2 Kisah Kinan

Kinan Rihana. Seorang wanita yang dilahirkan dan dibesarkan dari keluarg sederhana. Ibunya bernama Sri Rihana dan Ayahnya bernama Taufik. Kinan merupakan anak terkahir, ia memiliki kakak laki-laki bernama Kenan. Di keluarganya, Kinan dijuluki si mungil aktif. Sebab Kinan memiliki tubuh yang mungil, namun Kinan sangat energik dalam setiap kegiatannya. Kinan memiliki warna kulit kuning langsat, bola mata kecoklatan, gigi gingsul, dan pipi yang mengembang. Tak jarang, orang memuji kecantikan Kinan. Di usianya yang menginjak 4 tahun Kinan kehilangan seorang Ayahnya. Ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan kapal laut, karena ayah Kinan adalah seorang nelayan. Sepeninggal ayahnya, Kinan terpaksa harus hidup hanya dengan seorang Ibu dan kakaknya dalam bingkai kesederhanaan.

"Kinan, kamu sekolah yang rajin. Supaya bisa jadi anak yang pandai, membahagiakan ibu serta ayahmu, dan semua keluargamu. Jangan seperti ibu, yang hanya bisa berjualan makanan seperti ini, kamu harus jauh lebih hebat dari apa yang Ibu lakukan. Kamu bisa belajar dengan kakakmu, menggapai cita-citanya bersama".

Nasihat Ibu Kinan terus terdengar di setiap harinya. Bahkan di tengah waktu ketika beliau sedang menyiapkan barang dagangannya. Harapan Ibunya terhadap Kinan dan Kenan sangat besar. Ibunya berharap agar Kinan bisa menjadi kebanggaan keluarga.

"Ibu. Kinan ingin sekolah setinggi mungkin. Kinan ingin membahagiakan Ibu dengan ilmu yang Kinan dapatkan. Di samping menjadi anak yang pandai, nantinya Kinan juga akan menjadi Ibu bagi anak-anak Kinan. Dan sosok Ibu harus paham ilmu. Kinan berharap banget jika ibu mau mendukung keinginan Kinan"

Kinan membuka obrolan di sela waktu malam hendak berisitirahat.

"Walah nduk, pasti Ibu dukung. Bagaimanapun juga, apa yang kamu bicarakan adalah hal baik, tentu Ibu senang. Tapi, perlu diingat Kinan, kita berada dalam keluarga yang sederhana. Apalagi, setelah kepeninggalan Ayahmu tulang punggung pencari nafkah itu sudah tidak ada. Kakakmu pun sampai sekarang belum mendapatkan pekerjaan, hanya bisa mengandalkan dagangan Ibu untuk keperluan sehari-hari. Tapi, tenang saja ya nduk, semuanya pasti punya jalan kok".

Sama halnya orang tua lain, bagaimanapun keadaannya pasti akan diusahakan demi kebahagiaan anak-anaknya. Begitupun dengan Ibu Kinan, ia banyak merasakan kebingungan dan beban fikiran, namun beliau tidak ingin Kinan merasakan hal yang sama. Harapnya, Kinan mampu menggapai cita-citanya dengan dukungan dari Ibunya.

***

Suasana permukiman di pesisir laut amat terasa ketika siang hari tiba. Bau ikan yang menyengat, air yang berasa asin, dan panas yang begitu terik menjadikan Kinan dan Kenan pergi mencari suasana sejuk. Dengan sepeda ontelnya, mereka melaju perlahan. Hingga tiba di sebuah gubuk kecil beralaskan bambu, Kinan dan Kenan bersinggah di tempat itu.

Anginnya kencang, namun sejuk untuk dirasakan. Seperti dininabobokan angin, Kinan berulang kali menguap. Rasa kantuk pun datang.

"Jadi rindu Ayah. Dulu sebelum Ayah berangkat mencari ikan, aku dibawa keliling pemukiman, setelah itu dibawa ke pesisir laut hanya untuk melihat kapal yang akan membawa Ayah ke dasar laut. Ada kebiasaan yang akhirnya dirindukan, aku dibelikan es kelapa muda dan kita meminumnya bersama. Candanya renyah, obrolannya semakin asik di saat waktu Ayah untuk berlayar tiba. Dan aku harus mengakhiri semua keasikan itu, dan mengizinkan ayah untuk berlayar. Aku hanya berpesan, jangan lupa kembali kepada kami".

Kenan menceritakan masa lalunya ketika Ayahnya masih hidup kepada Kinan. Saat itu Kinan masih kecil, belum mengerti banyak akan kehidupan. Yang ia tahu hanya bersekolah, bermain, dan menangis. Namun di usianya, Kinan sudah banyak memiliki cita-cita, termasuk ingin bersekolah tinggi untuk membahagiakan Ibunya. Menjadi anak dan Ibu yang baik untuk anak-anaknya kelak.

