30 Bab 30

30. Ibu, haruskan aku membencimu?

Siang tadi sudah menyita banyak tenaga Fanya, belum lagi batinnya pun harus ikut menanggung karena kesedihan-kesedihan yang di dapatinya. 

Melihat sang ibu bahagia? 

Tentu saja Fanya sangat bahagia. Bahkan ia lebih bahagia dari yang di rasakan ibunya. Namun, satu hal yang sangat Fanya ingini gadis itu hanya ingin ibunya kembali seperti dulu lagi. 

Flasback on*

"Sayang, makan dulu Nak mumpung sayurnya masih anget!" ujar sang Ibu. 

"Bentar Bu, Fanya lagi nanggung ngerjain tugas!" sahut Fanya. 

"Ehh ini anak di bilangin." Wanita paruh baya itu pun kemudian masuk ke dalam kamar Fanya. 

"Tinggalah sebentar tih tugasmu juga tak kan kemana sayang. Makan dulu, isilah dulu perutmu. Nanti kalau sudah kenyang kamu pasti ngerjain tugasnya lebih tenang," saran sang Ibu. 

"Ya udah deh, karena ini permintaan Ibu.Fanya langsung makan deh."

Gadis itu menutup laptopnya dan bergegas turun ke bawah untuk makan. Ibunya sudah membuatkannya orange jus untukknya. 

"Papa kemana Bu?" tanya Fanya. 

"Papamu lagi ada urusan mendadak sayang. Katanya klien penting!" sahutnya. 

"Ohh gitu, bilangin deh Bu papa itu jangan capek-capek. Kasihan tauk badannya kalau terlalu capek!" ujar Fanya. 

"Papamu susah di bilangin sayang, dia bilang harus bekerja keras supaya Fanya nanti bisa kuliah di luar negeri seperti yang Fanya inginkan," jelas ibunya. 

"Apakah keinginan Fanya itu terlalu berat ya untuk kalian. Fanya gak papa kok kalau harus kuliah di Indo aja," ujarnya. 

"Enggak kok sayang, kamu gak boleh ngomong seperti itu. Tidak ada orang tua yang keberatan untuk pendidikan anaknya, dan ibu sama papamu tidak keberatan sama sekali." Wanita paruh baya itu berujar dengan terus menyenangati Fanya. 

"Pokoknya Fanya janji kalau Fanya tidak akan mengecewakan kalian." gadis itu berujar dengan sungguh-sungguh. 

Flasback off*

Kuliah, 

Bahkan sekarang dirinya tidak tamat SMA. Gadis itu menyeka cairan bening yang sudah keluar dari kedu pelupuk matanya. 

Lagi-lagi bayangan keluarga kecilnya yang dulu bahagia melintas di fikirannya. Kalau saja papanya masih ada!

Semua itu hanya penyesalan yang tersisa. Bahkan papanya meninggal saat dalam perjalanan pulang bekerja. 

Papanya meninggal dalam perjuangan mencari nafkah untuk keluarganya.

Untukmu cinta pertamaku, yang selalu singgah di dalam hatiku dan tak mengenal waktu. Aku di sini, tanpamu dan tanpa hadirmu.

Sekarang ku yakin kau telah berada di Surganya Alloh. Berada di antara orang-orang mulia.

Di sini, anakku tengah berjuang sendirian dengan kepayahan hidup yang harus di laluinya.

Sore hari, seharusnya Deka sudah pulang. Namun lelaki itu belum pulang. 

Fanya tidak mau mengambil pusing tentang hal itu. Namun, Fanya juga tidak bisa tenang jika belum melihat lelaki itu. 

Meskipun menyebalkan tetap saja ada rasa peduli di dalam diri Fanya. Sebulan tinggal bersama rupanya membuat Fanya terbiasa dengan kehadiran Deka. 

"Mengapa dia belum pulang juga, apakah dia sedang sibuk?" tanya Fanya dalam hati. 

