17 Aku mencintaimu

Dua minggu setelah menjalani operasi, meri sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumahnya. Ibu meri dan andre sudah bersiap untuk meninggalkan rumah sakit. Andre membantu sopir keluarga meri membawa barang-barang ke bagasi mobil. Ibu meri membantu putrinya berjalan dengan memegang lengannya. Andre sebenarnya ingin menggendong meri jika saja ibu meri tidak ada saat ini.

Dia hanya bisa melihatnya berjalan perlahan menuju ke halaman rumah sakit tempat mobil mereka terparkir.

"andre, bisa bantu ibu?" tanya ibu meri.

"ada apa bu?" jawab andre yang membalas dengan pertanyaan.

"tolong antar meri ke rumah, ibu masih ada urusan di rumah sakit sebentar. Ibu akan menyusul nanti"

Andre mengangguk mengerti. "baiklah. Kami akan menunggu di rumah"

"iya, jangan lupa, jangan biarkan meri menaiki tangga dulu. Dokter bilang kita masih harus berhati-hati dengan otot perutnya. Istirahatkan saja dia di kamar utama di lantai bawah" ibu meri memberikan penjelasan kepada andre agar tak melakukan kesalahan dalam merawat meri.

"baiklah bu"

Andre menyusul meri masuk ke dalam mobil dan meninggalkan ibu meri yang masih berada di depan rumah sakit. Meri melambaikan tangannya kepada ibunya sampai andre yang harus menarik tangan itu turun.

"ibumu sudah tidak terlihat jadi turunkan tanganmu" ujar andre

Meri hanya terdiam sepanjang perjalanan. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia ingin menanyakan kepada andre mengenai kejadian mengerikan itu. Karena kekasihnya itu bahkan tak pernah mengungkitnya selama di rumah sakit. Meri rasanya ingin menanyakan apa andre sama sekali tidak ingin mengetahui apa yang sudah dilakukan jackob padanya.

Memikirkan reaksi andre saat mengetahuinya membuat meri menyimpan pertanyaan itu rapat-rapat. Untuk saat ini, jika andre meninggalkannya karena peristiwa itu, akan menyebabkan hatinya bahkan jiwanya terguncang.

'aku akan menanyakannya jika keadaanku sudah pulih' batin meri.

Sesampainya dirumah, meri meminta di antar ke kamarnya yang berada dilantai dua. Andre langsung menolak mengingat pesan dari ibu meri.

"tidak boleh meri, itu tidak akan baik untuk pemulihanmu" ujar andre mencoba menahan meri yang mau menaiki tangga.

"aku tidak suka di kamar utama. Itu terlalu besar dan terlihat hampa" protes meri.

"aku akan menemanimu di kamar, jadi tidak akan terlalu sepi"

"aku tidak mau andre, aku mau di kamarku. Bukankah suasana hati yang baik juga penting untuk pemulihan kejiwaan pasien dengan trauma sepertiku?" meri mencoba mengintimidasi andre dengan alasan penyakitnya. Dia tahu andre tak akan menolak jika itu berhubungan dengan traumanya.

" baiklah, kau masih saja keras kepala" andre mengalah namun tak ingin mengingkari janjinya pada ibu meri yang melarang meri menaiki tangga. Andre menggendong meri ke kamarnya. Ketika sudah membaringkan meri di ranjang, andre tersenyum jahil. "ku rasa berat badanmu bertambah" ujar andre sambil memperbaiki posisi baring meri agar menyandar di kepala ranjang.

"apa?" meri setengah berteriak mengucapkan hal itu.

"berat badanmu naik. Ku rasa kau perlu diet ketat nanti" tambah andre memperjelas kalimatnya .

"kau, pulang sana" meri kesal mendengar olokan andre.

"kau mengusir pria yang berkata kejujuran? Apa kau ingin aku berbohong" lanjut andre lagi.

