1 Gadis Dari Kampung

Geisha menyisir rambutnya sambil memperhatikan pantulan dia di cermin, berulang kali dia menata rambutnya. Namun lagi-lagi dia merasa kurang pas, hingga dia mengubahnya kembali. Dan terakhir dia pun membiarkan rambutnya tergerai indah hingga mencapai pinggang. Geisha mengenakan baju kemeja berwarna putih dan rok hitam selutut, layaknya karyawan. Namun hari ini Geisha berniat ingin melamar pekerjaan.

"Sekalipun lo seharian berdiri di situ tetap aja wajah lo nggak berubah, Sha- Sha," ujar Hana.

"Nggak berubah jelek kan maksud lo, jarang dong orang kampung kaya gue punya wajah perpect kaya gini."

Geisha tersenyum memperlihatkan wajah cantiknya yang bisa dia lihat dari cermin di depannya. Geisha memang berasal dari kampung dan sudah kurang lebih satu tahun dia merantau ke ibukota. Namun Geisha memiliki paras yang jelita, hanya saja takdir yang kurang beruntung.

Dia lahir dari keluarga yang sederhana, bahkan bisa dibilang sangat memprihatinkan. Karena untuk mengenyam pendidikan orang tuanya hanya sanggup menyekolahkan dia hingga SMP.

Geisha harus bekerja paruh waktu agar bisa melanjutkan sekolah menengah atasnya, apapun dia kerjakan asalkan menghasilkan uang demi melanjutkan cita-citanya. Dia memang gadis kampung yang bercita-cita sangat tinggi. Namun apalah daya Geisha tetap harus menyerah pada keadaan dan hanya bisa lulus sekolah SMA. Dia terpaksa mengubur impiannya untuk mengenyam bangku universitas.

"Gaya lo, untung aja bener, he."

Hana terlihat nyengir, dia masih betah berada di balik selimutnya. Karena hari ini hari libur dia bekerja, Hana bekerja di sebuah toko roti yang cukup terkenal, dan rencananya Geisha ingin melamar kerja di sana.

Setelah Geisha baru saja hengkang dari pekerjaan lama, karena pengurangan karyawan. Dan Geisha menjadi salah satu karyawan yang harus berlapang dada menerima keputusan itu.

Geisha sempat marah pada keputusan sepihak itu, yang membuat dirinya harus putar otak lagi untuk mencari pekerjaan. Sementara jaman seperti ini bagaimana dia bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah dan cepat. Karena banyak cicilan yang sudah menanti, contohnya saja rumah petak ini. Rumah yang sudah setahun ini dia huni bersama Hana, dengan sewa rumah yang di bagi rata.

Rumah berukuran petak ini sungguh kecil, Hana dan Geisha tidur di tempat yang sama. Mereka hanya terpisahkan oleh kasur, kasur Geisha yang terletak di sebelah kanan, dan kasur Hana yang mendapat bagian sebelah kiri. Di depannya ada bagian ruang tamu yang kecil dan juga dipenuhi oleh perabotan mereka.

Namun ini sudah cukup nyaman untuk mereka, apalagi ini satu-satunya rumah yang paling murah untuk mereka sewa. Geisha yang tidak sengaja bertemu Hana saat pertama kali menginjakkan kota ini, setelah bercerita banyak Hana langsung menyuruhnya untuk tinggal bersama di rumah ini.

Untuk menghemat bayar sewa rumah dan juga teman di rumah. Dan tidak butuh waktu lama mereka sudah sangat akrab seperti dua orang yang sudah berteman sejak lama. Seperti teman lama yang baru saja dipertemukan kembali.

"Sayang, wajah nggak sebagus nasib."

Geisha tidak pernah menyesal dilahirkan dari orang tuanya, yaitu ibu dan bapaknya sekarang, tapi kadang dia hanya berpikir seandainya dia terlahir dari keluarga kaya. Pasti dia tidak akan mengalami penderitaan seperti ini, harus bekerja demi bisa melanjutkan sekolah. Dan itu pun tidak cukup untuk dia bisa merasakan bangku kuliah, yang sudah Geisha bayangkan sejak kecil.

