webnovel

Kabar Menyakitkan

Luka memar yang ada di wajah tampan Gavin, sedang Neyra obati dengan teliti. Jujur saja melihat sikap Jovanca yang tidak menghargai pembelaan Gavin membuat Neyra merasa jengkel kepada gadis keras kepala itu. Bagaimana tidak? Jovanca hanya melihat saat Gavin sedang memukuli Rivaldi saja dan langsung mengambil kesimpulan sendiri bahwa Gavin yang jahat.

Padahal, Gavin melakukan itu karena ingin membuat nama baik Jovanca tetap terjaga. Sebab tadi pagi ada sebuah kabar yang menyebar di seluruh penjuru kampus bahwa Jovanca telah mengkhianati sahabatnya sendiri yaitu Jessica. Entah siapa yang sudah menyebarkan kabar jelek tersebut, padahal orang yang disebarkan kabar tidak benar itu bukanlah mahasiswa di Universitas Indonesia Raya.

Berulang kali Gavin mengembuskan napasnya secara kasar, berusaha untuk meredam emosinya agar tidak terlampiaskan kepada Neyra. Sementara Neyra tidak kehabisan akal untuk terus menenangkan Gavin. Meskipun dia sendiri juga sedang emosi, tapi Neyra selalu ingat dengan pepatah bahwa jika api dengan api bersatu, maka masalah tidak akan bisa selesai.

"Aku masih gak habis pikir deh, bisa-bisanya Vanca lebih belain cowok brengsek itu. Pokoknya gue harus bisa buat Vanca nyesel karena udah belain dia!" ucap Gavin dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.

Neyra mengusap pundak Gavin lembut. "Udah, jangan emosi mulu ih. Kamu biarin dulu aja Vanca belain Rivaldi terus, aku yakin suatu saat nanti mata dia akan terbuka kok," nasihatnya.

Tidak mungkin Gavin bisa membiarkan Jovanca terus-menerus membela Rivaldi dan dekat dengan lelaki tidak jelas itu. Karena sebagai seorang sepupu, Gavin tidak ingin melihat Jovanca sakit hati hanya karena masalah percintaan. Meski sebenarnya juga Gavin tahu, penyebab berubahnya sikap Rivaldi itu karena lupa ingatan. Tapi tetap saja, hal itu tidak akan dia biarkan.

"Tapi, aku gak tega kalau lihat Vanca terus-terusan harus nangis karena lelaki bodoh itu!" ucap Gavin dengan penuh kekesalan.

"Jangan emosi, tenangin dulu pikiran kamu. Aku tahu kok perasaan kamu, aku juga sama gak rela lihat Vanca diperlakukan seperti itu sama Rivaldi. Makanya, kita sama-sama berpikir gimana caranya supaya bisa membuat Jovanca melupakan Rivaldi," jelas Neyra.

Memar yang ada di wajah Gavin sudah mulai membaik, Neyra menyudahi kegiatannya untuk mengobati memar dan luka yang ada di wajah Gavin kemudian menaruh kembali kotak obat yang tadi diambilnya ke UKS. Tanpa menunggu waktu lama, Neyra kembali ke tempat di mana Gavin sedang duduk, yaitu di kantin kampus.

Hari ini, jadwal kelas Gavin dan Neyra sudah selesai sehingga keduanya bisa pulang lebih cepat. Tapi karena masalah dengan Jovanca dan Rivaldi tadi, Gavin tidak ada mood sama sekali untuk pulang. Alhasil Gavin berdiam diri di kantin terlebih dahulu, untung saja Neyra mau menemaninya.

"Vin, aku mau tanya deh sama kamu. Boleh?" Neyra menatap Gavin lekat.

Gavin menatap Neyra sebentar, lalu menjawab, "Mau tanya apa?"

Neyra menggaruk kepalanya yang tak gatal, sebenarnya dia masih ragu dengan informasi yang diberikan oleh nomor tidak dikenalnya dua hari yang lalu. Tidak mungkin jika Gavin sudah menghamili wanita lain dan tidak mau bertanggung jawab, Gavin itu lelaki yang baik. Ya, walaupun mereka berdua baru jadian kurang lebih dua bulan. Tapi dari sikap Gavin sangat menunjukkan bahwa dia adalah lelaki yang baik.

"Maaf banget ya, aku gak maksud buat kamu marah. Apa bener kamu udah hamilin cewek lain sebelum kita jadian, dan gak mau tanggung jawab?" tanya Neyra hati-hati.