"kau, enyahlah"

"hari ini, badanku tidak akan biru-biru karena kau bahkan tidak bisa berjalan dengan benar untuk memukulku seperti biasa. Jadi cepatlah sembuh dan lampiaskan kemarahanmu padaku nanti" andre tersenyum melihat meri yang menatapnya tajam. "jika matamu itu mengandung sinar X, mungkin wajahku sudah meleleh sekarang" gurau andre.

"andre, apa aku bisa menanyakan sesuatu?" ujar meri.

Melihat nada keseriusan pada perkataan meri, andre sudah tahu ini akan ada kaitannya dengan kejadian naas itu.

"sekarang tidak boleh. Kau perlu istirahat jadi jangan berpikir terlalu keras" andre memperbaiki selimut meri. Mencium kening wanita itu dan hendak beranjak pergi namun meri menahan tangan andre.

"kau tidak perlu menyembunyikan apa-apa lagi. Keadaanku sudah membaik sekarang. Duduklah, mari kita berbicara dan menyelesaikannya hari ini" meri bukan wanita polos yang tak tahu betapa sakitnya perasaan kekasihnya itu.

"meri, aku tidak ingin membahas kejadian itu. Percayalah, selama kau baik-baik saja dan tetap di sampingku, aku akan mengabaikan semuanya" ujar andre menggenggam tangan wanitanya itu dan menatapnya dengan tatapan menenangkan.

"aku tahu kau akan mengatakan itu. Tapi duduklah disini, aku ingin kita bicara dengan perasaan terbuka tanpa ada yang disembunyikan lagi. Duduklah" panggil meri sambil menggeser tempatnya duduk agar andre bisa duduk di hadapannya.

"jika kau ingin memintaku pergi karena merasa buruk, aku tidak akan pergi" ucap andre tegas kemudian duduk di hadapan meri.

"itu biar nanti kau yang putuskan" meri membalas dengan nada lembut.

"bukan nanti, tapi aku sudah memutuskannya sejak aku menginjakkan kaki di bandara dua minggu lalu" andre tetap tak ingin kalah tegas. Hari ini, dia yang akan bersikap keras kepala.

"andre, apa kau tahu apa yang terjadi padaku selama tiga hari bersama bang jack?"

"aku tidak ingin kau menyebut nama pria itu, di tambah lagi dengan panggilan seperti itu. Kau bahkan tak memanggilku kakak padahal aku lebih tua dari pria sialan itu" andre meradang mendengar panggilan meri untuk jackob.

"baiklah, apa kau tahu apa yang dilakukannya kepadaku?" meri mengulang pertanyaannya.

"aku hanya tahu keadaanmu saat itu membuatku sedikitnya bersyukur karena kau masih bernafas" balas andre.

"andre, kau pasti tahu apa yang akan dilakukan pria psikopat kepada wanita yang di gilainya sejak lama ketika mereka hanya berdua" meri tidak ingin menjelaskan peristiwa itu satu per satu. Dia hanya ingin menggali kesadaran andre, bahwa hal buruk mungkin saja terjadi padanya.

"dengar meri, saat mengetahui kau hilang selama tiga hari. Aku sudah memperhitungkan semuanya. Aku sudah menyiapkan diriku untuk menerima kenyataan paling buruk sekalipun selama kau masih hidup. Bagaimanapun keadaanmu, aku akan menerimanya tak perduli apa yang sudah bajingan itu lakukan. Jadi berhenti mengguncang psikologis ku karena keputusanku sudah final. Aku akan tetap mencintaimu. Titik"

"andre, apa kau tidak akan merasa jijik kepadaku?"

"meri, perkataanmu barusan lebih menyakitkan daripada saat aku menemukanmu dalam keadaan mengenaskan" andre mulai emosi mendengar perkataan meri.

"kau benar, aku bahkan berharap mati saja waktu itu" meri tertunduk lesu saat mengucapkan hal itu.

"sepertinya dokter merusak otakmu saat melakukan operasimu" andre sudah tidak sabar ingin segera meninggalkan ruangan itu.

