6 Rumah Sakit

Josh menginformasikan bahwa api sudah berhasil dipadamkan. Dia juga sudah bisa menahan polisi untuk tidak masuk dan memeriksa lokasi kejadian. Tentu saja, menggunakan nama besar Judas sebagai tameng dan senjata pusaka.

Siapa yang tidak kenal Judas Ellington, calon pewaris tahta kerajaan Monaghan. Ditambah lagi, nama laki-laki itu sudah bergaung di seantero Monaghan tentang bagaimana cara dia menangani orang-orang yang berani melawan dan menentang ucapan maupun keinginannya. Orang pasti takut ketika mendengar nama Judas disebut.

Walau hanya sebatas rumor, tetapi berita itu tersebar dengan cepat di kalangan masyarakat. Di era super modern dan serba canggih seperti sekarang, gosip dan rumor masih menjadi komoditas laris manis di pasaran. Judas tidak pernah merasa terganggu dengan hal itu. Justru dia senang jika orang sudah merasa takut duluan. Dia tidak perlu menyerang atau berkonfrontasi dengan pihak lawan karena mereka sudah mundur teratur, menjauh, bahkan menyerah sebelum berperang.

Hingga saat ini, memang belum pernah ada publikasi secara terang-terangan tentang kekejaman Judas. Ratu Moana, nenek Judas, selalu melindungi dari balik layar. Dia membungkam media, juga orang-orang yang terlibat dalam pertikaian dengan cucu tercinta. Moana biasa memberikan sejumlah kompensasi berupa uang atau fasilitas tertentu pada mereka. Namun, jika tidak bisa bekerja sama dengan baik, Moana tidak segan untuk mengancam mereka. Ya, walau hanya sebatas ancaman, tetapi cukup untuk membungkam semua pihak.

Aman terkendali selama bertahun-tahun. Judas bisa terus mengembangkan sayap bisnisnya, menjadi pengusaha muda yang sukses seperti sekarang ini. Berkat kepiawaian dia dalam berbisnis, juga dukungan kuat dari sang ratu.

"Bagus. Kalau begitu, aku ke rumah sakit sekarang. Kirim orang kita ke rumah sakit Moresby. Bawakan aku handphone sekalian. Handphone-ku tadi ikut tenggelam." Josh menceritakan sekilas kronologis kecelakaan yang dia alami tadi.

"Oh, ya. Josh, ada beberapa tugas yang harus kamu lakukan."

Judas kemudian memberikan beberapa tugas yang harus segera dikerjakan oleh Josh. Pertama, menuntaskan penyelidikan tentang siapa pelaku pembakaran pabrik miliknya. Siapa pun itu, yang pasti bukan orang sembarangan. Pabrik dijaga dengan sangat ketat. Bahkan di gudang narkoba, pengawal bersenjata hampir ada di setiap titik rawan.

Untungnya, yang terbakar bukan di gudang narkoba, tapi di gudang biasa, tempat produksi biskuit. Bisnis samaran yang dijalankan Judas di tempat tersebut. Kalau sampai gudang narkoba yang terbakar, bisa rugi besar. Judas tidak akan membiarkan pelakunya hidup.

Tugas kedua yang harus dijalankan oleh Josh adalah menyelidiki tentang kecelakaan mobil yang tadi dia alami. Mobil dia jelas baik-baik saja. Selain bukan mobil murahan, Judas juga mengupah orang khusus untuk merawat mobil-mobilnya. Jadi, tidak mungkin ada gangguan seperti tadi. Jelas, ini pasti sabotase.

Ada pihak yang menginginkan kematiannya. Judas menyadari hal itu. Kalau ditanya siapa yang dicurigai, dia juga tidak bisa menjawab. Saking banyaknya orang yang tidak suka padanya. Padahal, dia tidak pernah mengganggu siapa pun. Dia fokus menjalankan bisnis dan menikmati hidup, bersama para wanita pemujanya.

"Baik, Tuan. Saya akan menyelidiki semuanya sampai tuntas." Josh menjawab dengan yakin.

Kinerja Josh memang tidak perlu diragukan lagi. Sejauh ini, dia selalu mampu menangani semua masalah dengan baik. Jarang sekali Judas harus turun gunung untuk ikut mengatasi masalah yang terjadi. Dia cukup memantau dan memberikan instruksi saja.

