14 Demam

"Mama ... Tolong Al ... "

Angga mengerjapkan mata. Dia perlahan menoleh ke arah Alexa. Samar-samar telinganya mendengar suara Alexa. Segera ia bangkit dari tidurnya dan mendekati Alexa.

"Mama ... Al, takut ... "

Alexa mengigau ternyata.

Angga duduk di tepi ranjang. Dia menyentuh dahi Alexa.

"Kamu demam, Lex!" pekiknya.

Dengan gesit, Angga keluar dari kamar dan menuruni tangga. Tujuannya tidak lain adalah mengambil air hangat untuk mengompres dahi Alexa. Tidak hanya itu, dia mengambil obat yang selalu tersedia di kotak obat dekat meja makan. Paracetamol, hanya obat itu yang tersedia di kotak obat miliknya.

"Aku rasa, obat ini bisa menurunkan demam Alexa untuk sementara," gumam Angga.

Untuk sementara Angga memberikan pertolongan pertama pada Alexa dengan meminumkan obat paracetamol, selanjutnya besok barulah dia membawa Alexa periksa ke dokter. Dia hawatir, demam Alexa bukanlah demam biasa. Bisa jadi diakibatkan trauma pasca mengalami insiden kemarin.

Dengan tekun dan penuh kasih sayang, Angga merawat Alexa. Menempelkan handuk kecil miliknya yang sudah hangat karena air kompresan ke atas dahinya.

"Dingin ... " igau Alexa kemudian.

Angga melirik pengendali pendingin ruangan. Dia meraih lalu mematikan pendingin ruangan. Mata Angga sempat melirik jam di dinding kamarnya. Masih pukul satu dini hari.

"Dingin ... " gumam Alexa Lagi.

Angga menyelimuti Alexa dengan rapat, tiba-tiba saja secara spontan tangan Alexa menarik tangannya. Beruntung tubuh Angga bisa merespon dengan cepat, sehingga dia tidak jatuh menindih tubuh Alexa.

"Haish ... kamu membuatku kaget, Lex."

Alexa merangsek ke tubuh Angga. Dia merasa kedinginan dan mencari kehangatan melalui tubuh Angga.

'Astaga, Lex! Yang benar sajalah! Sial!' maki Angga dalam hati. Alexa membuat tubuh Angga tidak berkutik.

Tubuhnya benar-benar terkunci oleh tangan Alexa yang melingkar di perutnya. Angga mengusap wajahnya gusar.

Tidak hanya itu, Alexa mulai menyamankan posisi tidurnya dengan tidur di bahu Angga. Sungguh posisi yang menyiksa naluri kelaki-lakian Angga.

Rasa panas menjalar ke tubuh Angga. Dan sepertinya, bukan karena suhu panas dari tubuh Alexa dan karena pendingin ruangan yang dimatikan saja, tapi Angga merasa ada panas yang lain mulai mengusik kewarasannya.

'Sial!'

Angga sekuat tenaga memusatkan pikirannya pada kesakitan Alexa. Dia berusaha mengusir pikiran liar yang memaksa dirinya melakukan tindakan yang nantinya ia sesali.

"Kamu benar-benar merepotkanku, Lex."

Angga mengusap lembut pucuk kepala Alexa. Pelan bahkan sangat pelan, sedikit ia bubuhkan kecupan penuh kasih di dahi Alexa. Tubuh mereka tidak berjarak sama sekali! Angga bahkan dapat merasakan hembusan nafas yang teratur keluar dari hidung Alexa ke lehernya. Sungguh siksaan batin bagi Angga! Terlebih lagi detakan jantung Alexa terasa sekali di dadanya. Bisa dibayangkan bukan, benda kenyal itu sepenuhnya mendarat di atas dada Angga. Sial!

Masih ada sekitar lima sampai enam jam lagi --itupun kalau Alexa bangun lebih pagi-- Angga bisa melepaskan diri dari kungkungan Alexa.

"Kuatkan imanmu, Angga!" gumamnya pada diri sendiri.

***

Kicau burung terdengar dari luar jendela kamar. Meski cahaya matahari belum sepenuhnya tangguh menerobos celah jendela, tapi cukup membuktikan bahwa malam berganti pagi.

Perlahan Alexa mengerjapkan mata. Tidurnya sangat nyenyak dengan ditemani bantal guling yang hangat. Guling yang hangat?! Alexa terkesiap. Matanya langsung menangkap sosok Angga yang tengah tertidur pulas di sampingnya. Dia bahkan sangat terkejut melihat tangannya dengan sangat percaya diri memeluk pinggang Angga. Dengan kecepatan kilat, Alexa menarik tangannya dan menjauh dari Angga. Rona merah bersemu di pipi mulus Alexa. Malu! Alexa memunggungi Angga.

