94 BAB 93. RUMAH YANG KOSONG

Kata-kata Nyi Rompah sebelum aku meninggalkannya masih terngiang di telingaku. Aku bahkan tidak punya kesempatan untuk meminta penjelasan darinya. Bukankah harusnya dia menjelaskan sedikit kepadaku. Terutama setelah mimpi aneh yang kualami.

Barna tidak boleh tahu tentang diriku? Kenapa?

Selama perjalanan aku lebih banyak diam. Ada banyak hal yang memenuhi kepalaku. Aku masih penasaran dengan wanita dalam mimpiku. Tapi bertanya ke Barna tentang ibunya yang sudah meninggal tentu bukan hal yang menyenangkan.

Selama perjalanan, Barna cukup banyak bicara untuk mencairkan suasana suram yang menguar dari diriku. Walau dia berusaha melucu untuk menghibur, tapi suasana hatiku masih saja buruk. Barna beberapa kali mendapatiku tenggelam dalam lamunanku.

"Apa Noni benar-benar baik-baik saja?"

"Tidak apa." jawabku lirih seakan bergumam pada diriku sendiri.

"Apa nenek sudah menyinggung Noni lagi?" tanyanya lagi.

Aku hanya menggeleng. Aku tidak tahu apakah kata-kata Nyi Rompah sudah menyinggungku. Aku bahkan tidak yakin apa yang membuat mood-ku memburuk.

Beberapa kali aku mengutuk diriku yang hampir saja melupakan bagaimana aku bisa sampai ke masa ini. Kisah konyol ini sudah membelengguku sangat dalam.

"Sebentar lagi kita akan keluar dari hutan. Apa Noni tetap ingin kembali ke Surakarta?"

Penjelasan Barna mengejutkanku. Aku

"Iya." jawabku.

"Siapa sebenarnya yang Noni cari? Disana keadaannya benar-benar tidak baik." katanya kemudian.

"Aku harus bertemu dengan suamiku." jawabku.

"Aah.. Iya. Tentu saja."

Jalan desa mulai terlihat. Ini jalan yang kukenal. Ya. Aku sudah kearah yang benar. Sebentar lagi aku akan bertemu Aryo.

Aku bisa membayangkan senyumnya saat melihatku. Aku memejamkan mataku, membayangkan semua keindahan itu.

"Kau pasti senang sekali." bisik Barna di telingaku, sambil terkekeh.

Apa itu sangat terlihat di wajahku? Aah, aku merasa sangat malu.

"Kearah mana?" tanya Barna.

Lalu aku menunjukkan arah yang ingin kutuju.

Akhirnya aku mencapai kediaman Aryo. Hampir saja aku melompat turun. Untung saja Barna mencegahku.

"Tunggu!" serunya tertahan. "Apa kau gila?! Bukankah kau sedang hamil?"

Ah, ya, tentu saja. Aku sangat bodoh hingga lupa bahwa aku bisa saja membahayakan anak dalam kandunganku.

"Eh... Maafkan aku. Aku hanya.."

"Ya, tentu saja, kau sangat senang."

Barna berdecak kesal.

Dia segera melompat turun dari kuda, lalu membantuku turun.

"Tunggu dulu!"

Barna menarik tubuhku untuk berada dibalik tubuhnya.

"Rumah ini kosong." lanjutnya

Aku melihatnya dengan tatapan bingung.

"Bukan cuma kosong. Ada sesuatu yang telah terjadi disini."

"Bagaimana kau tahu?" tanyaku

Kita baru saja di luar tembok pagar kediaman keluarga Aryo. Kita bahkan belum masuk kedalam halamannya. Bagaimana Barna tahu?

"Tunggu disini!" ucapnya. "Aku akan mengecek kedalam dulu untuk memastikan kondisinya aman."

Aku mengangguk.

Barna berjalan meninggalkan aku. Namun masih beberapa langkah, dia kembali kearahku.

"Jangan lepas tudungmu!" perintahnya.

"Baik... Baiklah." jawabku ragu-ragu.

Kenapa nadanya mendadak kasar?

Lalu dia segera bergegas meninggalkan aku untuk melihat kondisi rumah Aryo.

Disekitar rumah itu sangat sepi. Padahal seingatku, dulu banyak orang-orang desa yang berlalu lalang disitu. Beberapa rumah yang ada di sekitar kediaman Aryo-pun tampak tak berpenghuni.

Ada apa ini? Aku merasa was-was. Suasana di sekitarku sangat suram. Sama sekali tidak seperti yang kuingat.

Ketika aku masih sibuk melihat sekelilingku, tiba-tiba aku dikejutkan dengan kedatangan Barna.

"Ayo kita pergi dari sini." ucapnya sambil menarik lenganku dengan kasar.

