19 Ada apa dengan Karina?

Langkah Nadira agak dipercepat untuk segera sampai ke ruangan Bidang Umum. Gadis itu hampir saja teledor melebihi waktu makan siang yang seharusnya. Ini semua gara-gara Lisa yang membuatnya betah makan bekal di belakang meja resepsionis yang nyaman sekali karena jauh dari pandangan karyawan lain. Ah, lupakan hal itu. Sekarang lihat dirinya yang terburu-buru berjalan dengan mendekap wadah bekalnya yang sudah kosong.

Bruk!!

Praanngg!! Wadah bekal Nadira ikut terjatuh dan terbuka. Menyebabkan bunyi melengking karena garpu dan sendoknya keluar dari sana.

"Astagaa..." teriak Dira kaget.

"Dira?"

Dira membelalakan matanya lebar. "Mbak Karin?? Aduuhh maaf ya mbak aku gak lihat pas mau belok.. Ada yang sakit nggak?" tanyanya khawatir.

Karina menggeleng saja, tidak menyahut kata apapun.

"Maaf ya mbak sekali lagi.. Aku juga kaget banget soalnya. Mbak Karin mau kemana emang?" tanya Dira sambil memunguti wadah bekal dan alat makannya yang terjatuh. Gadis itu juga sedang fokus membersihkan beberapa nasi yang tercecer di lantai dengan tissu yang berada di sakunya. Wajar, isi bekalnya tadi adalah nasi goreng spesial buatan Meisya.

Hening, tidak ada sahutan. Nadira mendongakkan kepalanya namun sudah tak mendapati Karina lagi. Dengan cepat Nadira menoleh ke belakang dan melihat punggung Karina yang menjauh. Aneh, tidak biasanya Karina seperti itu. Apa menabraknya tadi ada kesalahan besar? Yahh, pikiran Nadira sangat gampang berkecamuk macam-macam.

Dengan segera ia bangkit dari posisi memungut wadah bekal, ia segera menuju arah ruangan Bidang Umum. Dira yang baru saja masuk ke ruangan, langsung mendapati tatapan mata menyeluruh dari semua karyawan yang ada di dalam ruangan tersebut. Gadis itu mengangguk dan meringis kecil dan segera duduk di mejanya. Pantas saja ia jadi bahan tatapan, Dira lupa kalau keadaan kakinya masih mengenakan sandal jepit. Dengan segera pun ia memakai flat shoes hitamnya kembali.

Ponselnya bergetar singkat, tanda pesan masuk disana.

Mas Asa

Sudah makan siang?

13:20 PM

Dira terkekeh kecil, pertanyaan yang sangat jelas sudah ada jawabannya itu membuatnya geli. Lagian ini sudah jam masuk kerja masa iya Dira belum makan. Padahal, ia malah telat kembali masuk kerja gara-gara asyik makan dengan Lisa tadi. Segera ia memulai bertukar kabar dengan Angkasa.

Udah.. Kalau mas Asa?

13:22 PM

Belum sempat makan tadi, sibuk sama laporan karyawan. Padahal ini perut udah keroncongan banget..

13:22 PM

Kenapa nggak ijin buat makan dulu mas? Gak boleh ya?

13:23 PM

Boleh boleh aja sih.. Cuman nggak enak kalau makan sendiri..hehe

13:23 PM

Ya kan daripada kamu sakit magh mas.. Makan giihh..

13:24 PM

Temenin..

13:25 PM

Hadeehhh.. Aku aja baru masuk ini. Tadi telat kembali gara-gara makan bareng Lisa..ehe

13:25 PM

Hmm kenapa nggak ngajak aku makan bareng?

13:26 PM

Lah?><

13:27 PM

Udah maasss.. Sana makan. Sakit magh tuh gak enak loh..

13:27 PM

Iyaa.. Ini udah jalan nuju kantin. Yaudah kamu lanjut kerja gih..

13:28 PM

Okee.. Makan yang banyak yaa^^

13:29 PM

Belum sampai dilihat oleh Angkasa, Dira terkejut ketika tiba-tiba wajah Dinda ada di atas komputernya denfan tersenyum. Sudah seperti sambutan hantu saja pikirnya.

"Astaga mbak Din.. Ngagetin aja.." gerutu Dira.

"Abisnya kamu chattingannya seru banget sih.. Sampe senyum-senyum terus.. Chat sama Asa ya?? Hihi.."

Dira mau tak mau tersenyum saja karena memang benar ia sedang bertukar pesan dengan Angkasa.

"Udah sedeket apa sih kalian?" tanya Dinda penasaran.

"Masih biasa aja kok mbak.. Nggak serius-serius banget kok.. Kan mas Asa orangnya emang asyik diajak ngobrol.."

Dinda mengangguk saja mendengar jawaban itu.

"Dinda.. Dicariin mbak Diani tuh kamu suruh ke ruangannya." Ujar Karina yang tiba-tiba masuk ruangan dan berhenti di belakang Dinda.

Sontak Dinda pun menoleh dan mulai mengajukan pertanyaan bingungnya.

"Disuruh apa? Bawa berkas apa nih gue? Ngapain emangnya??"

