2 Brenda

Laki-laki itu punya satu kamar khusus untuk dirinya. Dia biasa menggunakan untuk sekadar beristirahat, menginap jika malas pulang ke rumah, juga untuk menunjang kegiatan bercintanya bersama para wanita. Entah sudah berapa puluh wanita masuk ke sana. Puluhan? Atau mungkin ratusan?

Judas termasuk tipe pemilih. Tidak sembarang wanita dia ajak ke kamar dan bercinta. Cantik, jelas merupakan sebuah keharusan. Selebihnya, harus smart, punya karakter yang kuat dan menonjol. Cantik tapi bodoh, hanya akan membuat gairah Judas kabur seketika.

Kamar luas berukuran sekitar seratus meter persegi itu menjadi saksi bisu panasnya kehidupan asmara Judas, sang pemburu. Dia berburu dengan cara yang teramat elegan. Bukan mengejar apalagi memaksa. Dia cukup memindai, mengintai, menunjukkan pesona serta pengaruhnya.

Wanita, rekan bisnis, peluang, semua akan datang dengan sendirinya. Kekuatan Judas dalam mengintimidasi situasi, seolah semesta pun ikut tunduk dan takluk pada kuasanya. Pengaruh laki-laki ini memang teramat dahsyat. Apa pun dan siapa pun yang dia inginkan, akan datang menyerahkan diri dengan sukarela.

Seperti malam ini, Judas membanting tubuh Brenda ke atas ranjang, menghempaskan dengan keras. Begitulah sikap laki-laki itu ketika gairah telah menggelegak. Kasar, agresif, arogan, walau sesekali dia lebih suka diam dan menikmati pelayanan para wanita pemujanya.

Entah kenapa, sikap kasar dan agresif itu justru menjadi daya tarik tersendiri dari seorang Judas Ellington. Sesuai zodiaknya, Leo. Cenderung menguasai dan memonopoli, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun percintaan.

"Kamu lagi pengen banget, kan? Buktikan!" tantang Judas, kemudian menindih tubuh sintal Brenda.

Laki-laki itu memburu bibir merah merekah Brenda dengan ganas. Sesekali menggigit bibir bawah wanita itu, membuat Brenda melenguh keras, mengerang sembari mengejang. Brenda membalas serbuan itu dengan tidak kalah ganasnya. Tangan kiri menjambak rambut Judas, sementara tangan kanan mencengkeram erat punggung laki-laki bertubuh tegap itu, membuat kemejanya kusut berantakan.

Setelah puas melumat bibir, Judas membuka kemeja, melemparkan begitu saja ke sembarang arah. Sementara hal yang sama dilakukan oleh Brenda. Wanita itu membuka dres merah menyala yang sedari tadi membalut ketat tubuh indahnya. Melemparkan ke sisi kiri ranjang, lalu merayap naik ke tubuh Judas yang sudah lebih dulu tidur telentang.

Brenda menciumi leher Judas, terus turun perlahan ke dada bidang laki-laki kekar itu. Walau proporsi tubuh Judas memang tidak terlalu besar alias bulky, tapi memang terpahat dengan sempurna. Otot bisep trisep terolah dengan baik. Punggung kokoh serta perut six pack menampilkan roti sobek yang sangat menggoda, membuat air liur menetes ingin segera menyantapnya.

Tangan Brenda bergerilya, melucuti celana Judas beserta kain terakhir pembungkus tubuhnya. Tidak ketinggalan, dia melucuti sisa-sisa kain yang masih menempel di tubuhnya sendiri. Judas tersenyum miring melihat keganasan Brenda malam ini. Ini salah satu alasan dia masih mau bercinta dengan wanita ini. Agresif. Kualitas pelayanannya, tak perlu diragukan lagi.

Sapuan lidah Brenda tidak berhenti di dada, terus turun, menggelitik perut kenyal Judas. Berhenti sesaat di pusar, dia sengaja memainkan lidahnya di sana. Memutar-mutar, menghisap, membuat Judas merasa geli.

"Stop it. Geli. Do it more ...," pinta Judas sembari manik matanya yang berwarna hazel menatap lekat pada Brenda.

Brenda melanjutkan perjalanan lidahnya ke bawah. Terus merayap ... hingga tiba di bagian istimewa. Bingo!

Beberapa menit Brenda berkonsentrasi di sana, membuat Judas memejamkan mata menikmati permainan lidah wanita berambut cokelat gelap itu. Tiba-tiba saja Judas mengerang keras ketika di bawah sana Brenda meningkatkan intensitas permainannya.