"Terima kasih, Josh. Kabari saya kalau ada apa-apa."

Judas mengakhir sambungan telepon. Dia kembali mendekati Ara.

"Terima kasih," ucap pria dengan rahang kotak, terlihat sangat kokoh sebagai seorang laki-laki. Judas mengulurkan kembali telepon genggam Ara. Ara menerima uluran itu dengan tangan kiri karena tangan kanannya semakin sakit untuk digerakkan.

"Ayo, kita ke rumah sakit sekarang." Judas berniat membantu Ara untuk berdiri.

"Tidak usah. Aku bisa berdiri sendiri," tolak gadis imut itu. Tatapannya masih sama, datar dan tak acuh.

'Baru kali ini aku terus-terusan ditolak oleh seorang perempuan. Gadis kurang ajar!' rutuk Judas dalam hati.

Kalau saja dia tidak merasa berutang budi karena Ara telah menyelamatkan nyawanya, pasti sudah dia tinggalkan gadis angkuh ini. Judas tipikal manusia yang akan selalu membalas budi baik seseorang, tetapi dia juga akan memburu musuh yang berani mengusiknya. Sang Pemburu. Tidak akan dia lepas walau bersembunyi di lubang semut sekalipun.

Judas mengangkat lagi jendela klinik, menahannya, agar Ara bisa keluar dengan mudah. Setelah gadis itu keluar, baru dia menyusul. Mereka kini menuju Moresby. Judas berencana membawa Ara ke rumah sakit di sana. Dia perhitungkan, jarak dari klinik ke rumah sakit Moresby jauh lebih dekat dibandingkan mereka berputar arah, kembali ke Nemville.

"Tidak masalah 'kan kalau kita ke rumah sakit di Moresby? Jaraknya lebih dekat. Aku takut lukamu semakin parah jika tidak segera ditangani dengan baik." Judas berujar sembari sesekali melirik ke arah Ara, memastikan boneka hidup di sampingnya itu baik-baik saja.

"Ya." Ara menjawab singkat.

Dia kembali memejamkan mata. Sejujurnya, dia tidak peduli akan dibawa dan dirawat di mana. Yang terpenting, rasa sakit ini bisa segera berkurang. Nyeri di lengannya, sudah mulai tak tertahankan. Denyut ngilu semakin sering muncul dibandingkan sebelumnya. Ara mengetatkan rahangnya untuk menahan rasa sakit.

Hampir lima belas menit perjalanan, mereka tiba di depan rumah sakit besar. Cukup mewah untuk sebuah kota kecil seperti Moresby. Judas berhenti tepat di depan pintu masuk utama rumah sakit.

Petugas dengan sigap menyambut mobil tersebut. Anak buah Judas yang dikirim oleh Josh juga sudah ada di sana. Dialah yang meminta petugas untuk stand by di depan, menunggu kedatangan Judas.

Ara menolak ketika mereka membawakan kursi roda untuknya, tetapi Judas memaksa gadis itu untuk duduk dengan alasan agar luka di kaki tidak semakin parah. Petugas segera membawanya ke IGD. Judas mengikuti dari belakang.

"Selamat malam. Coba saya lihat dulu lukanya." Dokter muda lumayan tampan datang menyapa. "Wah, lukanya cukup dalam, sepertinya harus dijahit."

Tanpa diperintah, perawat yang tadi mendorong kursi roda bergegas menyiapkan peralatan untuk menjahit luka. Judas memperhatikan dari balik punggung sang dokter. Dengan berani, Ara melihat semua proses ketika dokter menjahit lukanya.

'Gadis ini pemberani sekali,' puji Judas dalam hati. Dia melihat Ara seolah tak berkedip memperhatikan gerakan tangan dokter tersebut, seperti sedang belajar.

"Selesai. Jangan terlalu banyak gerak dulu supaya jahitan tidak rusak, ya." Dokter itu berpesan pada Ara sembari melilitkan perban di tangan yang tadi dia jahit.

"Luka yang lain sepertinya sudah diobati. Saya tuliskan resep, jangan lupa diminum, ya." Dokter itu menggoreskan penanya ke atas kertas kecil bergambar logo rumah sakit, lalu mengulurkan pada Ara.

"Saya saja, Dok." Judas menarik kertas itu dari tangan dokter.

avataravatar
Next chapter