Aku berusaha melepaskan diri dari cengkeraman tangannya yang besar.

"Tunggu!" seruku. "Aku harus melihat kedalam."

Dia kembali mencengkeram lenganku dan memaksaku untuk pergi dari tempat itu.

"Barna!" seruku marah. "Aku harus masuk!"

"Apa yang ingin kau lihat?!" timpalnya dengan nada tinggi. "Tidak ada yang harus kau lihat didalam sana!"

Aku harus tetap masuk. Aku harus melihat keadaan didalam sana.

Kutarik lenganku dan segera berlari menuju pintu samping. Langkahku terhenti. Aku terdiam menatap pemandangan di hadapanku.

Ya Tuhan! Apa yang terjadi?

Kepalaku mendadak menjadi sangat berat. Aku masih berusaha mencerna pemandangan mengerikan yang ada didepan mataku. Dadaku menjadi sesak. Kakiku kehilangan tenaga. Tubuhku bergetar dan hampir saja ambuk. Beruntung Barna dengan sigap menyangga tubuhku. Menutupi mataku dengan telapak tangannya.

Aku terisak dalam pelukan Barna. Aku ingin melangkah ke dalam rumah, tapi pemandangan diluar saja sudah cukup membuatku syok. Aku tidak mampu melangkahkan kakiku lebih jauh. Ini mengerikan. Ini menakutkan.

"Aku harus mencari...kedalam..."

Suaraku bahkan tidak dapat kudengar dengan jelas.

"Itu tidak akan lebih baik dari ini. Sebaiknya kita pergi dulu dari sini." timpal Barna pelan.

Barna memapahku dengan sedikit tergesa. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran. Dan entah kenapa, aku juga melihat kemarahan dan kebencian di wajahnya.

Barna memacu kudanya lebih cepat daripada saat kita datang. Dia tidak lagi berhati-hati dalam membawaku seperti sebelumnya. Buku tangannya tampak mencuat saat dia memegang tali kekang kudanya dengan sangat kuat. Aku tidak tahu kemana Barna memacu kudanya. Aku bahkan tidak lagi mampu melihat jalanan yang kami lalui karena mataku dipenuhi oleh air mata. Kepalaku terasa berputar. Dadaku terasa semakin sesak. Aku harus menenangkan diriku. Aku tidak boleh pingsan disaat seperti ini. Aku memejamkan mata, sambil terus meyakinkan diriku bahwa Aryo baik-baik saja. Dia pasti baik-baik saja.

Kami mencapai sebuah desa saat menjelang senja. Ini adalah desa terdekat. Suasana desa itu sangat berbeda dengan tempat Aryo. Disini aku masih melihat kehidupan, bahkan desa itu terbilang cukup ramai.

Tiba-tiba Barna menghentikan kudanya. Barna turun dari kuda dan mengangsurkan tali kekang kepadaku, sambil berkata, "Tunggu sebentar. Aku akan bertanya pada orang-orang disana."

Dia berjalan ke kumpulan orang yang ada di depan sebuah rumah makan. Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Mungkin saja Barna bertanya tentang apa yang terjadi di kediaman Aryo.

"Apa kau menemukan sesuatu?" tanyaku saat dia kembali.

"Kita sebaiknya segera pergi dari sini." katanya sambil bergegas naik keatas kuda.

Dalam waktu singkat kami sudah berada diluar desa itu. Barna masih terus memacu kudanya seakan ada sesuatu yang mengejar kami.

Dia mengabaikan rasa ingin tahuku. Hingga akhirnya aku memilih diam. Dia sama sekali tidak menjelaskan apapun.

Apakah dia kesal denganku?

Aku sudah banyak merepotkan. Aku bisa mengerti jika dia sangat kesal.

Kita sudah cukup jauh dari desa tersebut. Kini jalanan dihadapanku tampak suram dan curam. Jalanan berbatu tajam dan berliku.

Beberapa kali Barna menoleh kebelakang, seakan memastikan kami tidak diikuti siapapun.

Ada apa?

Barna hanya terdiam dan terus memacu kudanya. Perutku terasa tidak nyaman, bahkan cukup menyakitkan, karena goncangan kuda yang cukup keras.

Tapi Barna seakan sama sekali tidak menyadarinya.

Tiba-tiba Barna menghentikan kuda dengan sangat kasar.

Ada beberapa orang muncul dihadapan kami dan juga dibelakang kami.

"Sial!" umpat Barna pelan.

Barna sepertinya tidak terlalu terkejut dengan kehadiran mereka. Dan dia seperti mengenal mereka.

Tidak ada satu wajah pun yang kuingat pernah kukenal. Jadi mungkin mereka bukan prajurit Aryo. Dan pakaian mereka juga berbeda dengan prajurit Aryo.

Siapa mereka?

avataravatar
Next chapter