6 Tepat Sasaran

Ke esokan harinya---

Andre terbangun karena cahaya matahari yang mulai mengganggu pandangannya. Untuk pertama kalinya matahari berhasil mendahuluinya membuka mata. Sejak berada di Los Angeles untuk melanjutkan study nya, andre terbiasa bangun pagi karena pekerjaan paruh waktunya yang mengharuskan hal itu.

Menatap sekelilingnya namun tak menemukan sosok yang dicarinya. Samar-samar dia melihat bayangan dibalik gorden yang menghubungkan kamar dengan balkon.

"apa tidurmu nyenyak" bisik andre sambil memeluk meri dari belakang dengan menatap pemandangan balkon yang sangat indah dan menenangkan.

Meri melepas pelukan andre tanpa menatap padanya. "yang terjadi semalam, bisa lupakan itu" perkataan meri dan perlakuannya terhadap pelukan andre sangatlah dingin.

"hey, ada apa denganmu?" ujar andre penuh keheranan dan membalikkan tubuh meri agar berhadapan dengannya. Sekilas andre menangkap raut kekhawatiran di wajah wanita itu. "apa ada sesuatu yang mengusikmu?" lanjut andre penasaran dengan apa yang menjadi dalang dari sikap meri.

"tidak ada apa-apa" balas meri dan berusaha menjaga jarak serta memalingkan pandangannya. Andre dengan sigap menarik meri mendekat dan mendekapnya ke dalam pelukannya. Terdiam sejenak, memikirkan kemungkinan yang menjadi beban fikiran meri. Hingga teringat perkataan meri mengenai ilham yang pergi karena ulah keluarganya sendiri.

"aku tidak akan menyerah dengan keluargamu, aku tidak akan pergi tanpa memberikan perjuangan yang pantas kau dapat" andre mencoba untuk menarik kekhawatiran dibenak meri sambil mempererat pelukannya. Namun perkataan barusan tak cukup menghilangkan kegundahan meri.

"terimakasih sudah berusaha menenangkanku" meri menarik tubuhnya untuk menciptakan jarak agar dapat melihat wajah pria yang dia cintai itu. Sekuat apapun dia mencoba menyembunyikan perasaannya, pada akhirnya andre tetap bisa menyelami perasaan itu.

"lalu apa lagi yang membuatmu terbebani sekarang" balas andre sambil memegang wajah meri dengan satu tangan sambil menghadapkannya kekanan dan ke kiri seakan mencari sesuatu. Meri menepis tangan itu kemudian berbalik menuju kamar sambil menunduk menatap langkahnya.

"aku hanya berasa jadi perempuan jalang" ujarnya lirih yang lebih terdengar seperti berbisik. Andre yang mendengar hal itu menunjukkan rasa tergelitik dengan sikap meri yang berjalan dengan kepala tertunduk lemah tanpa tenaga.

"kau tidak akan jadi jalang dengan hanya berciuman" tersirat nada menggoda didalamnya. Andre duduk di sofa menatap meri yang memilah milah pakaian yang akan dia kenakan nanti.

"itu yang kau pikirkan. Jika semalam kesadaranku hilang, mungkin kau akan melakukan lebih dari itu" balas meri masih dengan kesibukannya memilah baju dan mencoba mencocokkan ditubuhnya dengan membentangkannya di depan dadanya sambil menatap pada cermin besar yang berada dikamarnya.

"aku memang akan melakukannya semalam jika kau tidak menahanku" tukas andre dengan tenang tanpa rasa bersalah. Meri yang mendengarnya langsung memberikan tatapan tajam dan mematikan. "hey, tidak ada yang salah dengan hal itu. Di LA tidur dengan kekasihmu adalah hal yang wajar. Mereka bahkan tinggal serumah dan tidak ada yang melabeli mereka dengan sebutan jalang" andre mencoba menenangkan meri dan tak lupa menempatkan dirinya pada posisi yang di untungkan.

