3 Jumpa Pertama

Dira mendesah pelan, hari ini sudah hari Rabu di bulan Juli 2020. Hari Rabu dalam minggu kedua bulan ini. Rasanya hari sangat cepat berlalu. Dari pagi ke malam dan malam ke pagi begitu tak terasa. Dira merasa bahwa baru saja melalui malam minggu yang keluar bersama temannya Dela dan pulang langsung mendapati dua pilihan dari papanya. Namun kenapa ini sudah hari Rabu? Cepat sekali jika dalam keadaan seperti ini.

Tok tok tok.. suara pintu kamar Dira diketuk.

"Diraaa... keluar sayang, ini udah jam setengah 9 pagi loh. Masa perawan belum bangun juga!!" Teriak Meisya dari depan kamar Dira.

Dire menggeliatkan tubuhnya malas. Sebenarnya ia sudah bangun. Hanya saja rasa malas yang menyelimuti dirinya itu sangat kuat sekali. Apalagi kalau dalam kondisi yang disebut 'mager' atau males gerak itu yang bikin sulit untuk keluar dari zona nyaman.

"Iya iyaaaa Dira udah bangun maa..." teriak Dira.

"Ih kenapa sih pakek acara teriak-teriak segala. Gue kan pengen bangun nanti-nanti aja. Masih kondisi nganggur juga. Menyebalkan." Gerutunya sambil menggulung rambutnya dan dijepit dengan penjepit rambut.

Lalu langkahnya menuju keluar kamar dan mendapati papanya yang bernama Pradipta sedang membaca koran di ruang keluarga yang di temani secangkir kopi hitam.

"Pagi paa.." sapa Dira malas-malasan lalu ambruk di sofa panjang di samping papanya.

"Pagi jugaa.. mandi sana. Bener kata mama kamu tuh, kamu itu masih perawan kok malah bangunnya siang-siang. Jorok Nadira.." omel papanya.

Dira mendengus. "Udah ah pa.. jangan ikutan ngomel kayak mama. Masih pagi tau. Dira masih malas. Ya mumpung Dira masih kondisi nganggur gapapa dong Dira malas-malasan dulu."

Mendengar ucapan Dira, Pradipta mengangkat satu alisnya dan menurunkan koran yang ia baca laly ia lipat kembali. "Apa barusan kamu bilang?" Tanyanya.

Dira mengernyit. "Apa pa?"

"Itu tadi secara nggak langsung kamu mau ngasih tau kalo kamu milih kerja daripada kuliah?"

"Emm bu..bukan gitu pa.."

"Dari kata-kata kamu yang bilang mumpung masih kondisi nganggur, papa mikir kalo kamu jadi milih kerja?" Tanya ulang Pradipta.

"Em.. yaa.. ya nggak gitu. Nganggur yang Dira maksud itu nganggur nggak ada kegiatan gitu.. bukan nganggur gak bekerja." Ujar Dira dengan tampang cemberut.

Pradipta mengusap wajahnya merasa pening. "Hadehh Dira.. jangan bimbang ya papa mohon. Papa beneran nggak suka lihat anak papa tanpa kegiatan kayak gini. Kamu lebih baik segera mandi lalu sarapan, setelah itu pikirkan kembali baik-baik. Besok kamu kan sudah harus kasih jawaban ke papa bukan?"

"Iya iyaaa Dira ngerti." Dan dengan malas tingkat dewa Dira pergi ke kamarnya dan mandi, karena toilet di rumah mereka ada di setiap kamar masing-masing.

■□■□■

"Ini." Ucap Meisya dengan memberi selembar sobekan kertas notes kepada Dira.

Dira berdecak pelan. "Banyak amat sih ma belanjanya.."

"Baru satu kali ini kan mama suruh kamu. Biasanya juga mama sendiri yang selalu belanja keluar." Gerutu Meisya.

"Ih iya iyaa Dira yang belanja. Mana bang Rendra?" Tanya Dira celingukan mencari kakaknya.

"Abang kamu udah 5 menit lalu ada di dalam mobil tuh di depan rumah. Buruan. Ntar dia ikutan ngomel kayak mama..hihi.."

"Mama seneng banget bikin anaknya cemberut.." gerutu Dira juga.

"Hehe udah sana kalian pergi.. mama sama papa lagi pengen di rumah aja sayang.. udah daaahh.. hati-hati yaa.. sebagai gantinya kamu boleh beli jajan sama novel deehh.."

Dira berdecak lagi lalu mengomel dengan pelan. "Giliran ada maunya aja anaknya disogok jajan ama novel."

"Ayo bang jalan." Ucap Dira pada Rendra.

"Hmm.. kayak supir aja ayo bang jalan ayo bang jalan.." protes Rendra.

Rasanya lava yang ada di dalam kepala Dira serasa ingin meledak keluar. Kenapa hari ini banyak yang membuat suasana hatinya hancur sih?