Jangan sampai rahasia besar yang sudah Gavin tutup rapat-rapat, terbongkar begitu saja. Gavin sempat merasa panik, jantungnya berdebar beberapa kali lebih cepat dari biasanya. Tapi dia berusaha untuk tetap kelihatan santai di hadapan Neyra, agar gadis itu tidak curiga.

"Kamu tahu dari siapa? Jangan mudah percaya sama omongan orang lain. Aku tuh cowok yang bertanggung jawah, jadi gak mungkinlah kalau aku hamilin cewek lain," jawab Gavin dengan santainya.

Neyra mengembuskan napasnya lega, kemudian tersenyum. "Gak usah dipikirin hehe ... Aku percaya kok sama kamu," jawabnya lembut.

***

Hari sudah malam, kini Jovanca sedang melaksanakan makan malam bersama Arya, Sarah dan Gavin. Mereka makan dalam keadaan hening, sejak tadi belum ada yang mau membuka percakapan di antara keempatnya. Sebab Arya sudah tahu bahwa Gavin sedang ada masalah dengan Jovanca. Tapi dia tidak tahu, masalah apa yang terjadi di antara keduanya. Wajah kedua anak remaja berbeda jenis kelamin itu tampak tidak berseri.

Rasanya tidak enak, mereka saling berdiam diri. Sampai akhirnya Sarah teringat bahwa malam ini Veronika dan Rivaldi akan berkunjung ke rumahnya untuk memberitahu sebuah kabar bahagia. Yaitu kabar tentang hamilnya Veronika, sebentar lagi Sarah akan mempunyai seorang cucu.

Sarah memilih untuk menghabiskan makanannya terlebih dahulu, setelah habis barulah wanita berusia empat puluh tahun tersebut mulai menampilkan senyumannya dan berdehem sebagai tanda pembuka percakapan.

"Ekhm, udah dong kalian berdua jangan marahan lagi. Bunda ada kabar bahagia lho, nanti Veronika sama Valdi mau ke sini," jelas Sarah dengan senyuman lembut yang tak kunjung luntur dari wajahnya.

Mendengar kabar menyakitkan itu, membuat Jovanca terbatuk beberapa kali. Dengan gerakan cepat Arya mengambil segelas air putih yang ada di sampingnya, lalu memberikan kepada Jovanca.

"Hati-hati elah kalau minum," nasihat Gavin.

"Iya, kenapa sih? Atau jangan-jangan kamu masih berhubungan sama Rivaldi?" tebak Arya asal.

Lagi, Jovanca terbatuk. Membuat Sarah merasa curiga. Tapi, tidak mungkin juga jika Jovanca menjalin hubungan dengan Suami dari Anaknya. Karena Jovanca adalah tipe anak yang baik hati, terbukti dari sikap dan perilakunya selama ini.

Sarah menepuk-nepuk punggung Jovanca. "Pelan-pelan dong sayang makannya, tenang aja. Kak Vero sama suaminya baik kok," nasihatnya.

Ingin rasanya Jovanca menangis saat ini juga, tapi tidak bisa. Karena Jovanca sudah menekankan dirinya sendiri agar tidak mudah menangis. Karena ini semua terjadi hanya sementara, Jovanca sangat yakin setelah Rivaldi sembuh dari amnesianya pasti hubungannya dengan Jovanca akan kembali seperti dulu.

Jovanca menatap Sarah, kemudian berucap dan bertanya, "I-iya bunda, aku tadi cuma kaget aja. Kenapa kak Vero gak kasih kabar sama aku kalau dia mau ke sini?"

"Mungkin dia lupa kali." Bukan Sarah yang menjawab, melainkan Gavin.

Tatapan tajam Jovanca berikan kepada Gavin, entah kenapa sepupunya itu menjadi jahil sehingga membuat Jovanca tegang. Jovanca tidak tahu, bahwa tujuan Gavin bersikap seperti itu karena ingin membuat Jovanca tersenyum seperti dahulu.

"Yah, bun. Aku ke kamar dulu ya sebentar," pamit Jovanca.

Arya menahan lengan kiri Jovanca. "Loh? Mau apa? Sebentar lagi kak Vero datang," tanyanya dengan kening berkerut.

"Sebentar aja yah, mau minum obat dulu," bohong Jovanca.

Secara perlahan, Arya melepaskan tangannya dari lengan kiri Jovanca. Kemudian membiarkan anak gadis yang sangat disayanginya itu meninggalkan ruang makan. Sayangnya Jovanca berbohong, dia pergi ke kamar bukan untuk minum obat melainkan untuk menulis dalam buku harian yang baru saja dibelinya tadi siang.

Next chapter