1 Diterpa Badai

Prrraaaaangg.

"Tega sekali kau akan meninggalkan aku demi ayah kandungku sendiri. Apa kau tidak ingat akan janji kita dulu?"

Suara lemparan piring berbunyi amat nyaring.

Sama halnya manusia lain, Yudha. Seorang laki-laki yang usianya hampir menuju kepala tiga, ia akhirnya meluapkan emosi yang selama ini ia pendam.

Bola matanya berbinar, sorot pandang nya tajam, wajahnya memerah dan tangan nya gemetar. Yudha adalah sosok pria yang diam, tak banyak omong, lembut, dan sopan. Namun semuanya berubah kala emosinya pecah.

Di pojok kamar mewahnya, Kinan menagis sesegukan. Seperti halnya wanita lain, yang bisa dilakukan ketika hati dan batinnya merasa sakit dan beban di pundaknya terasa berat adalah menangis.

"Mas Yudha, andai kau tahu, aku menyayangimu dengan sepenuh jiwa. Seuntai raga. Aku mempersembahkan diriku untukmu Mas. Tapi apa daya? Semua ini terjadi tanpa rekayasa" dialog Kinan bersama dirinya sendiri.

Di depan teras rumahnya, Yudha mengadukan semuanya kepada angin. Tak ada lagi tempat untuk saling mendengar, hingga Yudha menjadikan angin sebagai tempat peraduannya.

"Dunia sudah gila memang. Bukan hanya harta benda yang bisa dirampas, bahkan sampai istri pun ada saja yang mau merampas, dan mengambil alih. Gila, memang sungguh gila. Kalau bukan ayah kandungku sendiri yang memintanya, sudab kuhabiskan dia".

Yudha berbicara kepada angin, menyampaikan kekesalannya terhadap apa yang sedang terjadi. Di tengah hiruk pikuk otaknya, nampak seorang Kinan melangkahkan kakinya dari kamar menuju keberadaan Yudha.

"Mas Yudha, bolehkah aku meminta waktumu untuk berbicara. Tak ada hal lain yang ada di jiwaku Mas, selain Mas Yudha. Dan andai Mas tahu apa yang selama ini selalu aku fikirkan? Itu dirimu Mas".

Kalimat yang keluar dari mulut Kinan, hanya didengar oleh angin. Dengan posisi duduk menyandar dan kaki yang diluruskan di atas sofa, Yudha masih saja mengunci mulutnya, namun dari sorot matanya terlihat jelas otaknya berisik, fikirannya bercabang.

Kejadian yang mereka alami tentunya tanpa ada dugaan sebelumnya, mereka dipaksa harus menghadapi semuanya di saat kisah asmaranya sedang dalam masa bahagia. Benar kata orang terdahulu, kesedihan tak sepenuhnya kesedihan, kebahagiaan tak sepenuhnya kebahagiaan. Semua ada masanya, dan semua punya takarannya.

Dalam hatinya, Kinan bertanya-tanya dan heran mengapa masalah yang ia anggap sebagai malapetaka ini bisa terjadi. Pak Broto, ayah kandung Yudha sendiri memaksa Kinan untuk mau menjadi istrinya. Sedangkan Kinan adalah istri dari Yudha, anak kandungnya sendiri.

***

"Kinan, dengan sepenuh jiwa dan raga aku sudah sah menjadi suamimu, malam ini adalah malam pertama bagi kita. Kau wajib mempersembahkan semuanya untukku, dan kau berhak memperoleh semuanya dariku. Kau bisa mendapatkan apa saja yang kumau, dan kau harus memberikan apa saja yang kumau. Termasuk, untuk menikmati tubuhmu"

Ucap Pak Broto, sembari menenggelamkan Kinan dalam dekapan pelukannya ke ranjang pengantin.

Suara ayam berkokok, walaupun suasana rumah tangga mereka sedang berantakan. Namun kasih sayang Yudha masih mengalir untuk Kinan, dengan raut wajah yang malas, Yudha membangunkan Kinan dengan menepuk tangannya dan memberikan sapaan "Kinan, bangun. Sudah pagi".

Kinan yang berada di alam bawah sadarnya sedang malam pertama dengan Pak Broto itu pun kaget dan terbangun dengan penuh ketakutan. Spontan Kinan langsung memeluk Yudha yang sedang duduk di sampingnya. Yudha masih mau menerima peluk Kinan, namun ia hanya terdiam. Tak ada satupun kata yang ia ucapkan. Lalu, tak ada lima menit Yudha melepaskan pelukan Kinan dan hanya menyuruhnya salat dan berdoa.