"Ikhlas nggak sih nganterin adiknya sendiri pergi belanja? Ntar juga lo pergi ninggalin gue dan balik jemput gue dua jam lagi. Kenapa? Nggak suka? Kalo nggak suka sini biar gue yang bilang ke mama biar uang bulanan lo dikurangin!! Dasar nyebelin banget." Omel Dira dengan suara cempreng yang menurut Rendra bisa membuat gendang telinga pecah dan syaraf otak putus. Apalagi di dalam mobil seperti ini.

Rendra hanya bisa melongo sambil mulai menyalakan mobilnya, hampir saja permen lolipop rasa jeruk jatuh dari mulutnya jika ia tidak segera menutup mulutnya dan memegangi gagang permen tersebut.

"Dek, lo lagi pms ya?" Tanya Rendra.

Dira melirik Rendra dengan tajam. "Iya! Emang kenapa? Lo gak suka?"

"Buset! Udah serasa kayak semobil bareng mantan yang lagi pms nih kalo gini. Dasar adek udah kayak demit!" Ujar Rendra dalam hati.

"Kenapa??! Kok gak jawab?" Tanya Dira lagi.

Rendra kikuk sedikit, "ah gapapa dek.. udah rileks aja.. santai.. abang kan nanyanya baik-baik, masa dijawabnya sarkastik gitu ya abang kaget lah.."

Mendengar itu lantas Dira segera menarik dan membuang napas secara perlahan. Dan rasa kesalnya berkurang walau sedikit. Ya begini lah Dira, jika sedang PMS(Pre Menstruasi Syndrom) apalagi baru hari pertama rasanya memang sakit sekali. Apalagi jika pagi-pagi yang sedang malas diusik dengan disuruh keluar rumah seperti ini, sangat menyebalkan bagi Dira.

*

"Dua jam lagi kan bang?" Tanya Dira sebelum turun dari mobil Rendra.

"Iya. Abang jemput dua jam lagi. Yaa bisa molor sih sedikit. Jadi puas-puasin aja dulu di dalam Mall. Bisa makan juga sama belanja kan.."

"Ih emang abang ada urusan apa sih?" Tanya Dira yang ingin bersungut lagi.

"Abang kan udah bilang tadi, abang mau ketemu pacar abang dulu dek.." jawab Rendra agak kesal.

"Emang mbak Dina nggak lagi kuliah? Biasanya dia ada bimbingan sendiri kata abang."

"Dina lagi sakit makanya abang mau samperin dia di rumahnya."

"Ooohhh pantesan cuman dua jam. Ternyata pacarnya sakit toh." Ucap Dira sewot.

Rendra melirik kesal. "Udah sana keluar dan masuk ke Mall. Lama-lama disana juga gapapa biar dapat gebetan sekalian terus dibawa pulang."

Ctak!

"Aduh dek gausah jitak kepala juga bisa kan." Ringis Rendra.

"Abisnya abang ngeselin. Iya gue tau gue jumblo tapi jangan ngejekin mulu ya.. Bye!" Ucap Dira dan langsung keluar dari mobil Rendra.

Rendra hanya mendengus dan langsung menjalankan mobilnya lagi menuju rumah kekasihnya.

*

*

Dira merasa jenuh sekali rasanya belanja bulanan di dalam Mall yang cukup besar dan hanya berjalan seorang diri, bersedekap dada sambil menghela napas dengan pelan berkali-kali. Sudah seperti manusia paling sendiri saja rasanya.

"Kemana dulu ya? Belanja kebutuhan dapur aja dulu deh." Gumam Dira sendiri sambil mengambil sebuah trolli yang disediakan disana.

Dira mengambil semua yang tercatat dalam list yang Meisya tulis di kertas note. Gadis itu bersemangat sekali dan terlihat cekatan agar semua yang ada di list terpenuhi segera dan ia bisa bersantai di kedai es krim sebentar nanti.

Setelah beberapa menit berada di bagian sayur dan buah lalu berpindah ke bagian bumbu dapur dan sebagainya Dira segera menuju kasir dan urusan selesai.

Dua kantong plastik penuh dan berukuran besar ia bawa dengan sempoyongan lalu ia titipkan di tempat penitipan barang yang dijaga oleh satpam disana. Setelah itu gadis yang hari ini rambutnya dikuncir menjadi satu itu tampak sedikit lelah. Langkahnya membawanya pergi menuju lantai dua dimana kedai-kedai berada, dan ia memilih memasuki kedai es krim.

Dira memesan satu es krim berbentuk cup yang ada sendoknya, ia enggan makan di kedai itu karena sangat ramai. Jadilah ia memilih membeli dan dimakan sambil berjalan saja. Sambil menikmati es krimnya ia teringat sesuatu.

NOVEL!!

YA! DIRA HARUS BELI NOVEL.

Dan langkahnya pun ia teruskan menuju toko novel di dalam sana. Kedua matanya berbinar melihat novel terbaru dipasang berjajaran di rak paling depan. Hidungnya merasa sangat nyaman saat menghirup bau harum buku novel dalam toko ini. Bagi Dira, membaca itu dunianya dan imajinasinya sendiri. Membaca adalah hal yang sangat Dira sukai dari kecil. Dan membaca membuat Dira bisa melupakan sejenak masalahnya pada saat pikirannya tidak tenang dan gundah. Tapi tetap yang Dira utamakan adalah sholatnya terlebih dahulu.

