webnovel

Drama Mama

"Datang, sudah datang!" ucap seorang gadis yang saat ini tengah memegang sapu di sebuah taman, di depan rumah yang luas bak mansion di salah satu hunian elite di Jakarta.

"Mana, mana?" tanya dua gadis lain yang saat ini juga memegang sapu dan mengenakan seragam yang sama dengan gadis pertama.

"Itu …." Gadis pertama itu pun langsung menunjuk ke arah sebuah mobil sport berwarna hitam yang baru saja memasuki halaman rumah tersebut.

Ketiga gadis tersebut pun langsung berkumpul dan terus menatap ke arah mobil sports itu, mereka menunggu seseorang yang akan keluar dari dalam mobil tersebut dengan antusias.

\*

Sementara itu di dalam mobil sports keluaran terbaru tersebut …

"Huff …." Seorang laki-laki berusia 35 tahun kini menghela napas panjang. "Ck, apa lagi yang mereka inginkan," gumamnya lalu membuka pintu mobil tersebut dengan santai.

Laki-laki tinggi tegap dan tentunya tampan bak model iklan tersebut pun keluar dari mobil sport hitam yang dikendarainya sembari menatap ke arah ponsel yang kini ada di tangannya.

Dan sesaat kemudian terlihat seorang laki-laki paruh baya tengah berlari ke arahnya dengan tergopoh-gopoh.

"Maaf Mas, saya tidak tahu jika Anda akan datang hari ini," ucapnya ketika sudah berada tepat di depan laki-laki yang baru saja turun dari mobil tersebut.

"Ya, tidak masalah," jawab laki-laki yang baru turun dari dalam mobil sport tersebut sembari memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku kemejanya. "Oh iya, di mana mereka?" tanyanya sembari menatap laki-laki paruh baya yang kini sedang berdiri di depannya tersebut.

"Maksud Mas Cakra, bapak dan ibuk?"

Laki-laki berjambang rapi bernama Cakra itu pun langsung mengangguk menanggapi pertanyaan tersebut.

"Kalau tidak salah mereka ada di ruang santai Mas, sedang menonton berita sepertinya," terang laki-laki paruh baya tersebut.

"Hem …," gumam Cakra ketika mendengar keterangan laki-laki paruh baya di depannya itu. "Baiklah, tolong masukkan mobil ini Pak Min," imbuhnya.

"Baik Mas," sahut laki-laki paruh baya tersebut yang kemudian langsung beralih masuk ke dalam mobil yang digunakan oleh Cakra tadi.

Sedangkan saat ini Cakra berjalan dengan santai menuju pintu utama rumah besar tersebut.

Beberapa menit berlalu, akhirnya Cakra pun melewati pintu utama rumah tersebut dan berhenti tepat di tengah-tengah pintu besar itu.

"Huff …." Sekali lagi ia menghela napas panjang.

Sesaat kemudian terlihat seorang wanita berumur berjalan tergesa-gesa ke arah Cakra. "Mas, sudah ditunggu ibu dan bapak di ruang sana," ujarnya sembari menunjuk ke arah ruang santai dengan sopan.

"Iya Mbok, saya sudah tahu," jawab Cakra sembari tersenyum hangat ke arah wanita yang sudah bekerja di rumah itu sejak ia kecil.

Kemudian wanita berumur tersebut tiba-tiba saja menarik lengan kemeja Cakra dengan pelan.

"Iya, ada apa?" tanya Cakra dengan lembut pada wanita yang pernah menjadi pengasuhnya saat kecil itu.

Kemudian wanita yang dipanggil mbok itu pun langsung membisikkan beberapa hal pada Cakra, hingga membuatnya mengangguk-ngangguk tanda memahami ucapan wanita berumur tersebut.

"Iya Mbok, terima kasih," ucap Cakra setelah selesai mendengarkan ucapan Mbok Sumi, nama wanita berumur tersebut.

Setelah itu Cakra pun bergegas ke arah ruangan yang ditunjuk oleh Mbok Sumi tadi. Dan ketika sampai di sana, terlihat sepasang suami-istri yang berumur  sekitar 60 tahunan tengah duduk dengan santai menatap ke arah televisi yang ada di depan mereka.

"Ehem!" dehem Cakra ketika memasuki ruangan tersebut.

Sontak saja, wanita paruh baya yang ada di ruangan itu pun langsung menoleh dan menatap ke arah Cakra dengan mata berbinar.

"Kamu baru dari mana Kra? Kami sudah menunggu kamu sejak kemarin, kenapa baru pulang?" tanya Nyonya Tantri, ibu dari Cakra yang langsung berdiri dan berjalan menghampiri anak laki-lakinya tersebut.

"Masih ingat pulang ternyata." Laki-laki berusia 60 tahunan yang ada di ruangan itu menimpali tanpa menoleh sedikit pun ke arah Cakra, tak seperti sang istri.

"Papa!" seru Nyonya Tantri tak setuju mendengar perkataan suaminya yang kasar tersebut.

Sesaat kemudian laki-laki berusia 60 tahunan itu pun menyahut, "Kamu kenapa harus bertanya seperti itu pada dia, memang anak ini peduli pada kita berdua."