Dan sekarang dia harus pergi merantau agar hidupnya tidak stuck di sana, entah kemajuan apa yang Geisha pikirkan. Sementara hidupnya pun sampai kini masih abu-abu. Bahkan dia dipecat dari pekerjaan yang sangat standar, dan dia juga berniat untuk melamar pekerjaan yang sama saja tingkatannya.

Geisha sadar apa yang dia harapkan dari orang kecil sepertinya, bisa bertahan hidup pun sudah sangat bersyukur. Namun Geisha selalu berpikir jika akan ada keajaiban yang akan membuat hidupnya berubah.

Tiba-tiba Hana bangkit dari posisi berbaring menjadi duduk. "Justru itu, lo bisa manfaatkan buat menggait om-om, Sha."

Geisha menaruh sisir itu kembali ke tempatnya, lalu dia melangkah mendekati Hana dan menjitak kepalanya. Hingga dia meng-aduh.

Jitak-an dari Geisha spontan membuat Hana terbangun dari imajinasinya yang sudah melebar kemana-mana. Hana sudah membayangkan pelakor yang sedang ramai-ramainya, atau om-om yang penggila daun muda hingga bisa memberikan apa saja untuk si gadis.

Geisha mungkin tidak bernasib beruntung karena lahir di keluarga yang tidak bisa diharapkan, hingga dia harus berusaha sendiri untuk hidupnya. Lalu kenapa Geisha tidak menjadi salah satu di antara itu, dengan modal wajahnya yang cantiknya bisa dibilang di atas rata-rata.

"Aduh sakit Sha," ujar Hana yang memiliki kulit sawo matang.

"Ngapain gue jauh-jauh ke sini, Hana! Kalau gitu juga, lebih baik gue sama om yang ada di kampung gue aja. Yang doyannya sama gadis muda, dengan mengandalkan kekayaan dia buat otak mesumnya dia."

"Iya-iya maaf, cuma becanda," ralat Hana.

Geisha menjadi ingat lagi dengan laki-laki yang hampir seumuran dengan bapaknya, pak Gilang. Pak Gilang yang memang laki-laki terkaya di kampungnya, dia hampir saja meminang Geisha. Jika saja Geisha tidak berontak dan ingin mengakhiri hidupnya jika kedua orang tuanya memaksa dia untuk menerima pinangannya.

Bapak dan ibunya yang setuju saja dengan pinangan pak Gilang, dengan dalih untuk masa depan Geisha yang akan terjamin hingga tujuh turunan. Namun Geisha menolaknya keras, dan untungnya kedua orang tuanya tidak memaksa Geisha.

"Tapi ide gue bagus kan, Sha," lanjut Hana lagi tidak jera dengan jitakkan Geisha.

"Bagus buat dilakuin kiamat entar," sahut Geisha.

"Idih Geisha kan nggak semua om-om tua, kan bisa tuan muda yang kaya, nggak papa lah beristri yang penting duitnya jalan terus."

"Denger ya Na, mungkin saran lo itu akan gue lakuin kalau udah nggak ada usaha lagi di dunia ini. Dan itu akan jadi pilihan terakhir gue."

"Kenapa nggak lo aja yang gait bos lo tuh, biar lo dapat duit cuma-cuma dari dia. Kalau perlu ambil tuh toko buat jadi milik lo," lanjut Geisha seolah memutar pertanyaan pada temannya.

Spontan mata Hana langsung melotot. "Ih, serem gue. Bininya pak Rian galak tahu, dia pernah marah-marah di toko sama Pak Rian."

"Nah itu lo tahu resikonya. Ngambil punya orang itu nggak akan pernah bikin lo bahagia, jadi lebih baik hindari deh."

"Iya siap bos."

Hana tersenyum untuk menyudahi sikap Geisha yang begitu serius. Dia merapikan kemeja putih milik Geisha. Dia tahu sekali sifat Geisha yang punya impian sangat besar dan tidak mudah menyerah. Meskipun dia baru satu tahun mengenal dan tinggal bersama Geisha.

"Ingat tuh ya," ucap Geisha.

Bersambung ....

avataravatar
Next chapter