webnovel

Masih Ada Waktu

Di tengah perjalanan pulang Intan mencoba untuk membuka percakapan mengenai pernikahan Haura dan Abimayu. Maksudnya Intan agar dia bisa membantu sahabatnya itu.

Namun, di akhir percakapan itu Haura tidak bisa menghindari seekor tupai yang tiba-tibang lewat di jalan karena asyik tertawa dengan Intan dan akhirnya mereka jatuh dari motor.

"Ra, bangun." Intan begitu panik dan khawatir karena Haura pingsan, sedangkan mereka di berada di tengah hutan, saat itu tidak ada motor yang lalu Lalang. Intan mengambil ponselnya dan langsung menelpon Firhan.

"Halo Bang Firhan, Kami kecelakaan di tengah perjalanan menuju kota Bang dan Haura pingsan Bang."

Mendengar kabar itu Firhan langsung panik dan mondar-mandir tidak jelas, namun ia tidak bisa meninggalkan kliennya yang sedang membahas pekerjaan.

"Tan, dengerin Abang, jangan kemana-mana dan tunggu di sana. Terus sadarin Haura, abang mohon."

"Iya Bang."

"Ra bangun Ra, Ya Allah tolongin Haura."

Intan semakin panik saat mengetahui ada darah yang mengalir di tangan Haura akibat kena batu-batu jalan. Akhirnya Intan mengeluarkan baju kaos berwarna putih yang sengaja ia bawa. Dengan cepat Intan langsung menghentikan darah yang keluar dengan bajunya.

Hari semakin sore dan Haura belum juga sadar, lebih anehnya lagi tidak ada satupun orang yang lewat di jalan yang mereka lalui itu. Intan menundukkan wajahnya dan hampir putus asa, namun tidak lama dari itu ada sebuah mobil putih datang ke arah mereka.

"Pak Abi," Intan mengangkat wajahnya seraya terkejut.

"Jangan salah paham, saya temannya Firhan, dia meminta saya untuk kesini. Kenapa kalian bisa jatuh?" tanya Abi dengan sifat dinginnya.

Intan memaklumi itu, karena Abimayu pasti berpikir kalau Intan tidak tahu tentang pernikahan mereka. "Tadi Haura tidak bisa menghindari tupai yang sedang lewat, Pak," jelas Intan.

"Terus saya harus bagaimana?" Abimayu paham bahwasanya mereka belum menikah dan Haura pasti tidak akan terima jika dirinya di sentuh oleh laki-laki yang belum menjadi suaminya.

"Bapak cukup bantu memegang kaki Haura, biar saya yang mengangkat Haura. Nanti biar saya yang jelaskan kepada Haura, lagian kalian sebentar lagi menikah," ujar Intan dengan santainya.

"Apa?!" Seketika Abi terkejut. " Kamu tahu dari mana saya akan menikah dengan Haura?"

"Saya sahabatnya, Pak, jadi tahu semua tentang Haura. Bapak tenang saja Haura sudah bilang kepada saya untuk tidak memberitahu siapapun tentang pernikahan kalian."

"Jagain sahabat saya lo, Pak," ujar Intan dengan penuh penekanan.

"Kamu mau kemana? Saya enggak tanggung jawab ya kalau kamu ninggalin dia sendiri di mobil saya." Sebenarnya Abi juga gelisah melihat Haura yang tidak sadarkan diri, tapi ia berusaha menutupinya dari Intan. Sedingin-dinginya Abi ia masih punya sisi kelembutan.

Intan seolah tidak mendengar perkataan Abimayu. Setelah membawa Haura ke mobil Abi, ia langsung mengangkat sepeda motor Haura yang juga tergeletak di tengah jalan yang berbatu.

Sembari melambaikan tangan melewati mobil Abimayu, Intan terlihat begitu bahagia meninggalkan Haura di dalam mobil Abimayu. Kalau saja Haura sadar ia tidak akan ikut Abimayu sekalipun tangannya luka dan berdarah.

Ada untungnya juga Haura pingsan dan Intan tidak ada luka apapun. Maklum Intan atlet Silat jadi bisa untuk melindungi dirinya.

"Ternyata kalau di lihat dari jarak dekat, tidak bisa di pungkiri dia memang cantik," ujar Abimayu lalu menggelengkan kepalanya. "Sadar Bi, dia adalah wanita yang menghalagi kebahagiaan kamu."

Tidak memakan waktu yang lama akhirnya mereka sampai di rumah sakit terdekat. Abimayu langsung memanggil petugas Kesehatan dan membawa Haura ke ruang untuk di periksa. Sedangkan Abi dan Intan menunggu di luar.

"Biar saya yang menunggu Haura, kamu boleh pulang sekarang. Kamu tenang saja nanti Firhan akan menyusul sebentar lagi," ucap Abimayu kepada Intan yang matanya sudah melotot.

"Saya kira bapak mau modus!"

"Apa?! Kamu kira saya laki-laki apaan!" balas Abi yang tidak terima dengan tuduhan Intan.

"Baiklah saya akan pulang, tapi ingat ya Pak, jagain Haura."