"aku sungguh berpikir, malaikat pencabut nyawa lebih dulu menemukanku daripada dirimu"

"aku berteman dengan malaikat itu, jadi dia tidak akan mencabut nyawamu tanpa memberitahuku" andre mencoba memecah ketegangan itu dengan candaan.

"kau tahu apa yang ku pikirkan saat pria itu mau memaksaku?" meri menatap andre dalam, tenang namun ada sisi hati yang hancur dari tatapannya itu.

"mungkin kau memikirkanku" tebak andre, dia tak ingin bersitegang dengan meri lagi jadi sebisa mungkin menjawab dengan gurauan.

"Mmm kau benar. Aku memikirkan jika saja aku sudah tidur denganmu sebelumnya. Saat itu aku tak akan merasakan sesakit perasaan yang penuh penyesalan" meri menatap andre yang juga menatapnya. "apa kau marah?" tanya meri.

"tidak" jawab andre singkat.

"apa kau akan meninggalkanku?"

"tidak" andre masih menatap mata meri. Dia tahu meri menahan air matanya, andre tak berusaha menghentikan perkataan meri karena ingin semua pertanyaan di benak wanitanya itu terjawab dan masalah ini akan terkubur saat ini juga.

"apa tidak mengapa jika pria itu sudah menyentuhku?" air mata meri sudah mulai mengalir.

"aku akan tetap menerimamu" balas andre tanpa ingin menghentikan tangisan meri.

"apa kau kecewa?" tanya meri lagi.

Andre menggelengkan kepalanya kemudian menjawab "aku bangga kau berjuang sekuat itu"

"aku mencintaimu andre" meri menghambur kepelukan kekasihnya itu. Andre membalas pelukan itu.

"cintaku lebih besar dari apa yang bisa kau bayangkan" jawab andre sambil menepuk lembut punggung meri untuk menenangkannya.

Tanpa mereka berdua sadari, ibu meri sudah mendengar semua percakapan mereka sejak awal. Dia bahkan tak bisa membendung air matanya mendengar semua perkataan andre yang mencintai putrinya begitu besar.

Ibu meri melangkah menjauh dari kamar putrinya itu, awalnya dia ingin memanggil andre untuk makan siang. Namun mengurungkan niatnya saat mendengar meri yang berusaha keras ingin berbicara dengan andre.

Saat ibu meri sibuk menyiapkan hidangan makan siang, dedi dan dani menghambur masuk setelah pulang sekolah.

"naiklah, ganti pakaian dan panggil kak meri dan kak andre turun untuk makan siang" perintah ibu meri kepada dua putranya yang sudah duduk di kursi untuk makan.

"baiklah" mereka kemudian berlari ke kamar mereka untuk berganti kostum. Dani yang selesai lebih dulu, segera menuju ke kamar meri dan terdiam di pintu saat melihat kakaknya itu berpelukan dengan seorang pria.

"kak, ibu memanggil kalian untuk turun makan siang" ujar dani yang masih berdiri di pintu

"baiklah. Tunggu sebentar lagi" meri menjawabnya dengan santai karena adik bungsunya itu tipe anak yang bisa menjaga rahasia.

Andre yang terkejut mendengar suara adik meri segera melepaskan pelukannya, namun meri malah mengeratkan pelukannya.

"apa tidak masalah anak sekecil itu melihat adegan ini" andre berbisik di telinga meri yang masih enggan melepaskan pelukannya.

"dia anak yang pintar. Dia akan tahu kalau ini hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa" jawab meri kemudian melepas pelukan andre. " ayo turun, mereka sudah menunggu"

Meri berjalan perlahan, saat akan menuruni tangga, andre menggendongnya. Ibu meri yang melihatnya hanya tersenyum menatap andre. Sedangkan dedi dan dani terpelongo melihat adegan itu.

Meri menghampiri adiknya dan mengacak rambut mereka.

"jangan mencontohnya" ujar meri kemudian tersenyum kepada ibunya.

avataravatar
Next chapter