140 Bagian masalalu

Papan hitam putih dengan bidak catur tertata di atasnya sesuai posisi masing-masing itu kini menjadi fokus dari tiga pasang mata yang akan berkompetisi. Ketiganya duduk di atas kasur karena meri masih harus menghabiskan cairan infusnya sehingga junior memutuskan menjadi kasur sebagai arena bermain.

Kondisi yang tidak memungkinkan membuat meri tidak menolak menjadikan arena permainan panasnya dan ilham menjadi arena permainan catur oleh putranya.

"junior, fokus saja pada papan catur dan lihat ibu. Jangan menatap dadi karena dia pasti akan tahu rencana kita" meri memperingatkan partnernya.

"aku lebih khawatir dadi tahu rencana kita dari wajah ibu" jawab junior.

Dia sudah belajar banyak dari ilham untuk bisa memalsukan ekspresi ataupun gesturnya. Jadi tidak akan sulit untuk mengecoh, tapi ibunya terlalu mudah di tebak oleh suaminya.

Meri mendekatkan bibirnya ke telinga junior dan mulai berbisik sepelan mungkin hingga ilham tak mendengar. Faktanya adalah ilham bisa mendengar apa yang ia katakan walau tidak terlalu jelas.

"apa bisa kita mulai?" tanya ilham.

"oke. Silahkan duluan" meri mempersilahkan karena ilhamlah yang memegang bidak putih.

Permainan itu berlangsung lama, dalam satu kesempatan bergerak mereka dapat menghabiskan waktu hingga tiga sampai lima menit untuk berpikir.

"ibu, mengapa yang itu. Harusnya memindahkan yang ini" protes junior yang sebenarnya dalam cara untuk membelah pemikiran dadi nya.

Meri memutuskan bertindak acak dan mengganti langkah dan strateginya setiap ilham bergerak karena itu sudah pasti bisa ia baca.

"sayang, ibu memang harus menggerakkan yang ini" ujar meri.

"mengapa kalian selalu berbeda pendapat. Tidak bisakah kalian kompak?" ilham merasa kepalanya mulai pecah mendengar ibu dan anak di hadapannya ini selalu beradu argumen yang tidak penting.

Keduanya diam sejenak karena sudah tahu ilham mulai kesulitan berpikir akibat keributan yang mereka lakukan. Namun sepintar apapun ibu dan anak itu mencoba mengelabuhi ilham, pria itu akhirnya tahu apa yang mereka lakukan.

Posisi sekarang imbang hanya dengan raja, mentri satu kuda dan dua benteng serta tiga buah pion. Saat ilham akan mengangkat satu bidak sebagai langlahnya kali ini, suara azan berkumandang.

"junior, ikut dadi ke masjid" ajak ilham. "kau tidak apa-apa sendiri di rumah?" tanya ilham pada meri.

"tidak apa-apa. Kalian pergilah"

Kedua pria itu meninggalkan rumah serta meri yang sendirian di kamar. Tak lupa ilham mengunci pintu karena tak ingin sesuatu yang buruk terjadi lagi.

Seperginya junior dan ilham, meri menatap papan catur di sampingnya. Ia berpikir dengan keras cara untuk bisa mengalahkan suaminya itu. Tapi tidak bisa, mereka hanya akan berakhir imbang.

Seseorang mengetuk pintu rumahnya saat meri berjalan menuju dapur untuk mencari makanan. Perutnya kosong karena sudah memuntahkan semua isinya. Dia saat ini kelaparan dan infus tidak dapat menggantikan makanan dan membuatnya kenyang.

Meri berjalan ke pintu, tapi menyadari pintu itu terkunci. Dia segera mencari kunci cadangan, barulah saat ia mencari kunci itu ia sadar bahwa jam tangan yang di berikan dulu yang ia simpan di laci lemari ruang keluarga hilang. Ia sangat yakin menyimpan jam itu di tempat yang sama ia menyimpan kunci cadangan rumah.

"tunggu sebentar" teriak meri karena merasa tidak nyaman membiarkan tamu berdiri lama di depan pintu.

Saat sudah memasukkan kunci pintu, ia ingat bahwa saat ini sedang tidak mengenakan hijab apalagi cadar.

"maafkan aku. Rumahku terkunci dari luar. Sepertinya suamiku membawa kuncinya. Apa ada sesuatu yang sangat penting untuk di katakan?" meri memutuskan bertanya.

"tidak. Kami hanya mencari suami anda. Jika dia tidak berada di rumah maka kami sebaiknya pergi saja" jawab seorang pria dari luar rumah.

"baiklah"

Setelah tamu itu pergi, meri kembali ke kamarnya dengan cemilan di salah satu tangannya. Tadi pagi ia tidak memasak karena itu tidak ada makan siang. Ia hanya memiliki makanan pengganjal perut yang tadi ia pesan saat sarapan di renstoran.

Dengan makanan di tangannya meri terus memikirkan mengenai tamu yang tadi ia usir bahkan sebelum ia bisa menanyakan nama atau melihat wajahnya. Dia tidak berpikir ilham bisa memiliki karena ia baru seminggu tinggal di rumahnya dan sangat jarang bergaul dengan warga sekitar apalagi orang yang jauh.

Tak lama kemudian ilham kembali bersama dengan junior.