"andre ini Indonesia, di sini berbeda" meri mencoba tenang agar tak terkesan tersulut emosi. "dan lagi, sejak kapan kita menjadi kekasih" goda meri kemudian kembali menyibukkan dirinya dengan pakaiannya.

Hahaha, andre sontak terbahak-bahak mendengar meri yang menggodanya. "kalau begitu, mulai sekarang kita pasangan kekasih dan kita akan tinggal di Amerika. Kau melanjutkan study mu dan aku akan bekerja untuk menghidupimu. Bukankah itu ide yang sempurna" andre mengutarakan rencana nya dengan penuh semangat. "tapi untuk apa kau sibuk memilih pakaian sedari tadi. Kau biasanya selalu acuh dan santai dengan pakaianmu" lanjut andre masih menatap ke arah meri.

"aku sampai sibuk memilih karena ingin menutupi bekas gigitan nyamuk dileherku. Entah bagaimana bisa nyamuk itu meninggalkan bekas seperti ini" balas meri dengan sindiran yang tajam. "ahha, bukan nyamuk, dia lebih mirip vampir penghisap darah" lanjutnya lagi sambil menyibakkan rambutnya, memperhatikan warna merah yang tertinggal disekitar leher dan bahu nya melalui cermin. Andre hanya melemparkan senyuman licik saat meri kembali menatapnya dengan bibir yang menunjukkan rasa jengkel.

"lain kali bukan hanya lehermu, dada, punggung, perut, paha bahkan ujung ibu jari kakimu pun akan mengalami hal yang sama" balas andre sambil menunjuk bagian-bagian yang dia maksud dengan telunjuknya.

"berhenti menggodaku dan singkirkan pikiran kotor itu. Lagipula aku tidak berniat melakukannya lagi. Jadi tidak ada lain kali" meri mengatakan hal itu tanpa melirik andre.

'gadis keras kepala, mari kita lihat seberapa lama keyakinanmu itu bertahan' batin andre.

Meri mulai kesal karna tidak menemukan pakaian yang bisa menutupi bekas ciuman dilehernya. Hingga akhirnya memutuskan mengenakan dress berwarna biru malam dengan bagian bahu tertutup dan lima senti di atas lutut membuatnya tampam menawan. Dia merapikan rambutnya agar menutupi jejak yang ada dilehernya. Andre bangkit dan mendekati meri, melingkarkan tangannya di pinggung wanita itu dan menariknya jatuh ke kasur. Andre memosisikan tubuhnya berada di atas meri.

"apa yang kau lakukan" meri tampak cemas di ikuti dengan wajahnya yang memerah.

"apa aku harus membuat tanda merah di pahamu itu agar kau mau menutupinya" jawab andre dengan tatapan tajam. "ada apa denganmu meri? Sejak bangun sikapmu berubah seakan kau orang lain dan bukannya wanita manis yang kukenal sejak lama. Pertama kau murung, kemudian menyebut dirimu jalang, sekarang pakaian sperti ini. Aku tidak bisa diam lagi" terdapat nada emosi dari perkataan andre. Meri yang menyadari emosi itu bisa menebak apa yang akan terjadi padanya selanjutnya, dia kemudian mendorong andre sekuat tenaga. Tapi semua tahu bahwa hal itu sia-sia.

"andre apa yang kau lakukan" meri mencoba menyadarkan andre dari emosinya. Namun, adre hanya membalasnya dengan menyisipkan tangannya ke punggung meri kemudian membuka rest dress itu. "andre, hentikan" meri memberontak sekuat tenaga tapi tak di indahkan oleh andre yang mulai memaksa gadis itu melucuti dress nya. "aku mohon sadarlah" pinta meri putus asa dan memilih melingkarkan tangannya dileher andre dan menariknya dalam pelukannya. Meri melakukan itu agar andre tak melihat tubuhnya yang sekarang hanya ditutupi pakaian dalam. "kau akan menyakitiku jika melanjutkan ini" meri mulai terisak masih tetap memeluk andre dengan erat. Andre menarik tubuhnya menjauh, menarik selimut dan menutupi tubuh meri, menatapnya frustasi. Dia berbalik menuju kamar mandi meninggalkan meri yang masih terisak. Suara pancuran air dari shower setidaknya meredam suara tangis meri agar tak terdengar di telinga andre. Mendengar suara tangisan meri sudah cukup menyakitkan baginya ditambah lagi melihatnya seperti itu membuatnya frustasi.