Ketika asyik menyusuri bagian-bagian rak dalam yang juga memajang novel terlaris tahun ini, Dira jadi terbawa suasana dan menghayal jika toko ini adalah perpustakaannya sendiri. Gadis itu sampai tidak tahu ada seorang pria yang berdiri di belakangnya, yang juga ingin membeli salah satu novel.

"Nah! Dapat! Ini nih yang gue cari..... YES!..Eh ups.."

Kata-kata penuh gembira dari mulut Dira pun lenyap ketika novel yang baru saja ia ambil jatuh ke lantai dan tidak itu saja, Dira tidak sengaja menabrak pria di belakangnya karena ia hendak berbalik menuju kasir.

Kedua matanya melotot begitu saja setelah tahu bahwa cairan es krimnya tertumpah di kemeja warna biru susu polos yang dikenakan pria itu hari ini.

Namun pria itu tidak bereaksi seperti Dira, melainkan ia hanya sedikit kaget dan ekspresi wajahnya sangat datar.

"A..aduh emm..ma..maaf saya gak sengaja.. aduh.. ini saya ada sapu tangan bisa di pakai buat ngelap cairan es krimnya." Ucap Dira canggung dengan menyodorkan lipatan sapu tangannya pada pria itu.

Pria itu hanya berdehem saja dan menerima sodoran sapu tangan itu laku mengelap cairan es krim pada kemejanya di bagian dada.

"Maaf ya saya gak sengaja.. bener-bener minta maaf karena gak tau ada orang di belakang saya.." ucap Dira sungguh-sungguh.

"Iya dimaafin." Jawab pria itu dengan nada datar sekali dan masih sambil mengelap kemejanya yang cairannya masih merembes.

"Ma..makasih.. sapu tangannya diambil aja deh.. saya boleh permisi sekarang?"

Pria itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Dan Dira pun segera mengambil novel yang tadi terjatuh dan membawanya ke kasir dan setelah itu pergi ke lantai satu dan mengambil belanjaannya.

"Huft.. legaaa... duh gue keterlaluan gak ya tadi? Ah gapapa lah gak usah dipikirin. Kan gue udah minta maaf tadi, sapu tangan juga gue kasih ke dia." Gerutu Dira gusar.

Gadis itu melirik arlojinya, dan ternyata masih pukul setengah 12 siang. Padahal Rendra janji akan menjemputnya jam setengah 1 siang. Jadi dari tadi Dira hanya menggunakan waktu satu jam saja? Dira hampir tidak percaya. Biasanya jika ia disuruh begini akan memakan waktu sangat lama. Apa karena hari ini ia merasa sangat sendiri ya? Jadi apa-apa ingin dilakukannya dengan cepat. Entahlah Dira sekarang hanya ingin pulang.

Dira berjalan agak sempoyongan ke depan Mall. Isi kantong itu berat bagi Dira. Apalagi isinya memang berat semua. Ada sayuran, buah, minyak goreng, bumbu dapur dan belum lagi jajanan yang Dira inginkan sendiri.

Menyebalkan.

"Saya bantu?"

Suara itu terdengar sebuah perintah namun juga serasa seperti sebuah tawaran. Dira menoleh langsung ke kanan dimana seorang pria yang ia tabrak tadi berada di sampingnya sambil membawa satu kantong kecil berisi sebuah novel.

Dira mengernyit sebentar, "laki-laki ini nawarin gue? Kok gue agak takut ya." Batinnya.

"Kamu kelihatannya keberatan. Saya bisa bantu bawakan." Tawar pria tadi yang kali ini nadanya sedikit berirama ramah.

Dira tersenyum canggung dan mengangguk kecil. Dan pria itu langsung membawa dua kantong berat dari tangan Dira. Dira sendiri lega dibuatnya karena bahunya mulai terasa berkurang pegalnya. Namun matanya melotot kembali.

"EEHHHH.. GAK USAH DUA-DUANYA.. SATU AJA ITU SATUNYA BIAR SAYA BAWA AJA.." teriaknya khawatir.

Pria itu menoleh dan menatap Dira sekilas. "Santai saja. Tadi juga sudah memberikan sapu tangan. Kalo kita ketemu lagi saya kembalikan ya.."

Dira bengong sebentar sebelum akhirnya mengangguk sungkan.

Taksi berwarna putih berhenti dihadapan mereka, dan pria tadi menaruh belanjaan Dira pada bagasi taksi.

"Emm.. makasih ya pak.. maaf ngerepotin."

"Emm haha iya sama-sama.." jawab pria itu tersenyum agak miris. "Apa barusan? Dipanggil 'pak'? Apa aku kelihatan tua banget ya?" Batin pria itu bertanya-tanya.

***

"Memang terkadang sebuah pertemuan itu tidak terasa aneh sama sekali. Satu kali dua kali pertemuan boleh dikatakan tanpa sengaja. Namun, pertemuan selanjutnya kita tidak tahu akan ada sesuatu yang mungkin dirasa."

Sampai jumpaaa

Oktavia R

avataravatar
Next chapter