webnovel

Bahagia dan Duka Datang Secara Beriringan

Firasat dan batin seorang Ibu bisa saja menyatu dengan anaknya. Malam itu hujan badai datang, angin kencang membuat daun-daun jatuh bertebaran. Kinan yang sudah lelap tertidur pun terbangun. Walaupun Sri Rihana merasakan kegelisahan, namun ia tetap berusaha untuk baik-baik saja. Ia tidak mau anaknya melihat kegelisahan yang dirasakannya. Ia berfikir, jika ia terlihat tidak tenang diri, maka Kinan akan lebih-lebih merasakan itu.

"Assalamualaikum. Ibu Kenan pulang"

Pagi itu matahari terbit lebih lambat dari hari-hari biasanya. Kinan baru saja berangkat ke sekolah sementara Sri Rihana sedang menyiapkan barang dagangannya. Setelah melihat Kenan berada di ambang pintu, sontak Sri Rihana bergegas untuk menyambutnya dengan pelukan hangat.

"Kenaaaaaaannn, kamu pulang toh"

Sembari memeluk, Sri Rihana meneteskan air mata. Begitupun dengan Kenan, rasa rindunya terobati.

Kenan pulang berlayar sebum jatuh waktu kepulangan seharusnya. Kenan menderita sakit paru-paru yang menjadikan ia tak mampu lebih lama lagi untuk berada di lautan. Udara yang tak menentu, pola makan dan tidur yang tidak terjaga membuat tubuh Kenan melemah.

"Bu. Mohon maaf. Kenan memulangkan diri sebelum waktunya. Kenan sakit Bu, pernafasan Kenan terganggu. Menurut teman Kenan yang tahu beberapa penyakit, Kenan diduga terkena gangguan pernapasan di bagian paru-paru. Mungkin Ibu bisa melihat, Kenan lebih kurus dari sebelumnya dan badan Kenan kering".

Sri Rihana menatap tubuh Kenan, dari ujung kaki sampai ujung kepala begitu ia cermati. Bulir matanya menggambarkan rasa prihatin dan iba kepada anak sulungnya itu. Kenan semangatnya mampu untuk bekerja keras, namun bukan dengan fisiknya.

"Kenan sayang. Ibu berterimakasih kepadamu karena sudah menjadi anak yang baik untuk Ibu. Kau tak perlu meminta maaf atas kepulanganmu ini, tak ada yang salah dengan kenyataan ini. Siapa yang mau sakit? Dan siapa yang mau bersedih? Tak ada, Kenan. Istirahatlah dulu di rumah, tenangkan fikiranmu, jagan terbawa pada hal-hal yang negatif. Biar Ibu yang merawatmu".

Sama halnya Kinan, Kenan pun sama. Ia merasakan kesejukan apabila sudah mengadu pada Ibunya. Senyumannya lembut, dan tak pernah sekalipun mengandung amarah. Jika ia merasa marah, ia hanya diam, bersabar lalu memberikan arahan lagi kepada anak-anaknya. Yaaa, itu dia Sri Rihana.

Hari demi hari, Kinan hidup bersama kakak serta Ibunya. Kinan merasakan kehangatan yang banyak diberikan oleh mereka. Tak jarang, Kenan dan Kinan bercanda tan tertawa bersama. Kenan pandai membuat adik nya terhibur dan merasa bahagia. Kenan juga bukan tipikal kakak yang pelit. Ia berusaha menuruti apa saja yang Kinan mau, seperti membeli jajanan, buku, maupun lainnya.

Seriring berjalannya waktu, Kenan mendapatkan pekerjaan di sebuah toko besar. Karena mereka hidup di pesisir pantai, maka banyak toko-toko besar berjajaran. Sebagian besar toko tersebut menjual bahan baku pengelolaan ikan, dan sebagian lagi menjual alat-alat berlayar.

"Kenan, makan dulu Nak sebelum berangkat kerja. Atau mau Ibu bawakan bekal untuk makan siang nanti?"

Sapa Ibunya di hari pertama Kenan kerja.

Lain halnya dengan Kenan, Kinan lebih fokus dan menyibukkan diri di dunia pendidikannya. Ia banyak mengikuti kegiatan sekolah, menjadi bagian dari pengurus organisasi, dan menjalani banyak pekerjaan lainnya.

"Ibu. Kinan besok akan berangkat ke Provinsi mewakili sekolah untuk olimpiade biologi. Awalnya Kinan ragu, namun ternyata saat mengikuti seleksi Kinan dinyatakan lolos dan mendapat peringkat atas"

Sepulang sekolah, Kinan memberikan kabar bahagia kepada Ibunya.