Meri masih terbaring di kasur sambil meringkuk sampai terdengar suara handphone nya berdering. Ia terlonjak kaget. 'ibu, astaga aku lupa mengabarinya' setelah melihat nama yang muncul di layar handphone nya. Setelah menarik nafas dalam menenangkan diri dia kemudian menerima telfon ibunya dengan nada sumringah

๐Ÿ“ž "halo bu" sapa meri

๐Ÿ“ž"Halo sayang, apa kau baik-baik saja? Kenapa tidak menelfon ibu? Semalam kau bahkan tidak dapat dihubungi, kau membuat ibu khawatir" ibu meri memberondong meri dengan pertanyaan.

๐Ÿ“ž"Ibu aku baik-baik saja, semalam hp ku lowbet dan saat kembali ke hotel aku kelelahan jadi langsung tertidur. Tak usah mengkhawatirkan ku. Ada andre yang menjagaku"

๐Ÿ“ž"Baiklah, mana andre? Ibu mau bicara"

๐Ÿ“ž"andre sedang mandi. Nanti akan ku minta dia menelfon ibu" balas meri

๐Ÿ“ž"baiklah. Jaga dirimu sayang" kata ibu meri

๐Ÿ“ž"iya bu, aku sayang ibu" balas meri kemudian menutup telfonnya.

Tak berselang lama saat telfon terputus, hp meri kembali melantunkan lagu someone like you sebagai nada dering panggilan telfon untuknya.

๐Ÿ“ž"ada apa?" meri menjawab telfon dengan suara dipelankan agar tak terdengar oleh andre.

๐Ÿ“ž"baiklah, cukup awasi. Kirim alamatnya sekarang. Aku akan segera ke sana" balas meri kepada orang yang berada di ujung sambungan telfonnya.

Meri bergegas turun dari kasur dan mengenakan pakaiannya yang tadi di lempar andre ke sofa. Meraih sendal wedges dan sling bag nya. Tak lupa meri meraih sweater dan kaca mata hitam yang terletak di meja nakas. Dengan terburu-buru ia melesat keluar kamar secepat yang dia bisa agar tak perlu melihat kemarahan andre lagi.

Sesampai di depan loby hotel, meri segera memberhentikan taksi. Meminta sopir menuju ke alamat uang sudah dikirimkan oleh orang yang tadi menelfonnya. Setelah menjauh dari hotel barulah dia mengenakan sandal wedgesnya serta merapikan make up dan tatanan rambutnya tak lupa dia memasang kaca mata hitam. Sementara sweater hanya dia sampirkan di punggungnya dan menggunakan lengan sweaternya untuk menutupi bagian lehernya. Meri mengambil handphone nya dengan maksud untuk mengirim pesan kepada andre, tapi baru saja tangannya akan menekan keyboard untuk menuliskan huruf pertama pada pesan yang akan dia kirim, telfon andre sudah lebih dulu masuk.

๐Ÿ“ž"kau dimana?" suara andre penuh kecemasan menemukan wanitanya sudah tidak berada di kamar.

๐Ÿ“ž"aku ada urusan sebentar. Jangan menungguku, aku akan pulang agak larut" balas meri dengan gugup karena membayang ekspresi andre saat ini.

๐Ÿ“ž"katakan kau akan kemana?" pinta andre dengan emosi tertahan

๐Ÿ“ž"aku mau menemui temanku, dia menelfon dan sepertinya sedang dalam masalah" meri mencoba mencari alasan.

๐Ÿ“ž"kau tidak pintar berbohong meri, kau baru di Indonesia dan selama di Los Angeles hanya aku dan ilham temanmu yang berasal dari negara yang sama. Jadi berhenti mencoba mengelabuhiku. Katakan kau mau kemana dan aku akan menemanimu" balas andre tetap berusaha tenang.