Karina berdecak malas. "Kayak biasanya. Bawa laporan mingguan. Kan udah lo print kemarin, yaudah itu kan harus lo setorin." jelasnya cuek.

Dinda mengernyit, kenapa sahabatnya satu itu nadanya tidak ramah seperti biasanya. Apa ada masalah lagi dengan Aris?

Dinda memilih mengedikkan bahunya saja dan lebih baik segera menyiapkan berkasnya dan pergi ke ruangan Diani.

Dira yang melihat dan mendengar pembicaraan mereka pun ikut tak nyaman. Ingin sekali ia bertanya, namun takut salah tanya saja.

Sekitar dua jam ruangan Bidang Umum sangat penuh konsentrasi. Hanya terdengar hembusan udara AC dan suara jemari mengetik. Dengan dicampur suara bunyi telepon kantor yang sesekali berdering.

Akbar dari ruang Diklat pun mengetuk pintu dan masuk secara sopan. Ingin mengumumkan sesuatu rupanya.

"Selamat sore semuanya. Lima belas menit lagi akan dimulai rapat penting mengenai kerjasama baru dengan perusahaan atau klien kita. Tempatnya di ruangan rapat utama dekat lobby. Pak Brahma sudah berada di ruangan bersama Bu Diani. Dari bidang umum ini, diminta bagian komunikasi dan bendahara bisa mengikuti rapat ya. Terima kasih." ujar Akbar ramah dengan senyumnya yang membuat kedua matanya menyipit. Dan hanya Dinda yang terlihat sebal melihat tampang lelaki itu.

Sesuai komando dari Akbar, lima belas menit kemudian Dinda dan beberapa karyawan bagian komunikasi itu beranjak dari meja kerja mereka sambil membawa keperluan rapat seperti berkas dan laptop. Dan mereka segera meninggalkan ruangan bidang umum.

Berkurangnya orang membuat ruangan semakin sepi saja. Dira beranjak mencari remote AC untuk menghangatkan suhu ruangan yang menurutnya agak dingin. Lalu kembali lagi duduk di kursinya.

Ponsel Karina berdering kencang, tanda ada telpon masuk. Disana terpampang nama Aris. Rasanya Karina malas untuk menekan layar pada tombol merah atau hijau, jadi ia biarkan saja dan ponselnya ia balik saja agar layarnya tidak terlihat.

Dira yang merasa terganggu dengan suara ponsel berbunyi itu mengintip melihat mengapa Karina tidak segera mengangkat ponselnya. Beberapa karyawan yang lain juga agak terganggu dengan suara tersebut.

Merasa banyak yang melihat dirinya, Karina pun menekan tombol kunci, yang membuat panggilan di ponselnya terhenti. Perempuan itu memilih mematikan ponselnya saja daripada merasa stres oleh banyak log panggilan dari Aris.

Mendadak Dira ingin pergi ke toilet, dan secara kebetulan Karina juga beranjak dari mejanya. Ya, mereka berdua sama-sama menuju ke toilet dengan langkah depan belakang. Diam dan tak ada pembicaraan.

Sesudah menuntaskan apa yang Dira tahan, gadis itu mencuci tangannya di wastafel. Menemukan Karina yang sedang memperbaiki make-up nya dengan bedak biasa.

Dira berdehem ingin menyapa duluan. "Ehem.. Mbak Karin marah ya tadi aku tabrak?"

Karina hanya melirik sedikit melalui kaca, kemudian hanya menggelengkan kepalanya.

"Maaf mbak.. Aku beneran gak tau juga kalau di belokkan ada mbak Karin yang jalan ke arah berlawanan.." ujar Dira pelan. Ya bagaimana pun juga ia masih baru di sini. Ia akui ia harus bermurah hati untuk minta maaf terhadap semua hal yang terlihat salah walau sepele.

"Santai aja nggak usah terlalu serius." sahut Karina pada akhirnya.

Dira tersenyum lega akhirnya. "Makasih mbak."

"Rumor kamu dekat sama Asa itu beneran ya?" tanya Karina namun tak sedikitpun melirik atau menoleh oada Dira. Perempuan itu masih lanjut dengan menambah mascaranya.

"Nggak sedekat itu kok mbak.. Mas Asa orangnya supel aja. Kita teman kerja biasa kok." jelas Dira entah mengapa harus menutupi isi hati yang sebenarnya.

Memasukkan semua perlengkapan make-up nya kembali ke dalam pouch, Karina sepenuhnya menatap Nadira sambil melipat tangannya di depan dada.

"Kalau dekat sama Asa boleh. Tapi bukannya kamu harus tahu juga dia sebelumnya ada rumor apa? Jangan gampangan deket deh Ra sama laki-laki. Gak bagus kalau dilihat!" tandas Karina pada akhirnya. Dan perempuan itu segera keluar dari dalam toilet. Meninggalkan Nadira yang terdiam tanpa kata.

Deg!!

'Tunggu, kenapa Mbak Karin ngomong gitu? Apa aku salah deket sama Mas Asa? Emang rumornya Mas Asa apa coba?' batin Dira bertanya-tanya. Salah apa dia? Mengapa Karina jadi setidak suka itu?

...

avataravatar
Next chapter