9 Membuka diri

Klik!

Jay menutup pintu kamar. Tak menunggu lama lagi ia langsung menggiring tubuh Maria merapat hingga ke dinding. Tubuh Maria tersudut. Jarak mereka kini hanya sebatas satu jengkal tangan orang dewasa. Netra mereka saling bertatapan. Menghayati suasana remang di kamar itu.

Seolah terlupa bahwa yang ia hadapi adalah orang asing, Maria langsung menyerbu bibir tebal Jay. Hasrat menggebu yang ia tahan sejak tadi, ia luapkan dalam gerakan cepat. Tak tahu malu!

Jay sedikit tersentak kaget. Ia tak menyangka, gadis di depannya itu memulai permainan tanpa ada perjanjian seperti aturan main yang sering ia terapkan pada para wanita yang ingin bercinta dengannya. Tapi kemudian ia mengikuti alur yang disediakan oleh Maria.

Siapa sangka, permainan bibir mereka di dominasi oleh Maria. Jay hanya membalas sentuhan Maria. Ciuman itu tak berawal dari sentuhan lembut yang biasa Jay lakukan pada para wanitanya, tetapi sentuhan menuntut sudah tersaji oleh Maria. Jay menikmatinya!

Flash!!!

Mata Jay yang terpejam, tiba-tiba saja terbuka. Ia terkejut.

Saat menyentuh bibir Maria, Jay justru melihat masa lalu Maria. Karena itulah, Jay sangat penasaran dengan Maria. Ia terus menerus menyentuh bagian tubuh Maria demi memastikan sesuatu.

Maria mencium bibir Jay rakus, seolah tak ingin tertinggal satu inci dari permukaan bibir Jay yang tak terkena sapuan bibir mungilnya.

Tangannya belingsatan meraba apa yang tersaji di hadapannya. Dada kekar Jay menjadi sentuhan favorit Maria.

***

Kembali ke saat ini...

"Aku tidak bisa menjelaskan alasanku padamu secara jelas, tapi bisakah kamu memenuhi permintaanku?"

Jay mengira, bahwa Maria adalah wanita yang selama ini ia cari sebagai penawar kutukannya. Tapi ternyata bukan dia!

Dalam penglihatannya setelah berciuman dengan Maria selama hampir setengah jam, Jay melihat jati diri Maria.

Maria adalah gadis yatim piatu dari Orphelinat --panti asuhan di daerah pinggiran Kota Paris. Dan mirisnya, Maria berasal dari panti asuhan yang sama dengan Jay! Itulah sebabnya, Jay menghentikan sikap bodohnya itu.

Ia memeluk Maria dan menciumi pucuk kepala Maria. Sebuah ciuman kasih sayang.

Manik mata Maria nampak kebingungan.

"Kenapa tiba-tiba kamu bersikap seperti ini? Rasanya aneh ... " lirih Maria.

Jay memosisikan badan Maria agar menghadap lurus padanya. Ia tersenyum lembut.

"Maukah kamu ikut bersamaku? Kamu ikut pulang denganku ke Annecy."

Netra hijau Maria membeliak. Sungguh sangat membingungkan. Sesaat tadi Jay seperti mendorongnya jauh dan tak mau melanjutkan kemesraan mereka, tapi kini, laki-laki tampan itu justru memintanya untuk ikut tinggal bersamanya. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Tunggu dulu! Apa kamu sedang melucu? Karena, aku sama sekali tidak mengerti leluconmu," tandas Maria.

Jay menghela napas berat. Ia membenarkan pakaian Maria terlebih dahulu. Menaikkan kemeja yang melorot itu lalu mengancingkannya. Jam di dinding hotel berdetak di angka sebelas malam.

"Kurasa aku harus memberitahukan sedikit rahasiaku padamu."

Alis Maria bertaut. Hatinya berdebar. Ia menerka-nerka rahasia apa yang dimiliki pria setampan Jay. Apakah rahasianya berkaitan dengan hubungan badan di atas ranjang --seperti pamannya? Ataukah rahasia identitas Jay yang sebenarnya memanglah seorang penjahat? Jantung Maria berdegup semakin kencang. Degupan ketakutan.

"Jangan takut. Aku bukanlah orang jahat yang kamu kira," cetus Jay mengerti kekhawatiran Maria dari sikapnya yang kini lebih waspada.

"Maukah kamu mendengarkan ceritaku?"