"Aku mau sekarang, Jud. Please ...." Brenda memohon setelah rahang mulai lelah memberikan pelayanan.

"Wait, aku ambil pengaman dulu." Judas beringsut ke kiri, meraih laci nakas, lalu menarik kenopnya. "Sial. Sudah habis."

"Ya, sudah. Kita lakukan tanpa pengaman," ujar Brenda kalem.

"No way! Aku nggak mau." Judas melirik ke penunjuk waktu yang menempel di salah satu dinding kamar.

Pukul sebelas malam. Tidak mungkin ada mini market yang masih buka jam segini di sekitar sini. Dia lupa, beberapa hari lalu sudah menghabiskan stok pengaman karena bercinta beberapa babak dalam satu malam dengan Donna, salah satu pelayan di kasino miliknya.

Nemville memang kota besar, tapi di malam hari, hanya tempat hiburan, kasino, dan beberapa kafe saja yang masih buka. Kota ini menawarkan ketenangan bagi orang-orang yang tidak menyukai aktivitas malam. Semua golongan masih bisa hidup berdampingan dengan nyaman. Tidak saling ganggu, saling menghargai, menjadikan Nemville kota yang tenang dan damai untuk dihuni.

"Tapi aku lagi pengen, Jud." Brenda memelas.

"Tapi aku tidak akan pernah melakukannya tanpa pengaman, Brenda. Never!" Judas mendorong pelan tubuh Brenda yang sedang menindihnya. Dia bangkit dari ranjang, memungut kemejanya.

"Wait, Jud. Aku ... hisap saja, ya?" Kalaupun tidak mendapatkan percintaan penuh, setidaknya Brenda masih bisa mencicipi.

"Kamu nggak keberatan?" tanya Judas setelah berpikir sejenak.

Brenda menggeleng. Dia beringsut mendekat, lalu melanjutkan aktivitas yang tadi sempat tertunda. Hampir tiga puluh menit berlalu hingga sebuah hentakan keras dibarengi erangan khas dari Judas mengakhiri semuanya. Laki-laki itu membenamkan wajah Brenda dalam-dalam ketika tiba di puncak kepuasan.

"Arrrggh ...."

Dengan napas terengah-engah, Judas melepaskan kepala Brenda begitu saja. Tepat setelah itu, telepon genggamnya berdering. Nada dering yang sudah sangat dia kenali. Itu dari Josh, sekretaris pribadinya.

Tidak biasanya Josh menelepon malam begini. Pasti ada sesuatu yang penting. Buru-buru Judas meraih telepon genggam yang tadi sempat dia letakkan di atas meja kamar, dekat televisi.

"Halo, Josh. Ada apa?"

"Selamat malam, Tuan. Maaf saya mengganggu. Pabrik makanan di Moresby terbakar. Sepertinya ada yang sengaja mencari gara-gara dengan kita." Sebuah suara berat terdengar panik di seberang sana.

"Kita ketemu di sana, Josh. Aku bawa mobil sendiri dari kasino." Judas buru-buru mengenakan pakaian.

Jarak dari Nemville ke Moresby sekitar dua jam perjalanan. Sudah larut malam, jalanan pasti sangat sepi sekarang ini. Ditambah lagi, kepiawaian Judas mengendari mobil sport tidak perlu diragukan lagi. Waktu tempuh dua jam normal, pasti bisa dia pangkas jadi sekitar 45 menit hingga satu jam saja.

"Brenda, I'm so sorry. Aku harus segera pergi. Kamu boleh menginap di sini kalau kamu mau." Judas menatap ke arah Brenda yang sudah berpakaian lengkap lagi.

"Tidak perlu, Jud. Aku pulang saja. Pergilah, hati-hati di jalan. Aku boleh merapikan dandanan dulu di sini, kan?"

"Silakan. Aku pergi dulu, ya." Judas mendekat, mengecup sekilas kening Brenda. "Bye."

"Bye." Brenda menatap punggung itu menjauh. Punggung yang sangat dia inginkan dalam hidupnya. Namun sayang, laki-laki itu terlalu angkuh untuk mengenal cinta dan berdiam pada satu hati.

'Sempurna. Selamat tinggal, Judas tercinta.' Brenda tersenyum sinis. Senyum kemenangan. Dia yakin bahwa rencananya malam ini pasti akan berhasil.

avataravatar
Next chapter