๐Ÿ“ž"aku memang akan menemui temanku dari luar negeri, dia juga berlibur ke bali. Aku akan baik-baik saja. Cobalah untuk tidak mengkhawatirkan ku. Aku akan menghubungimu jika ada masalah. Aku tutup telfonnya" meri kembali menulis pesan setelah memutuskan sambungan telfon tanpa menunggu tanggapan dari andre.

๐Ÿ“ฉ"tunggu saja aku dikamar, aku akan berusaha pulang sebelum makan malam" pesan yang dikirimkan meri kepada andre.

๐Ÿ“ฉ"gadis nakal, aku memang sedang menunggumu" balas andre

๐Ÿ“ฉ"ibuku tadi ingin bicara padamu, tolong hubungi dia dan katakan aku baik-baik saja. Sisanya terserah padamu" balas meri lagi.

Lama tak menerima balasan dari andre, meri memilih fokus pada tujuannya saat ini. Setelah menempuh jarak sekitar 30 menit, meri sampai pada sebuah pusat perbelanjaan. Matanya segera mencari orang yang ingin dia temui.

"Non meri" panggil seseorang dari balik mobil yang tak jauh dari tmpat dia berdiri sambil melambaikan tangan agar terlihat. Meri melihat ke arah suara panggilan itu dan menghampiri nya.

"dimana dia?" tanya meri buru-buru sambil meraih earphone yang di berikan oleh wanita lawan mainnya.

"didalam. Sepertinya sedang berbelanja" jawab wanita itu.

"apa sudah tersambung?" tanya meri sambil melihat tangan maria yang sibuk mengotak atik handphone meri.

"sudah, alat pelacak lokasi dan penyadap suaranya sudah terconnect dengan handphone mu. Tapi berhati-hatilah, jika mereka menyadarinya maka akan mudah menemukan dalangnya karna ip handphonemu" maria menjelaskan dengan sangat hati-hati.

"kau tenang saja maria terima kasih untuk bantuanmu, aku akan mulai dari sini. Jadi kembalilah" kata meri sambil memegang bahu maria.

"penerbanganku sebentar lagi jadi aku harus segera ke bandara" ucap maria

"baiklah, aku akan merindukanmu maria" meri memeluk maria.

"berhati-hatilah dengan pria yang meninggalkan tanda kepemilikan ditubuh mu" maria berbisik ke telinga meri saat berpelukan.

"apa begitu nampak?" meri sedikit terkejut mengetahui bahwa maria melihat tanda itu.

"tidak. Tapi kau adikku, tentu saja aku tahu" jawab maria sambil menatap meri yang sudah. Melepaskan pelukannya.

"kita mungkin tak terlihat dekat, apa kau mencari ibuku? " tanya meri

"aku sudah melihatnya bahkan dari dekat, dia wanita yang luar biasa. Sangat disayangkan ayahku menceraikannya" balas maria

"setidaknya ucapkan terima kasih ku kepada ayahmu karena melepaskan wanita terbaik itu kepada ayahku"

"meri, jika saja ayahku tidak bercerai, mungkin kita akan jadi sodara yang luar biasa dan kau tak perlu menutupi kekasihmu, ayahku sangat mengerti anak muda" maria memang sudah mengetahui perihal andre dan ilham karna keduanya sering berbagi masalah bersama.

"tidak maria, ayahku yang terbaik. Kau yang harusnya menjadi putri ayahku juga agar kita jadi sodara yang bisa tinggal seatap" jawab meri. "tapi sudahlah, aku akan kehilangan targetku jika kau masih di sini. Aku akan segera masuk" lanjut meri kemudian menuju kedalam pusat perbelanjaan. Sebelum tiba di pintu masuk, meri melambaikan tangannya kepada maria hingga keduanya tak bisa saling pandang.