Maria terpaksa mengangguk. Lalu jawaban apa lagi yang harus ia tampilkan selain sebuah anggukan. Ia tidak bisa pergi kabur dalam situasi ini.

Jay bangkit dari duduknya dan beranjak ke dekat kopernya. Ia membuka salah satu resleting pada koper tersebut lalu mengeluarkan satu benda. Maria tak bisa melihat dengan jelas dalam pencahayaan lampu tidur yang remang.

Jay kembali ke sisi Maria. Ia menunjukkan benda tersebut pada Maria.

"Kamu tahu simbol ini?"

Maria meneliti benda tersebut. Jay menjuntaikan benda itu dari atas. Benda itu adalah sebuah kalung dengan bandul yang terpatri simbol huruf dan gambar pohon pinus di kedua sisi.

"Kalung apa ini?" tanya Maria bingung.

"Apakah kamu tidak tahu?"

Maria menggeleng polos.

Kini alis Jay bertaut.

"Apakah benar kamu tidak tahu simbol pada kalung ini?" tanya Jay menegaskan sekali lagi.

Maria kembali menggeleng. "Aku tidak tahu. Memangnya simbol apa itu? Maria balik bertanya.

Jay merasa yakin bahwa penglihatannya tidak pernah salah. Dalam ingatan yang sekilas demi sekilas, ia melihat bahwa Maria berasal dari panti asuhan yang pernah menjadi tempat tingalnya saat kecil dulu.

"Kalung ini adalah kalung pemberian ibu asuh di panti asuhan kita dulu."

Maria meraih kalung itu lalu memerhatikan di kedua sisinya. Ia mengingat-ingat apakah benda itu ada di rumahnya.

Jay akhirnya menceritakan bahwa ia berasal dari panti asuhan yang sama dengan Maria. Penghuni panti asuhan di sana tidaklah banyak karena bisa dibilang bukan lembaga resmi. Bangunan yang menjadi tempat tinggal anak-anak yatim piatu itu bukanlah bangunan besar, hanya sebatas bangunan layaknya rumah besar dengan beberapa kamar tidur saja milik Mariana --ibu asuh mereka.

Salah satu alasan Maria ingin sekali dipanggil dengan sebutan nama Maria, karena ia ingin menjadi wanita suci dan baik hati seperti ibundanya.

Berbeda dengan Maria, Jay sudah diadopsi oleh tuan Richard sejak usianya lima belas tahun. Karena itulah ia merasa, tuan Richard tak hanya sebagai bosnya melainkan sebagai orang tua angkatnya yang telah menyelamatkannya dari keterpurukan panti asuhan.

Jay menyentuh tangan Maria untuk melihat kembali masa lalu Maria. Seketika itu melalui penglihatannya --jika tak salah kira, Jay melihat saat di panti asuhan dulu, ada balita perempuan umur tiga tahun yang selalu berada dalam pelukan bunda Mariana.

Balita tersebut tak pernah lepas dari jangkauan bunda Mariana. Ke manapun bunda pergi, balita itu selalu ada dalam gendongannya.

Mata Jay membelalak. Seketika ia menoleh ke arah Maria.

"Ada apa?!" seru Maria panik.

Maria masih belum mengerti situasi yang sedang ia hadapi. Kebingungan yang luar biasa merangsek ke dalam otak lugunya. Belum lagi ia mengerti alasan Jay menghentikan cumbuannya ditambah lagi misteri kalung yang ditunjukkan Jay. Kini, Maria dikejutkan dengan reaksi Jay yang melotot ke arahnya. Sungguh, jika ia bisa, ia ingin segera menyudahi keanehan ini.

"Jika kukatakan bahwa aku bisa melihat masa depan. Apa kamu akan memercayainya?"

Kini mata Maria yang terbelalak. Pikirannya semakin kusut. Seketika bulu kuduknya meremang. Ia merasa takut pada Jay. Dalam benaknya berpikir, 'apakah Jay adalah seorang psikopat yang mempunyai imajinasi gila melampaui batas tentang takdir Tuhan?'

Maria menggeser duduknya sedikit. Ia harus berjaga-jaga jika sesuatu terjadi padanya. Aneh! Bukankah seharusnya ia waspada pada orang asing sejak awal bertemu. Kenapa baru sekarang ia merasa ketakutan pada Jay. Bodoh kamu, Maria!

Jay menyeringai melihat tubuh Maria seketika menegang.

"Bukankah, kamu memercayai takdir dan petunjuk hati?" cibir Jay.

"A-aku ... "

avataravatar
Next chapter