"Sudah pagi, salat subuh dan berdoa".

Perintah Yudha, sembari ia membuka jendela kamarnya.

Matahari memberikan senyuman kepada dua insan yang sedang dalam kegentingan. Yudha masih menampakkan kemarahannya dengan diam. Sementara Kinan, menampakkan kesedihannya dengan tangisan.

Seusai salat subuh, Kinan melantunkan doa-doanya kepada semesta. Berharap rumah tangganya dengan Yudha berlangsung sampai akhir masa. Begitupun dengan Yudha, ia berdoa dengan harapan yang sama dengan Kinan.

Mimpi semalam tentu membawa beban fikiran bagi Kinan, ia tak bisa bebas untuk tenang. Dalam hatinya muncul kebencian terhadap Pak Broto, mertuanya, karena secara tidak langsung ia sudah menghancurkan kebahagiaan rumah tangganya. Kinan menganggap mertuanya seperti bajingan yang tak tau adab dalam hidup. Sementara Yudha berada dalam posisi yang sulit. Bagaimanapun juga Kinan adalah istrinya dan Pak Broto adalah ayah kandungnya. Namun, lelaki mana yang mau istri tercintanya diambil alih oleh orang lain? Apalagi ayah kandungnya sendiri.

***

"Kinan. Aku mencintaimu dengan amat sangat. Semua yang ada dalam dirimu adalah bentuk kecintaanku. Hari ini, kamu sah menjadi seorang pendampinf hidupku. Seorang Kinan Rihana, wanita mungil dan energik, menjadi seorang istri dari aku Yudha Subroto. Aku mungkin tak berjanji kepadamu Kinan, tapi aku berjanji kepada diriku sendiri untuk menjagamu, tidak menyakitimu, dan terus memberikan kebahagian untukmu".

Di sudut ruang baca, Kinan terbawa dunia lamunan. Kilas balik 5 tahun yang lalu datang kembali dalam bayangannya. Hari demi hari bahkan detik demi detik yang ia dapatkan adalah kebahagiaan. Bahagia nya ada dalam diri seorang Yudha. Namun, di usia pernikahannya yang saat ini menginjak lima tahun, badai datang dan menggoncang kebahagiaan mereka. Dan lebih payahnya, badai tersebut datang dari ayah kandung Yudha sendiri.

Suara burung berkicau, barang saja mereka ingin menghibur Kinan. Sembari menunggu Yudha pulang kerja, Kinan pergi mencari suasana sore menggunakan sepeda ontelnya yang antik. Di sekeliling rumahnya terdapat taman yang penuh dengan bunga bermekaran. Kinan mengamati langkah demi langkah, sejenak menenangkan fikirannya, dan bersyukur atas segala nikmatnya.

"Mba Kinan. Sendiri saja nih, tumben nggak sama Mas Yudha?"

Sapa Bu Endah kepada Kinan.

"Oh iya Bu Endah. Lagi pengen ngontel sendiri. Kebetulan Mas Yudha belum pulang kerja"

Sambung Kinan kepada Bu Endah, tetangganya.

"Oh ya sudah, saya duluan ya Mba Kinan"

"Silakan Bu, hati-hati di jalan"

Pertanyaan Bu Endah tadi membuat Kinan kembali berfikir. Bagimana nantinya ketika semua hal ini terjadi. Hari yang banyak dilalui adalah bersama Yudha, bukan Pak Broto. Apa kata orang nanti? Bagaimana nasib Yudha? Bagaimana kehidupan selanjutnya?

Kinan terus merasakan kesedihan yang sangat dalam. Kehidupannya serasa masih di ambang pilu karena problematikanya. Yudha masih saja mengabaikan keadaan Kinan, namun gambaran dari raut wajahnya amat terlihat jelas kalau ia merasakan kesedihan layaknya apa yang Kinan rasakan.

Yudha masih saja menyikapi Kinan dengan dingin, kalimat yang Kinan utarakan sebagai bentuk pertanyaan tak kunjung diberi jawaban oleh Kinan. Kinan hanya bisa bersabar dan memaklumi kondisi yang ada. Pelik dari banyaknya masalah terkadang hanya bisa ditanggapi dengan berdiam diri.

Dalam relung fikirnya, ia hanya bertanya-tanya. Kenapa?

avataravatar
Next chapter