"lupakan permainan catur itu. Kita hanya bermain imbang sejak tadi" ujar ilham saat mengganti pakaiannya.

Junior tidak berada di kamar karena anak itu juga ke kamarnya untuk mengganti pakaian.

"ku rasa kau benar" kata meri dengan anggukan kepala. "tadi ada pria yang kemari mencarimu" ujar meri

"mencariku?" ilham memastikan.

"Mmm, dia bilang mencari suamiku dan karena kau tidak ada jadi pria itu pergi" jawab meri

Ilham mendekati meri dan duduk di sampingnya, saat ia akan memberikan ciuman pada istrinya, meri mengerjainya dengan berteriak "junior"

Nada bicaranya seakan junior berada tepat di belakang ilham padahal tidak ada orang sama sekali.

"kau mengerjaiku lagi" ilham hanya tersenyum dan tidak berniat melanjutkan aksinya. Ia membereskan catur yang ada di atas kasur dan menyimpannya kembali ke tempatnya semula.

"dadi, ada tamu" teriak junior dari luar

"itu pasti pria tadi" potong meri.

"bukan, itu pengantar makanan. Aku memesan makanan saat mau ke masjid. Ia pasti sudah sampai"

Benar saja, pria di depan pintu itu adalah kurir pengantar makanan. Bukan tanpa dasar jawaban ilham benar, indera penciumannya sangat tajam karena itu dia tahu bahwa pengantar makanan yang datang dari aroma makanan yang ia pesan.

Karena tangan yang di infus adalah tangan kanan, ilham akhirnya menyuapi meri. Keluarga kecil itu makan dengan baik, mual meri sudah teratasi karena itu ia sudah bisa menyantap makanannya.

"ilham, apa kau melihat jam tangan di laci lemari ruang keluarga?"

"jam tangan? Tidak" jawabannya kemudian memasukkan satu suapan ke mulut meri.

"jam tanganku hilang. Aku sangat yakin menyimpannya di laci itu bersama dengan kunci cadangan" keluh meri dengan suara yang sangat sedih.

"junior, apa kau melihat jam tangan ibumu?" ilham bertanya pada junior yang berada di seberangnya.

"tidak. Lagi pula aku tidak pernah melihat ibu memakai jam tangan jadi aku tidak tahu bahwa ibu bahkan memiliki jam tangan" jawab junior.

Dia memang tidak pernah melihat ibunya itu memakai jam tangan di rumah maupun saat keluar rumah. Hanya sebuah cincin yang dengan setia menghiasi jari manis ibunya itu kemanapun ia berada. Junior berpikir itu cincin pernikahan ibunya dengan dadi nya karena itu ia tidak ingin melepasnya.

"kita bisa membeli yang baru. Jangan bersedih" hibur ilham melihat istrinya murung.

"itu berbeda, aku sangat menyukai jam tangan itu" tolak meri, ia hanya ingin jam tangan itu dan tidak mau yang lainnya. "bahkan jika kau bisa menemukan model yang sama, merk dan tipe yang sama. Tetap saja akan berbeda"

"apa jam tangan itu pemberian seseorang?" tebak ilham karena meri gigih menginginkan jam itu.

"Mmm, itu jam tangan kesayanganmu yang kau berikan sebagai hadiah untukku. Aku cuma punya benda itu sebagai kenang-kenangan ingatan masa laluku"

Ilham tersentuh mendengar bahwa meri masih menyimpan jam tangan pemberiannya saat masih pacaran dulu. Itu sudah sebelas tahun yang lalu saat meri berusia enam belas tahun. Ilham bahkan harus menghancurkan jam tangan pemberian andre karena merasa sudah tergantikan.

Sejak ia memberikan jam tangan kesayangannya itu, meri sangat suka menggunakannya dan tidak pernah melepasnya. Namun ketika ia membawa meri dan menemukan jam tangan lain di pergelangan tangannya, ilham mendadak cemburu dan menghancurkan jam itu.

Tak di sangka meri masih menyimpannya dengan baik. Walau tidak di pakai, ilham tahu meri sangat menghargai pemberiannya itu.

"nanti akan ku carikan" tekad ilham mengingat kemungkinan penyusup itulah yang telah mengambilnya tadi pagi.

Setelah mendengar ilham akan membantunya mencari jam itu, perasaan meri sedikit lega. Dia memberi tahu itu bukan agar ilham membantunya tapi untuk mengetahui kemungkinan ilham akan marah jika tahu ia menghilangkannya. Beruntung suaminya itu pria yang sangat pengertian dan penyayang.

Itu benar, ilham pria penyayang. Sebelas tahun mengenal meri, ia hanya pernah memarahi wanitanya itu saat di paris dan meri mencoba menghubungi andre. Bukan hanya marah biasa, ia terkesan murka hingga tidak sadar melempar meri ke ranjang dengan kasar. Harga dirinya seperti di injak-injak melihat wanitanya berusaha kabur darinya walaupun itu haknya karena saat itu meri sudah menikah dengan andre.

Bagian masalalunya mengajarkan bahwa sesuatu yang ia pertahankan sebagai harapan mungkin saja akan berubah menjadi kenyataan selama ia berusaha dan tidak menyerah. Seperti harapan memperistri meri yang kini harapan itu terwujud.

avataravatar
Next chapter