16 bab 16

🌹🌹🌹

Masih teramat pagi Aini keluar diam-diam untuk pergi ke rumah mertuanya, ia yakin apa yang terjadi pada kak Sinta adalah perbuatan wanita itu.

Dengan perasaan bercampur aduk akhirnya ia sampai juga di rumah yang meninggal kenangan buruk dalam hidupnya. Andai ia lebih mengutamakan sadar diri dari pada cinta, mungkin saat ini ia tak akan semenderita ini.

Aini perlahan menghapus air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya.

"Mau cari siapa, Non?" tegur seorang Satpam rumah itu. Merasa heran melihat kehadiran Aini yang hanya diam mondar-mandir di depan gerbang.

"Eh ....!" kejut Aini segera sadar dari lamunannya.

"Saya mau ketemu ibu Soraya, Pak!" lanjut Aini lagi setelah berhasil menetralkan hatinya.

"Ada keperluan apa ya, Non!" Satpam itu sedikit curiga.

"Ada perlu sedikit, Pak! Bisa panggilkan ibu!"

Satpam itu hanya diam, matanya menyelidik dari ujung rambut hingga ujung kaki Aini.

Aini merasa risih melihat tatapan itu iapun menyeletuk

"Aku orang baik-baik, Pak! Jika tidak diberi ijin tidak usah berbelit-belit!"

Satpam itu tersenyum kecil lalu secepat kilat lari ke rumah mewah dan tak lama ia kembali lagi.

"Ibu masih istirahat, Non! Jika ada keperluan Nona diminta untuk menemuinya siang!"

Aini hanya mendesah kecil, ia segera berpamitan dan meninggalkan rumah itu.

"Aku harus bagaimana sekarang! Aku tak ingin keluarga kak Sinta menderita karena semua masalahku!" Aini menarik nafas dalam dan ia merasakan beban yang begitu besar menumpuk dalam hatinya

Perasaan bersalah pada kakaknya membuat Aini berpikir keras untuk mencari jalan terbaik dari semua masalah ini.

"Aku harus cari kerja lagi," ucap Aini penuh keyakinan. Iapun segera memantapkan langkahnya untuk cari pekerjaan baru.

****

Tasya bangun pagi dengan senyuman manis dan wajah yang segar.

"Akan aku lihat seberapa kuat kau menghadapi semua ini, Aini!"

Tasya makin melebarkan senyumnya, ia segera mencari Ahmar. Apakah pria itu sudah berangkat atau masih ada di rumah. Ia akan meminta maaf dan berusaha untuk baik lagi.

"Bapak sudah pergi, Bi?" tanya Tasya saat melihat pembantunya lagi membereskan meja makan.

"Iya, Bu! Bapak baru saja berangkat bersama den Arya!" jawab pembantu itu dengan lembut.

Tasya memayunkan bibir, Ahmar tak pernah menganggap dirinya ada.

"Membosankan sekali menikah dengannya!" ketus Tasya, ia segera memainkan gawainya dan ingin bertemu dengan teman lama.

Namun keinginan itu tertahan saat melihat dering panggilan dari sang bunda Mertua. Tasya menaikan sebelah alisnya, sedikit penasaran.

"Iya, Ibu!"

"...."

"Baiklah, Bu!" Tasya segera menutup panggilan itu dan secepatnya menarik sebuah jaket untuk segera menemui permintaan mertuanya

****

Pagi ini Ahmar kembali ke kedai tempat Aini bekerja dan betapa hancur hatinya saat tahu dari penjaga kedai itu bila Aini sudah memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya.

"Apa yang membuatmu seperti ini, Aini! Aku tak mungkin bisa melupakanmu, aku sangat merindukanmu." lirih Ahmar dan kembali menjalankan mobilnya menuju kantor.

Ahmar tak ingin menyerah, ia sudah memutuskan untuk mencari Aini dimanapun. Apalagi setelah pertemuannya kemarin cinta Ahmar semakin besar dan rindunya semakin berkobar tak mampu lagi dipadamkan.

"Sekuat apapun kau menjauh dariku, sekuat itu pula aku akan mengejarmu!" tandas Ahmar dengan mantap.

Tiba-tiba pandangan membentur satu sosok yang tengah terduduk manis di sebuah halte bis. Ia segera mengenali sosok itu dengan penuh kebahagiaan Ahmar segera menepikan mobilnya. Perlahan ia segera turun dan mendapat tatapan terkejut dari wanita yang tengah duduk di halte itu.

"Mas Ahmar ...." desisnya

Dan ingin segera melarikan diri kembali. Namun tangan kekar Ahmar segera menarik lengan wanita itu.

"Aini, aku mohon jangan lari lagi! Tolong jelaskan sesuatu padaku agar aku bisa menerima semua kenyataan ini!"

Aini terdiam akhirnya menurut juga saat Ahmar mengajaknya untuk duduk kembali.

"Aku merindukanmu!" lirih Ahmar masih dengan menggenggam tangan mungil Aini.

Aini hanya mampu diam, ingin ia mengutarakan hal yang sama pada laki-laki di hadapannya ini. Namun entahlah lidahnya terasa begitu kelu.

"Maafkan aku!" hanya itu yang mampu keluar dari bibir Aini.

Ahmar menatap sendu, wanita yang dicintainya itu, kini nampak sedikit kurus meski kecantikannya tak sedikitpun berkurang.

"Aku tak ingin mendengar permintaan maafmu, aku hanya ingin kamu pulang bersamaku. Kita mulai yang baru dengan penuh kebahagiaan!" ungkap Ahmar seraya mengecup lembut punggung tangan Aini.

Aini semakin tersakiti mendengar semuanya, di sisi lain ia begitu mencintai Ahmar namun di sisi lain juga ia tak ingin melihat kehancuran kakaknya.

"Maaf, Mas! Aku sudah menikah, jadi aku mohon pergilah! Jangan ganggu aku lagi, biarlah kita ikuti jalan takdir kita masing-masing. Jangan memaksakan kehendak untuk bisa bersama, jika kemungkinan akan ada yang tersakiti!" jelas Aini dengan suara parau. Ia harus berbohong demi kebaikan bersama.

"Aku tidak percaya!" sergah Ahmar.

avataravatar
Next chapter