"Bersyukur sekali Ibu memiliki anak seperti Kinan juga Kenan. Terimakasih ya Kinan, kamu sudah berprestasi untuk Ibu. Besok hati-hati di perjalananmu. Jangan teledor, dan harus jaga kesehatan. Ibu mengiringi langkahmu lewat doa. Semoga Kinan mendapat hasil yang baik".

Ibunya merasa bahagia, terlihat dari lekukan senyumnya.

"Kinan bangga punya Ibu yang selalu mendukungmu".

Kinan akhirnya menghempaskan bahagianya dalam dekapan Ibu.

***

Kenan tumbuh menjadi perjaka yang sukses. Ia mendapatkan posisi yang tinggi di tempat usahanya. Gaji perbulannya cukup untuk membantu biaya sekolah Kinan. Selain itu, Kenan juga memberikan modal untuk Ibunya agar warung yang menjadi ladang usahanya bertambah besar.

"Wah. Warung Bu Sri sekarang tambah besar. Barang-barangnya lengkap, cari apa aja ada di sini. Hebat deh Bu Sri"

Seiring perubahannya, Sri Rihana mendapat banyak pujian dan kesan baik dari pelanggannya.

Namun di sisi lain, keberhasilan Kenan membuat ia sedikit lalai terhadap keluarganya. Kenan yang biasanya ramah dan lembut, ia nampak berubah. Jika ditanya oleh Ibunya, Kenan menampakkan wajah malas. Beberapa pertanyaan Ibunya pun tidak mendapat respon dari Kenan. Entah apa yang terjadi di hari-hari Kenan, Sri Rihana pun tak mengetahuinya. Ia menjadi pribadi yang sangat tertutup, baik kepada Ibunya, maupun Kinan adiknya.

"Mas Kenan. Kinan ingin meminta tolong, antarkan Kinan ke toko buku. Mau cari buku soal-soal biologi. Lagian udah lama banget Kinan nggak pergi sama Mas. Bolehkan?"

Kinan mencoba meminta bantuan kepada Kenan yang sedang asik bermain dengan ponselnya.

"Kinan. Mas capek. Kamu masih bisa melakukannya sendiri kan?"

Tanpa menjawab pertanyaan Kenan, Kinan akhirnya beranjak pergi dengan hati yang merasa kecewa. Kinan memang masih bisa melakukannya sendiri. Namun di hatinya, Kinan merindukan saat-saat bersama Kenan. Seperti pada umumnya, Kenan menjadi sosok pengganti Ayahnya yang telah tiada.

Apa yang sebenarnya terjadi pada Kenan, tak ada yang mengetahui. Setelah sibuk bekerja, Kenan menjadi pribadi yang tertutup. Tidak banyak bercerita dan mengadu lagi, seperti dulu.

Di sebuah malam, Kinan menangis ketakutan. Badannya mengalami demam tinggi, namun ia merasa kedinginan. Ruam wajahnya terlihat sangat pucat, detak jantungnya bergerak cepat. Sri Rihana kebingungan menghadapi Kinan, sementara Kenan masih di tempat kerjanya. Waktu malam terasa begitu cepat ketika ada hal buruk terjadi. Kinan kembali merintih kesakitan. Kepalanya terasa begitu berat, ujarnya.

"Kenan. Kamu bisa pulang?, adikmu sakit. Badannya panas dingin, kepalanya kesakitan. Mungkin kita perlu membawanya ke dokter, Kenan. Tolonglah, Ibu mohon. Ibu takut terjadi apa-apa di kondisi adikmu".

Sri Rihana mencoba untuk menghubungi Kenan. Walau sebenarnya ia tahu, bahwa Kenan tidak mungkin meninggalkan pekerjaannya demi rumah. Mau bagaimanapun juga, Kenan menjadi harapnya untuk mendongkrak perekonomian rumah tangganya. Oleh karena itu, Sri Rihana tak berani bicara banyak kepada Kenan.

Hingga fajar datang, Kenan tak kunjung pulang. Saat di teflon, Kenan menjanjikan dirinya akan pulang, namun setelah Ibunya menunggu Kenan tak kunjung datang.

Kinan masih dalam kondisi demam tinggi. Sri Rihana memutuskan untuk membawanya ke dokter. Ia merasa sangat panik ketika melihat anaknya sakit. Bayangan buruk selalu menghantui fikirannya. Setelah kehilangan suaminya, Sri Rihana lebih menjaga apa yang sekarang ada di sekelilingnya. Termasuk Kenan dan Kinan.