"Astaga! Apa yang kulakukan semalam?" desis Alexa.

Pikirannya terlempar jauh mengingat kejadian semalam. Yang dia tahu, Angga menyelamatkan dirinya dan membawanya ke kosan ini. Setelah memakan bubur, dia lalu tertidur. Hanya sebatas itu yang dia ingat. Selebihnya dia tidak ingat.

'Apakah aku sejalang itu hingga memanfaatkan tubuh Angga?' batinnya.

Guncangan kecil pada ranjang mengusik alam mimpi Angga. Dia merasakan ada pergerakan dari sebelahnya. Diapun membuka matanya. Secara spontan, Angga langsung menoleh ke sisi kanannya.

'Ternyata Alex sudah berpindah posisi. Syukurlah,' batin Angga.

Angga perlahan menggerakkan tubuhnya yang terasa kaku. Bagaimana tidak! Dia tertidur semalaman dalam posisi yang sama tanpa bisa bergeser sedikitpun. Bahkan bahu kanannya terasa pegal. Belum lagi bagian tubuh lainnya yang ngilu –yang tidak perlu pembaca tahu -- karena menahan diri agar tidak terjaga semalaman.

Angga bangkit dari tidurnya, ia menjulurkan tangannya lalu mengusap rambut Alexa, lembut.

"Selamat pagi, Alex," ucapnya pelan.

Kegiatan yang hanya bisa dia lakukan dulu melalui ponselnya. Ya! Angga tidak pernah absen mengucapkan "selamat pagi" ataupun "selamat tidur" melalui pesan singkat di ponselnya. Tapi kini, dia bisa melakukannya dengan mudah dan terasa sangat nyata karena sang pujaan hati berada tepat di sebelahnya.

Alexa bergeming. Matanya sengaja dia pejamkan kembali. Berpura-pura masih tidur adalah pilihan yang tepat bagi Alexa. Alexa belum siap jika berhadapan dengan Angga. Rasa malu karena semalaman memeluk tubuh Angga tanpa rasa bersalah sedikitpun bukan menjadi alasan utamanya menghindari interaksi pagi ini, melainkan perasaan malu karena Angga menyaksikan dirinya dilecekan oleh Ben lebih mendominasi perasaannya saat ini.

Angga keluar dari kamar. Dia berniat keluar rumah membeli sarapan untuk Alexa dan dirinya.

Setelah beberapa menit Angga keluar kamar, Alexa berbalik. Wajahnya kini benar-benar bersemu merah.

"Bagaimana aku bisa menghadapi Angga, nanti?"

"Sebaiknya aku ke kamar mandi," lanjutnya.

Awalnya, Alexa berbiat untuk mandi, tapi sayangnya dia ru ingta bahwa tidak ada handuk dan baju ganti untuknya. Karena itulah, dia memutuskan untuk mencuci muka saja. Menyegarkan diri dari muka bantal.

Angga sontak menghentikan langkahnya saat matanya melihat Alexa baru saja keluar dari kamar mandi. Wajahnya nampak segar dnegan sisa air yang masih menetes dari wajah dan anak rambutnya. Alexa menggelung rambutnya ke atas. Sekali lagi pemandangan indah di pagi hari disaksikan oleh mata Angga.

"Eh, maaf. Ku kira kamu masih tidur. Ini, aku sudah membawa sarapan untukmu," ujar Angga gelagapan saat mata Alexa menatap lurus ke arahnya.

Alexa bergeming.

"A-aku taruh sarapanmu di sini, ya. Aku akan keluar sekarang," ujar Angga semakin kikuk.

Angga bergegas keluar dari kamar Alexa sebelum tingkahnya semakin tidak natural karena telah dengan sengaja menikmati Alexa menggelung rambutnya.

Alexa mendekati meja depan sofa. Seonggok plastik hitam tergeletak di sana lengkap dengan segelas susu di sampingnya. Dia meraih satu bungkusan plastik hitam itu. Satu bungkus bubur ayam menyembul dari balik plastik.

"Ha...hh bubur lagi," keluh Alexa.

Alexa memasukkan kembali plastik bubur itu ke tempat semula. Dia berniat memberikannya pada Angga. Bukan tidak menghargai usaha Angga arena telah membelikan sarapan untuknya, tapi rasa pahit di mulut, membuat Alexa enggan memakan apapun pagi ini.

avataravatar
Next chapter