Meri mulai fokus mencari targetnya, beruntung berkat alat penyadap suara itu, meri jadi tahu bahwa dia berada di toko perhiasan.

'apa dia memiliki kekasih' batin meri kemudian segera menuju ke toko perhiasan untuk mencari nya. Dan tak butuh waktu lama dia sudah menemukannya.

'kenapa dia harus selalu membawa bodyguard. Dia bahkan tak begitu terkenal sampai harus dikenali banyak orang' batin meri mencoba mencari tahu apa alasan di balik itu.

Meri mendekati pria itu dengan cepat, sengaja agar bodyguard itu merasa curiga. Benar saja, mereka mencekal lengan meri. 'tak akan berhasil jika hanya di cekal' pikir meri jadi dia berpura-pura terjatuh.

"apa yang kalian lakukan?" teriak meri yang sontak menjadi perhatian dari orang-orang yang mendengar keributan itu. "apa hanya kalian yang boleh berbelanja disini" lanjut meri dengan tatapan bengis sambil berdiri dan memperbaiki pakaiannya.

"maaf nona, kami hanya bersikap preventif" jawab salah seorang bodyguard yang berlerawakan jauh dari kata manis.

"preventif? Wah, kalian pikir aku wanita yang berbahaya" balas meri. Ia ingin melanjutkannya tapi melihat massa mulai merekam dia mengurungkan niatnya, karena jika ayahnya melihat hal ini maka semuanya akan berantakan. Meri segera berbalim meninggalkan kerumunan sambil menutupi wajahnya dengan ujung lengan sweater yang ada di lehernya.

Ketika sudah berada diluar meri merutuki mulutnya yang berteriak kencang tadi, 'harusnya lebih pelan bodoh' batin meri sambil menepuk keningnya. Merasa semuanya hari ini gagal dia segera melangkah ke area parkir, tapi tanpa di sangka suara dibelakangnya menghentikan langkahnya

"tunggu nona" panggil seseorang. Meri berbalik dan melihat seorang pria dengan pakaian santai, celana sport, kaos oblong ditutupi jaket kulit warna hitam. Sangat mempesona.

"ada apa?" tanya meri bersikal tenang.

"bodyguardku tadi bersikap berlebihan, tolong maafkan mereka" kata pria itu.

"oh, tidak masalah" balas meri kemudian ingin berbalik meninggalkannya.

"tunggu dulu" kata pria itu lagi. "aku rian" lanjutnya lagi.

"maaf, aku tak berniat untuk memberi tahu namaku" balas meri sambil menatap tajam ke arah dua pria sangar di belakang rian. "penjaga mu itu mungkin mengira aku benar-benar penggoda jika menerima sikap baikmu barusan" lanjut meri.

"maaf" ujar kedua penjaga itu sambil menundukkan kepalanya bersamaan.

Meri sontak saja tertawa melihat hal yang menggelikan itu.

"maaf tuan rian, aku kemari untuk membeli perhiasan ditoko tadi karena ibuku memintanya tapi sialnya, pemuda baik hati dibelakangmu itu mencegah aku menghabiskan uangku di toko itu. Baiklah cukup di sini saja" balas meri.

"mereka memang ceroboh, biarkan aku sendiri yang mengantarmu untuk berbelanja" pinta rian dengan tatapan penuh harap.

"baiklah, tapi tidak ditoko ini, mereka didalam sudah melihatku mengamuk, akan tidak tahu malu jika aku masuk kembali dengan orang yang bermasalah denganku" akhirnya setelah memutar otak, dia mendapatkan ide untuk menjauh dari tempat itu karena akan beresiko jika ada yang yang merekamnya lagi.

"oke, aku memiliki rekomendasi tempat berbelanja di bali, tapi jaraknya lumayan jauh dari sini sekitar 1 jam, apa kau mau ikut?" rian mencoba menawarkan destinasi wisata belanja kepada meri.

"tentu, tapi kau tidak akan menculikku kan?" tanya meri dengan ekspresi dibuat-buat seakan menyelidik. Rian hanya membalasnya dengan menaikkan sbelah alisnya. "kurasa tidak" lanjut meri.

