah, salah kami sejak awal. Orang normal tidak akan memakan Roti Boy sambil lesehan di lantai Bandara.

Ini sepadan. Aku benar-benar menikmatinya.

Mungkin karena emosi dilempari uang, Rani langsung bangkit dan mengejar orang yang melempari kami dengan uang receh tadi. Sama dengan Rani, Fadil juga ikut bangkit mengejar Rani. Tentu saja, untuk menangkap Rani.

Hubungan ini sempurna. Dengan segala kekurangannya.

Aku bangkit dan segera menghampiri mereka berdua yang kini sedang saling menyalahkan satu sama lain. Nomor penerbangan Fadil sudah di sebut, dan sepertinya hanya sampai disini kami bisa mengantarnya.

Sebanyak apapun masalah yang dia sembunyikan dari kami, Rani tetap tersenyum dengan tulus menatap Fadil. " Jangan main-main sama cewek disana. Tiket Pulang-Pergi mahal, aku males ngeladeni cewek-cewek yang lu tinggalin."

Seperti sengaja mengacuhkan Rani, Fadil menatapku dengan tatapan teguh untuk kedua kalinya hari ini. " Di, keknya barengan sama kau ajalah yang ngurus bagian ini."

" Anak toge!" Rani mengumpat karena tau diacuhkan oleh Fadil.

Bagaimanapun,.

" Ada sesuatu yang harus aku selesaikan disini. Design kantor kan udah kita kerjakan jauh-jauh hari, jadi kamu tinggal urus sisanya aja lagi. Aku bakal kabari kok. Kalau urusanku disini udah selesai."

Aku menepuk pundak Fadil ditengah-tengah kerumunan calon penumpang yang mulai memasuki lorong yang menyatukan bandara dan kabin pesawat, dengan penerbangan yang sama. Pekanbaru – Singapura.

Serius,. Kenapa tidak ada dramatisnya sama sekali? Padahal aku sudah berusaha membuatnya seperti itu.

" Bilang aja lu takut ketauan bawa ganja pas udah sampe disana." Rani menyeletuk sesuatu yang tidak berguna.

" Oke, serius kabarin langsung ya. Aku beneran kerepotan pastinya nanti." Aku rasa Fadil cukup berlebihan untuk masih mengacuhkan Rani.

" Ya."

Aku merangkul pundak Rani untuk menahannya yang saat ini ingin menyepak paha Fadil. Fadil akhirnya menanggapi Rani dengan senyuman mengejek saat berlarian masuk menuju kabin. Dia melambaikan tangannya sebelum benar-benar masuk ke dalam pesawat.

Ini adalah momen yang seharusnya dramatis. Tapi entah kenapa bisa serusak ini. mungkin karena aku mengajak Rani, makannya aku tidak bisa menyesuaikan rencana dengan suasananya.

Rani langsung mengajakku pulang setelah Pesawat yang dinaiki Fadil lepas landas.

Dia, benar-benar terlalu memaksakan diri untuk datang.

Kami bertiga sudah berteman selama 12 tahun terakhir. Fadil dan aku bertemu lebih lama duluan, tepatnya sejak SD kelas 3. Sedangkan aku mengenal Rani karena dia menjadi Mak Comblang untuk seorang gadis yang aku sukai saat kelas 1 SMA dulu. Entah kenapa, tiba-tiba kami bertiga sering bersama dan menjadi sedekat ini.

Tahun ini, kami sama-sama sudah menginjak umur yang ke 27 tahun. Hampir menyentuh kepala 3. Dan Rani satu-satunya yang sudah menikah di antara kita bertiga. Fadil dengan kebiasaan menghancurkan harapan banyak wanita. Dan aku yang,...

,. Begitulah.

Jika saja aku bisa memutar waktu, hanya ada satu hal yang ingin aku lakukan.

Menghajar Rani 5 tahun yang lalu.

Rani masih sibuk membalas pesan seseorang di Hp nya. Aku rasa itu adalah suaminya. Fadil dan aku sudah sepakat untuk tidak pernah membahas atau ikut campur tentang ranah pernikahaan Rani. Kami memutuskan untuk menunggu Rani menceritakannya langsung kepada kami berdua atau salah satu dari kami.