***

Malam itu purnama bersinar terang. Kinan, Kenan, dan Ibunya tertidur bersama di kamar kecilnya. Angin bergemurh dari utara ke selatan, dari selatan ke utara. Kinan dan Kenan nampak gelisah, tak seperti malam-malam biasanya, mereka banyak menangis. Namun ketika ditanya apa yang menjadikan mereka menangis, mereka hanya mendapatkan kebingungan.

Suara adzan subuh sudah berkumandang, Kinan dan Kenan baru saja terlelap dalam tidurnya. Sri Rihana masih maju mundur untuk membangunkan anak-anaknya. Ia mendidik anaknya supaya disiplin waktu, dan menjaga salatnya.

"Kinan, Kenan, bangun Nduk. Sekarang waktunya kalian salat, jangan sampai ngantukmu mengalahkan semuanya. Termasuk kewajibanmu. Selepas itu, nanti kalian bantuin Ibu masak yah".

Kenan membalikkan tubuhnya. Sementara Kinan masih terlelap di alam bawah sadarnya. Sri Rihana merupakan sosok yang sangat sabar, penyayang dan lembut. Jarang sekali ia memarahi anaknya, setiap kali anaknya bersalah, ia hanya memberikan nasihat yang baik.

Selang beberapa menit, Kinan menangis sesegukan. Ia memanggil Ayahnya berulang-ulang.

"Kenapa toh Nduk, bangun-bangun nangis. Ayahmu belum pulang, masih cari nafkah buat kita bersama".

Sambung Ibu menenangkan Kinan.

"Bu, aku ingin bertemu dengan Ayah. Ayah datang dalam mimpiku, namun akhirnya ia kembali pergi. Ayah meninggalkanku Bu"

Kata Kinan sembari menangis.

"Lah ngga mungkin toh Nduk, Ayah mana mungkin ninggalin kita. Ayah sayang sama kita, kalo toh udah pulang, ya pasti Ayah pulang"

Kinan masih saja menangis, hingga dia kembali terlelap di pangkuan Ibunya. Sementara Kenan dengan wajahnya yang kebingungan hanya terdiam. Cara matanya memandang seakan menggambarkan bahwa akan ada sesuatu yang akan datang dalam hidupnya. Namun Kenan tak tahu hal itu apa. Kenan hanya mengelabui dan menganggap semuanya akan baik-baik saja.

***

"Bu. Ayah Bu. Ayaaahhhhhhh"

Tangisan Kenan pecah dalam pelukan Ibu.

"Kenapa Kenan? Ayah kenapa? Kamu dari mana kok pulang-pulang menangis"

"Ayah Bu. Barusan Kenan diberi kabar oleh Pak RT, bahwa kapal yang Ayah gunakan hilang kontak, dan diduga mengalami kecelakaan. Kemudian Kenan coba menelfon Ayah, namun tak tidak dapat terdeteksi. Bagaimana Bu. Ayaaahhhh"

Sri Rihana akhrinya menangis histeris bersama Kenan, sementara Kinan hanya melihat Ibu dan Kakaknya dengan suasana penuh kebingungan dan kesedihan.

Di ambang pintu rumahnya, Kinan duduk sembari menopang dagu. Mungkin saja ia merasakan kesedihan, namun perihal kecelakaan dan kehilangan, di usia Kinan belum mampu memahami betul.

"Nduk, sini masuk. Sudah malam, tutup pintunya. Yuk siap-siap tidur"

"Nggak mau Bu. Kinan mau ketemu Ayah. Kinan mau dipeluk sama Ayah"

Ibunya hanya terdiam, namun air matanya deras menetes. Ia hanya tak ingin anaknya melihat kesedihan, sebisa mungkin beliau menghapus air matanya dan mencoba menenangkan Kinan.

"Kinan sayang. Percayalah sama Ibu. Ayahmu pasti akan pulang, tapi nanti ada waktunya. Sekarang Kinan harus tenang dulu, jangan terus bersedih. Kalo Kinan bersedih, nanti Ayah jg akan bersedih. Bersabar yah Kinan"

Dengan berat hati, Sri Rihana berusaha menenangkan Kinan.

Hingga malam tiba lagi, Kinan dan Kenan mengalami kegelisahan. Keduanya hanya membolak balikkan badan, namun matanya tak kunjung terpejam. Hingga Ibunya mengajak mereka untuk salat malam, berdoa untuk lebaikan serta keselamatan mereka bersama.

Di tengah khusyu nya mereka melaksanakan salat, hujan deras dan angin kencang membawa mereka ke dalam getirnya doa dan tangis air mata. Sri Rihana harus mampu memakai topengnya, supaya tak nampak kesedihan di depan anak nya yang begitu ia sayangi.

avataravatar
Next chapter