Abi mulai kesal dengan Intan yang sangat cerewat. "Iya, iya, iya, udah pulang sana," usir Abi.

Abi menghela nafas panjang, tubuhnya sangat lelah karena harus melewati jalan yang banyak bebatuan, apalagi Abi sudah dua kali melewati jalanan itu. Tersirat di pikirannya yang tidak habis pikir kepada Haura yang sering melewati jalan bebatuan itu.

Abi menyenderkan tubuhnya di kursi ruang tunggu sembari menunggu perawat yang memeriksa Haura dan mengobati luka Haura.

"Maaf Pak, Istri bapak tidak apa-apa, tapi dia masih pingsan hingga saat ini. Sepertinya dia kelelahan dan punya banyak beban pikiran dan lukanya juga sudah saya perban," ujar perawat itu.

"Apa saya terlihat seperti suaminya?" batin Abi. " Terima kasih sus."

Abimayu harus menunggu lagi sampai Haura sadar dan Firhan datang untuk menjemput Haura. Firhan mengatakan agar tetap di rumah sakit sampai ia datang. Mungkin Firhan juga memikirkan adiknya itu, karena ia sangat yakin Haura tidak akan mau satu mobil dengan laki-laki.

Dsst Dsst Dsst

Tidak lama dari itu ada panggilan masuk dari Angga, teman Abimayu sekaligus teman Jesika. Angga adalah salah satu orang yang tahu tentang rencana pernikahan Abimayu dan Haura.

Kesalahan Abimayu adalah dia sudah berjanji kepada Angga untuk membatalkan rencana pernikahan mereka beberapa hari yang lalu, saat Angga mengatakan kalau Jesika sangat mencintai Abimayu dan masih menunggunya.

"Bagaimana Bi, Apa kamu sudah membatalkan rencana pernikahan kamu?"

"Tidak semudah itu Ngga, Aku juga tidak bisa janji bisa atau enggaknya"

"Kamu gila ya, Bi! Kamu sudah janji sama Jesika untuk menikah jika dia sudah pulang dari Amerika, tapi apa sekarang, kamu malah ingin menikah dengan orang lain!"

"Kamu kira aku menginginkan pernikahan ini, Ngga? Tidak, sama sekali tidak. Aku juga terpaksa, demi Ayah aku. Kalau kamu menelpon hanya untuk bertengkar lebih baik tidak usah."

Abi memutuskan panggilan secara sepihak. Pikirannya kini kembali kacau saat mengingat tentang Jesika. Dia benar-benar kebingungan akan melanjutkan rencana pernikahan mereka atau tidak.

Sedangkan Haura, air matanya sudah mengalir. Dengan tubuh yang masih lemah dan berjalan pun sempoyongan, rupanya sejak tadi Haura sudah mendengar semua ucapan Abimayu.

"Haura harus bagaimana, Ya Allah."

Tidak ingin membuat Abimayu lama menunggu di luar Haura akhirnya keluar, tapi sebelum itu dia menghapus air matanya, walau sebenarnya hatinya masih memikirkan ucapan Abimayu tadi.

Entah kenapa Haura lewat begitu saja di depan Abimayu tanpa menegurnya, seolah Abimayu tidak ada di situ bahkan Abi memanggil pun tidak di jawab.

"Ra," panggil Abi lagi namun tidak di jawab oleh Haura. Ia masih melanjutkan jalannya yang sempoyongan menuju luar rumah sakit. "Saya salah apa sama kamu, seharusnya kamu berterima kasih kepada saya karena telah membantu kamu," ujar Abi.

Akhirnya Haura menghentikan langkahnya dan berbalik kearah Abimayu. "Saya tidak pernah meminta bapak untuk membantu saya dan juga terimakasih sudah membawa saya ke rumah sakit."

"Kamu mau kemana?" tanya Abi lagi, tapi tidak ada jawaban. Akhirnya Abi langsung lari dan mencegah Haura. "Sebentar lagi abang kamu datang untuk jemput kamu," ujar Abi.

Haura mengangguk pelan dan meneruskan jalannya. "Baik Pak."

"Wanita aneh," pekik Abimayu dengan cukup keras sehingga Haura mendengarnya.

"Masih ada waktu, Pak."

"Untuk?"

"Membatalkan rencana pernikahan kita, bukankah itu yang bapak inginkan. Saya akan menjelaskan kepada Ayah saya malam ini juga, bapak tidak usah khawatir dan maaf sudah menjadi penghalang kebahagiaan bapak dengan kekasih bapak," tutur Haura.

Abi menyadari sesuatu setelah mendengar ucapan Haura. "Apa kamu mendengar percakapan saya tadi?" tanya Abi tapi tidak ada jawaban.

Karena sudah kesal akhirnya tanpa sengaja Abi mencekal tangan Haura dan hal itu membuat Haura terkejut. Seketika itu juga Haura melepaskan tangan Abi dengan kasar. "Pak!" Haura menatap tajam wajah Abi sebentar kemudian pergi.

"Maaf."

Next chapter