Sudah 5 tahun berlalu, dan dia tidak pernah membahasnya.

Aku melirik, Rani menghela nafas berat sebelum mematikan Hp ditangannya dan memasukkannya ke dalam tas di pangkuannya.

" Jadi, urusan apa itu?" Rani memasang ekspresi kepo seakan-akan baru saja mengubur sesuatu yang cukup mengganjal perasaannya.

Selalu saja seperti ini. Rani selalu membantuku disaat-saat seperti ini. Tidak. Aku selalu saja melibatkan Rani untuk sesuatu yang seperti ini.

" Um, Ya. Aku akan berbicara dengannya hari ini."

Sengaja aku pura-pura fokus menyetir menatap jalanan sepi di depan kami. Karena aku sudah tau reaksinya setelah ini.

" Anak Bajingan. Udah aku duga pasti Laura! Andi, udah berapa kali aku bilang? Seberapa sering lu bedua mempermain-mainkan hubungan selama 9 tahun terakhir?!" Suara Rani terdengar aneh saat mengatakan kalimat terakhir.

" Ran, gak apa. Tenang aja. Aku mau memperjelas semua ini aja hari ini."

" Andi, aku rasa ada yang salah dengan kepalamu." Rani menarik-narik rambutku memperagakan montir yang memperbaiki mesin mobil.

" Ya, Ya. Rambutku kusut, Ran." Aku mencubit tangan Rani yang mulai pecicilan mengacak-acak rambutku.

Menatapku dengan tatapan yang menggemaskan, Rani tersenyum hangat. Tangannya lalu meninju lenganku dengan pelan. Mengatakan kalimat sederhana yang benar-benar membuatku semakin tenang dan yakin.

" Ceritakan kepadaku kejadiannya nanti."

Itu adalah senyuman yang paling manis yang pernah aku lihat dari Rani semenjak 5 tahun terakhir. Perlahan, makin membuat perasaanku sakit. Karena tidak bisa membantu apa-apa tentang hubungan Rani dan Suaminya belakangan ini.

Rani, setelah ini giliranmu.

Untuk sekarang, aku akan menyelesaikan semua hal tentang dia. Ya, Laura. Kita harus memperjelas semua ini.

Bagaimanapun, Laura telah membuatku gila selama 10 tahun terakhir. Aku tidak tau mengapa, tapi aku sudah tergila-gila terhadapnya sejak Kelas 3 SMA. Fadil mengatakan karena Laura cukup ideal dan bagus badannya saat itu, makannya aku bisa tergila-gila dengannya. Sedangkan Rani mengatakan, wajah Laura sangat ideal bagiku, makannya aku tidak bisa melepasnya sedikitpun.

Laura dan aku dulu adalah murid introvet yang gak jelas di kelas. Di awal pertemuan, kita sering saling menghabiskan waktu dengan hal-hal aneh seperti lomba-lomba yang tidak kompetitif dan tidak berguna. Anggap saja kita pernah lomba untuk siapa yang duluan pingsan saat upacara bendera. Yang mana hasilnya seri karena kami sama-sama langsung menjatuhkan diri saat upaca dimulai. Lomba hutang terbanyak, lomba absen terbanyak, siapa yang bakal di panggil ke BP duluan, aku rasa semua hal yang kami lakukan di awal hubungan dulu tidak ada yang berguna sama sekali.

Bahkan, kami pernah melakukan melakukan lomba menatap terlama. Setengah jam. Itu adalah rekor yang kami pecahkan. Walaupun di akhir aku tiba-tiba menciumnya dan sepertinya dia juga sengaja mendekatkan wajahnya untuk di cium.

Mungkin, itu awal mula semua ini.

Karena hal itu, kami terpaksa tidak bertegur sapa selama hampir 6 bulan. Tebak, Rani yang menjadi penengah saat itu.

Saat berbaikan, saat itu aku sebisa mungkin menghindari berinteraksi langsung dengan Laura. Takut kejadian sama bakalan terulang lagi. Jadi aku memutuskan untuk mulai mengubunginya melalui pesan dari Hp Nokia senter.