Mereka kemudian menuju tempat yang dimaksud rian dengan menggunakan mobil pria itu. Sesekali terdapat perbincangan ringan didalam mobil namun meri hanya menanggapinya seperlunya karena tak ingin rian bosan dengan sikapnya yang terlalu ramah. 'pria berhati dingin memang harus di perlakukan dengan acuh agar mencair' itulah yang ada di pikiran meri.

Mereka menghabiskan waktu lama untum menemani meri berbelanja. Hingga akhirnya rian memisahkan diri sebentar untuk menerima telfon. Meri segera menyalakan earphone nya untum mendengar percakapan mereka berkat penyadap suara yang sudah terpasang.

Dari percakapan mereka, meri yakin yang menjadi lawan bicara rian adalah adiknya yang sekarang berada di makassar. Namun sayangnya rian tak pernah menyebut nama adiknya selama panggilan itu. Setelah rian kembali, meri segera menuju ke kasir untuk membayar belanjaannya. Tak di sangka rian memberikan kartu kredit berwarna hitam kepada kasir yang melayani meri.

"tidak perlu rian, aku akan membayarnya sendiri" meri menyodorkan kartu debit berwarna gold kepada kasir.

"aku yang akan membayarnya" balas rian sambil memberi kode kepada kasir untuk melakukan transaksi.

"rian, belanjaan ini bukan untukku tapi untuk ibuku" meri mengingatkan rian karena takkan secanggung ini menerima kebaikan pria jika itu untuk diri sendiri. Tapi ini untuk ibunya.

"aku tak mempermasalahkan untuk siapa barang itu" nalas rian yang sibuk menekan pin kartunya.

Setelah selesai berbelanja, meri berniat untuk pamit, namun rian menahannya dan mengajaknya makan siang walaupun terlambat karena ternyata sudah jam 2 siang. Meri tentu saja menyetujui itu.

Mereka sudah berada di sebuah restoran mewah setelah menempuh jarak 15 menit dari tempat perbelanjaan. Meri hanya mengikuti rian yang memilih sebuah ruangan untuk mereka makan.

"ini berlebihan rian" meri merasa tidak nyaman. Bukan hanya karena berada di ruangan tertutup berdua tapi mengingat usia mereka yang setidaknya selisih 10 tahun membuat meri seakan menggoda om om.

"tak apa, aku sering membawa kekasihku kemari jadi tak perlu khawatir, lagipula dandanan mu cukup dewasa walau usiamu terbilang masih muda" balas rian seakan tahu apa yang ada di pikiran meri.

Mereka memesan menu yang benar-benar bertolak belakang. Jika rian memilih makanan seafood, meri justru memilih untuk memesan daging. Jika rian memesan minuman yang dingin dan manis, meri memilih memesan minuman tawar. Rian memesan puding sebagai penutup makan siangnya, meri justru memilih buah segar.

"apa kau terbiasa makan-makanan sehat?" tanya rian.

"apa perkataanmu barusan mengatakan bahwa makananmu bermasalah" balas meri

"tidak, hanya saja pilihan makanan kita jauh berbeda. Sepertinya seleramu terhadap makanan sangat penuh pertimbangan" ujar rian menunjukkan rasa kagum pada pilihan meri.

"rian, apa kau memiliki seorang ibu?" tanya meri yang dijawab dengan tatapan heran kepada meri. "ibuku selalu memasak dirumah, hanya jika ada acara spesial barulah kami memutuskan memakan makanan bukan buatan ibuku. Lidahku terbiasa dengan masakan seperti ini di rumah" lanjut meri. Dia menyinggung keluarga bukan tanpa maksud, dia hanya ingin memancing agar rian bercerita tentang keluarganya.

"kau beruntung, aku dan adikku hanya memiliki seorang ayah yang sibuk jadi hanya memakan makanan buatan oranglain sejak dulu"

'akhirnya umpanku tepat sasaran' batin meri

---to be continue---

avataravatar
Next chapter