"Hiss … Papa," tukas Nyonya Tantri lagi.

"Dia itu terus kerja dan kerja sampai tidak punya waktu untuk mengunjungi orang tuanya sendiri yang sudah makin tua," lanjut Tuan Mahendra, ayah dari Cakra sembari melirik tajam ke arah anak semata wayangnya itu.

"Sudahlah Pa, ini kan juga demi restoran kita," sahut Cakra dengan santai sambil memeluk ibunya dan kemudian menggandeng wanita paruh baya itu untuk kembali duduk di sofa yang Ada di sana.

"Baiklah itu terserah kamu, aku tidak peduli," ujar Tuan Mahendra kesal lalu kembali menatap ke arah televisi yang dilihatnya sejak tadi.

Kemudian Nyonya Tantri pun menyahut, "Sudahlah jangan dengarkan Papamu yang penting kamu sekarang sudah ada di rumah dengan selamat."

Sebuah usapan lembut pada pundaknya dari wanita yang melahirkannya itu pun langsung membuat Cakra tersenyum.

"Kamu terlalu memanjakan dia. Lihat dia, sampai kapan dia mau terus seperti itu. Buat apa dia bekerja sekeras itu, dia tidak akan bangkrut jika menyuruh anak buahnya," tandas Tuan Mahendra yang memprotes tindakan istrinya tersebut.

"Tapi, Bukankah dulu Papa juga bekerja keras seperti ini?" tanya Cakra, membela diri.

"Dulu Papa memang suka bekerja keras karena ingin membuat mamamu bahagia. Lalu kamu, kamu bekerja keras seperti itu untuk membahagiakan siapa?" balas Tuan Mahendra.

"Sudahlah kalian jangan bertengkar, setiap bertemu selalu saja bertengkar," ucap Nyonya Tantri memprotes kelakuan dua laki-laki kesayangannya itu yang kerap kali seperti anjing dan kucing jika bertemu.

"Terus saja bela anakmu sampai dia melajang seumur hidupnya," seloroh Tuan Mahendra.

Cakra pun langsung terdiam mendengar ucapan ayahnya tersebut, dan lagi-lagi sebuah helaan napas kasar terdengar dari mulutnya.

'Ini pasti akan berakhir seperti sebelumnya,' batinnya yang terlihat langsung lesu.

Kemudian ….

"Iya Dam, Mama dan Papa ini sudah tua, semua teman-teman Mama sudah menggendong cucu dan mereka sering sekali memamerkan cucu-cucu mereka di depan Mama. Mama ini …," ucap Nyonya Tantri dengan wajah memelas dan terlihat sangat menyedihkan.

"Mama kenapa bicara seperti itu,  ini—"

"Bagaimana bisa kamu berpikir Mama tidak akan berbicara seperti itu," tukas Nyonya Tantri sembari menatap manik mata anak laki-lakinya tersebut dalam-dalam. "Mama itu mau menggendong cucu. Mama ingin memamerkan cucu Mama pada teman-teman arisan Mama. Mama takut jika tidak bisa menggendong cucu Mama sampai akhir hidup Mama yang entah kapan tanggal berakhirnya," imbuhnya, mendalami drama yang diperankannya saat ini.

'Hah, dasar mama,' keluh Cakra di dalam hati.

Ia pun sudah bisa menebak apa akhir dari percakapan tersebut karena sudah berkali-kali percakapan itu dilakukan dengan berbagai versi dan gaya.

"Baiklah, jadi apa yang Mama mau?"

Sesaat kemudian Nyonya Tantri pun terdiam, seolah sedang berpikir keras. Lalu ….

"Sudah mama putuskan, mama mau sebelum ulang tahunmu yang ke-35, kamu harus membawa pasangan ke rumah ini. Mama tidak mau mendengar alasan apa pun, seperti  sebelumnya. Jika tidak … Mama dan Papa akan pergi ke panti jompo  saja."

"Baiklah-baiklah aku akan membawakan apa yang Mama mau." Cakra pun pasrah menghadapi ancaman wanita yang sangat dihormatinya itu.

Lalu sebuah senyum pun langsung  terbit di wajah cantik wanita paruh baya di dekat Cakra itu. "Baik. Karena kamu sudah menyetujuinya, Mama akan membantu kamu," ucap Nyonya Tantri sambil menepuk pundak anak laki-lakinya tersebut, penuh arti.

Cakra pun langsung mengerutkan dahinya ketika melihat ekspresi yang sulit ditebak dari wanita di hadapannya itu.

Sesaat kemudian Nyonya Tantri pun langsung mengeluarkan beberapa lembar foto dari dalam saku pakaiannya saat ini. "Pilih yang mana?"

'sudah kuduga ini yang terjadi,' batin Cakra sembari menggeleng pelan.

"Tidak ada," jawabnya dengan cepat setelah sekilas menatap foto-foto yang disodorkan di depan wajahnya itu.

Kemudian Nyonya Tantri pun menyimpan foto itu kembali. "Baiklah, kalau begitu Mama akan mengatur kencan buta untukmu."

PLAK! Cakra langsung menepuk keningnya sendiri.

Next chapter