Terkadang, Laura menjadi membingungkan saat mengirim pesan. Seolah-olah apa yang dia kirim tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan. Mungkin karena insiden 'menatap mata', aku jadi sangat minim topik obrolan dengannya. Namun Laura saat itu seperti mengirim kode tidak jelas agar aku tetap mengabarinya. Namun saat aku berusaha ditengah percakapan, dia suka mengatakan 'ah, udah lah, malas aku, atau, bye'.

Banyak hal terjadi, dan aku terus mempertahankan hubungan ambigu seperti itu sampai sekarang. Tapi hubungan seperti itu benar-benar membuang-buang waktu.

Ada waktu dimana aku dan Fadil benar-benar butuh uang dan mencari uang melalui pekerjaan kecil seperti membantu usaha Wali Kelas atau menata kantin di sekolah kami dengan bayaran makan siang selama 3 hari.

Itu adalah salah satu caraku agar bisa mengalihkan perhatian dari Laura. Aku rasa apa yang dikatakan Rani ada benarnya juga. Wajah Laura sangat ideal bagiku. aku menjadi tergila-gila dengannya. Tapi bagaimanapun itu, aku tidak bisa terus-terusan membuang-buang waktu dimana saat itu aku mau tidak mau harus bertahan hidup dan bertaruh dengan pekerjaan kecil yang aku lakukan dengan Fadil.

Perlahan, kami mulai membuka beberapa koneksi saat itu. Lalu kami mulai menata event kecil yang di adakan di sebuah Rumah makan yang merayakan hari jadi yang kesekian. Hingga perlahan tiga empat orang mulai menghubungi kami tiap minggunya. Puncaknya sehari setelah hari kelulusan kami. Entah bagaimana, Walikota tiba-tiba mengubungi kami dan kami diminta untuk mengurusi event hari jadi kota yang di hadiri oleh Presiden.

Aku rasa itu juga awal mula semuanya.

Kehidupanku mulai terasa membaik, dan aku sudah tidak khawatir untuk mencukupi kebutuhan sehari-hariku. Setahun setelahnya, aku dan Fadil mengambil kuliah malam sambil mendirikan kantor kecil dimana kami berdua juga tinggal disana tiap harinya.

Aku rasa itu juga salah satu usahaku untuk tidak membuang-buang waktuku bersama Laura.

Ya, bukan berarti dia sepenuhnya lepas dari kehidupanku. Terkadang, setiap minggu atau setiap malam dimana Fadil membawa pacarnya bermain ke Kantor mengingatkanku tentang Laura. Disisi lain, Rani mengenalkanku dengan teman-teman dan teman dari temannya di kampus. Beberapa kali aku dekat dengan mereka, namun berakhir mengenaskan setelah aku yang suka kehabisan topik saat berbicara dengan mereka.

Aku rasa, hanya 3 orang yang saat itu bisa saling memahamiku. Rani, dengan tingkat keagresifannya saat membicarakan sesuatu yang menarik. Fadil yang tetap santai walupun dia pernah dituduh menghamili pacarnya. Dan, Laura. Walaupun terkadang kami saling bertukar pesan tiap 2 minggu sekali, dia tetaplah semenyenangkan itu.

Hanya saja, dia masalah utamanya. Pernah saat itu, kita berdua ketemuan setelah 2 tahun berpisah sejak hari kelulusan. Tidak banyak yang kami obrolkan. Kami juga mencoba lomba menatap sekali, walaupun berakhir dengan aku yang mengalah. Hubungan kami masih tetap tidak jelas setelah itu.

Pertemuan itu membuat seluruh pikiranku kacau selama berminggu-minggu. Banyak kerjaan yang tidak selesai dan beberapa kali orang membatalkan menyewa jasa kami. Di masa-masa itu, hanya Rani yang tetap memberi sepercik harapan kepada kami berdua. Bagaimanapun, reputasi kami benar-benar jatuh saat itu.banyak orang yang membatalkan menyewa jasa kami, bahkan membayar dengan setengah harga setelah hasilnya tidak sesuai dengan kesepakatan awal. Sebagian besar merupakan kesalahanku.

Rani, entah bagaimana bisa menampar kami berdua dan berhasil melewati masa-masa sulit itu. Aku sadar, Laura membuat pikiranku kacau. Jadi aku memutuskan untuk meluruskan semuanya saat itu. Yah, setidaknya sedikit meluruskan.

Aku menjelaskan betapa kacaunya aku dan pekerjaanku dengan Fadil setelah pertemuan itu kepadanya melalui SMS. Betapa banyaknya dia yang sering singgah di dalam pikiranku, dan betapa menyebalkannya hal itu. Karena terlalu rumit, aku beralih dan menjelaskannya melalui telpon.

Namun pada akhirnya, aku memutuskan untuk kembali bertemu dengannya agar bisa membicarakan hal itu secara langsung.

Saat itu, aku mengatakan kepadanya, yang intinya kurang lebih seperti ini, " Aku harus mengutarakan ini denganmu agar lebih jelas. Aku harus mengeluarkan ini semua dengan mengatakannya kepadamu. Maaf, aku mengatakannya diwaktu seperti ini."

Laura terdiam cukup lama saat itu. Aku mengira dia tertidur atau sedang terjebak di demensi berbeda. Namun dia tiba-tiba berkata dengan lembut dan tertawa,

" Baguslah, hahaha. Kamu sudah mengeluarkan semuanya bukan?".

Mungkin salahku karena mengira ada sedikit harapan saat dia mengatakan itu. Jadi aku memutuskan untuk tetap menghubunginya suatu saat nanti jika aku sedang libur. Atau mengajaknya jalan lagi dalam beberapa bulan kedepan.

Sebagai gantinya, aku harus mengalihkan perhatianku kepadanya selama mungkin. Cara terbaik adalah terus bekerja. Aku sudah mencoba berbagai cara, dan aku bahkan hampir menginjak lubang yang sama saat memiliki waktu luang yang tiba-tiba memikirkannya. Jadi, cara terbaik adalah kerja. Aku dan Fadil terus membangun perusahan kecil ini hingga akhirnya kami benar-benar sudah bisa mengembalikan kepercayaan yang dulu sempat hilang.

Aku rasa saat itu kami berdua bekerja terlalu berlebihan hingga Rani datang mengunjungi kami dan melempar sebuah Lembaran kertas yang di bungkus plastik ke atas meja. Undangan Pernikahan. Kami benar-benar syok saat itu.

Acara Pernikahan Rani merupakan Maha Karya yang aku dan Fadil kerjakan pada tahun itu. Itu benar-benar sangat berkesan bagi semua orang, terutama keluarga kedua mempelai. Bagi kami, itu sudah saatnya kami memikirkan tentang masa depan, keturunan, membangun keluarga dan sejenisnya.

Baru saja aku memikirkan hal itu, tiba-tiba seseorang sengaja duduk di sampingku memakan makanan yang diambil dari meja prasmanan dan diam memakan makanan tanpa berkata apa-apa. Tak terasa sudah 3 tahun sejak terakhir kali aku menjumpainya.

Laura benar-benar terlihat menawan saat itu. Dia telihat seperti wanita dewasa yang bisa membuat siapa saja tergila-gila. Kami mulai mengobrol ringan, aku menanyakan pekerjaan, kabar orang tuanya, dan bahkan aku menyinggung tentang jawaban yang dia berikan dulu. Laura hanya tertawa menanggapi aku yang mengungkit masa lalu itu.

Fadil dan aku sepakat untuk istirahat selama 2 bulan dari pekerjaan. Dan 5 hari diantaranya aku habiskan bertemu Laura. Sedangkan 1 bulan setelahnya aku habiskan berdiam diri di mana saja memikirkan tentang Laura. Aku sadar, Laura yang selama ini membuatku tertarik perlahan mulai menyakitiku, walau sebenarnya dia tidak pernah benar-benar melakukan hal buruk terhadapku.

Jadi, diam-diam aku menghabiskan sisa 1 bulan liburanku bekerja dari Fadil. Itu bekerja, aku benar-benar melupakan Laura dan pikiranku mulai teralihkan. Aku mulai terbiasa mengkonsumsi suplemen penambah energi secara berlebihan, karena terkadang, saat aku tidur Laura tiba-tiba muncul begitu saja di dalam pikiran atau mimpiku.

Sempat aku menghubungi Rani tentang itu, dan dia tiba-tiba langsung mendatangiku dalam beberapa jam diantar oleh suaminya. Dia membawakanku beberapa makanan, dan aku tersadar jika aku terlalu berlebihan sampai sampai sering mengkonsumsi suplemen ketimbang makan-makanan rumahan dalam 1 bulan terakhir itu.

Rani, benar-benar memarahiku.

Dia bahkan membawa paksa Laura datang ke rumahku.

Aku tahu Rani mencoba menolongku saat itu. Namun, hanya saja dia membawa orang yang salah. Seharusnya saat itu dia membawa Fadil sehingga Fadil akan menghajarku hingga masuk rumah sakit hingga aku bisa beristirahat di sana.

Semenjak itu, bekerja, sudah seperti kebiasaan bagiku. bukan lagi sesuatu yang aku lakukan untuk menyambung hidup atau mendapatkan uang.

Semenjak itu pula, Laura terkadang datang hanya sekedar berkunjung atau memasak makan malam. Saat itu, aku mulai sadar, kalau Laura sudah tidak lagi memenuhi kepalaku. Kehadiran Laura yang sering berkunjung, bahkan saat Fadil sengaja membawa pacarnya ke kantor sudah tidak terasa spesial lagi bagiku.

Ada sesuatu yang lebih spesial lagi menggantikan kehadiran Laura yang sebelumnya menghantui pikiranku.

Malam itu, setelah kami memutuskan melanjutkan lomba menatap dan berakhir dengan kekalahan Laura. Dia tertidur di kantor dengan alasan tidak ada tenaga lagi untuk pulang ke rumah. Aku merasa, perasaan di hatiku yang sebelumnya membatu ini mulai kembali luluh dan melunak.

Aku pergi menuju kamar untuk membereskannya sebelum menyuruh Laura untuk pindah ke tempat itu. Namun, tepat setelah aku sampai di depan kasur.

Itu adalah Serangan Jantung pertama yang mulai aku rasakan.

Tubuhku tiba-tiba terjatuh ke atas kasur, dan dalam keadaan sadar aku berjuang untuk menenangkan sakitnya sentakan yang menyerbu jantungku. Butuh waktu sekitar 1 jam bagiku berjuang untuk kembali bangkit.

Namun itu adalah awal dari semuanya. Semenjak kejadian itu, tidak hanya jantung, aku juga merasakan sakit yang luar biasa pada organ bagian dekat bawah paru-paru. Bagaimanapun, aku menyembunyikan hal ini dari Fadil dan Rani. Juga Laura, aku tidak ingin dia mengetahui hal ini.

Sekali lagi, aku rasa ini awal mula semuanya.

Aku memutuskan untuk pergi memeriksanya. Tidak, aku tidak langsung ke spesialis saat itu. Aku hanya pergi ke Dokter Umum untuk berjaga-jaga. Itu, adalah keputusan terindah yang pernah aku lakukan selama aku hidup.

Ya, aku tidak menyesal memasuki ruangan itu lalu bertemu dengan Dokter di dalamnya.

Banyak hal yang telah berlalu selama 5 tahun selanjutnya, aku selalu mengunjungi Dokter itu tiap 2 bulan sekali. Aku juga sengaja membuat hidungku tersumbat selama berminggu-minggu hanya agar bisa bertemu lagi dengan Dokter itu.

Laura juga cukup sering datang hanya sekedar berkunjung dan mengobrol ke kantor.

Jadi segala sesuatu berjalan normal untuk beberapa waktu.

Sebelum akhirnya aku benar-benar mengabaikan rasa sakit yang aku rasakan dari dalam tubuh ini dan berakhir tumbang 4 bulan yang lalu.

Mungkin, ini tidak akan pernah terjadi jika aku langsung mengunjungi Dokter Spesialis ketimbang memilih Dokter Umum 5 tahun yang lalu.

Bagaimapun, aku tidak pernah menyesali keputusan yang aku buat dulu.

Baiklah, kembali ke awal.

Aku harus menyelesaikan urusanku dengan orang pertama.

avataravatar
Next chapter