Gadis itu memutuskan untuk berkreasi di dapur. Untuk menghilangkan rasa sedihnya mungkin memasak dapat mengembalikan moodnya. 

"Bi biar Fanya saja yang memasak," ujarnya. 

"Tidak usah Non, biarkan bibi saja. Non kan baru pulang pasti lelah," tolak Bi Sumi. 

"Ahh, tidak papa Bi. Dari pada gabut mending Fanya bantuin bibi memasak saja. Lagian Fanya sedang tidak ada kerjaan kok," ujarnya. 

"Baiklah kalau begitu Non."

Fanya pun mengambil pisau untuk memotong daging. Bi Sumi bilang akan membuat steak karena tuanya memintanya membuatkan steak. 

"Memangnya Deka suka steak Bi?" tanya Fanya. 

"Suka sekali Non, dari kecil Tuan paling suka kalau makan steak!" jelas bi Sumi. 

Setelah memotong daging, Fanya membantu Bibi membuat bumbunya. 

"Non Fanya kenapa kok kelihatannya murung?" tanya Bi Sumi. 

"Ah tidak Bi, mungkin itu hanyalah perasaan bibi saja. Fanya baik-baik saja kok Bi," ujarnya. 

"Non Fanya jangan sungkan kalau sedang ada masalah. Kalau bercerita bisa membuat hati Non Fanya menjadi lega maka tidak ada salahnya bukan untuk bercerita," ujar Bi Sumi. 

"Sebenarnya Fanya sedNg memikirkan Ibu Bi. Fanya rindu banget sama ibu tapi apakah dia juga rindu kepada Fanya. Tadi Fanya sempat melihatnya di Bioskop, nampaknya dia sangat bahagia Bi. Apakah seorang Ibu itu bisa bahagia tanpa memikirkan anaknya," cerita Fanya. 

Air matanya sudah menetes semenjak ia menyebut kata ibu. 

Entah mengapa kata-kata itu begitu sangat menyakitkan untuk Fanya.

"Tidak Non, tidak ada seorang ibu yang bahagia tanpa memikirkan nasib anaknya. Mungkin keligatannya bahagia, tapi hatinya berkata lain Non," ujar Bibi. 

"Benarkah begitu Bi?" tanya Fanya mencari keyakinan dari ucapan Bibi.

"Iya Non, tidak ada seorang ibu yang rela melihat anaknya menderita. Dan bibi sangat yakin itu," ujarnya. 

Kata-kata dari bi Sumi terus saja terngiang-ngiang di dalam fikiran Fanya. Apa iya jika ibu masih peduli dengannya. 

"Ibu, haruskah aku membencimu atau justru sebaliknya. Taukah bu, di sini anakmu begitu merindu."

Tepat pukul 6 sore Deka sudah pulang. Lelaki itu nampak sangat kelelahan. Raut wajahnya di tekuk dan tidak ada aura bahagia yang tercetak di sana.

"Apa yang terjadi, ada apa dengannya?" tanya Fanya dalam hati.

Tak sengaja matanya bertubrukan dengan pandangan Deka. Otomatis laki-laki itu langsung menghentikan langkahnya. 

"Heyy, apakah yang kamu fikirkan?" tanya Deka yang mengagetkan Fanya.

Entah sejak kapan gadis itu sudah melamun. 

"Tidak, aku sedang tidak memikirkan apa pun," jawab Fanya gugup. Bahkan dari suaranya pun terdengar bergetar. 

"Buatkan teh untukku," pinta Deka. 

"Aku," sahut Fanya menunjuk dirinya sendiri. 

"Memangnya di sini ada siapa lagi selain kita?" tanya Deka. 

"Oke baiklah." 

Tidak mau panjang urusannya Fanya pun langsung bergegas ke dapur untuk membuatkan teh untuk Deka. 

"Tumben sekali dia menyuruhku, biasanya juga dia akan menyiruh bibi!" seru Fanya. 

Selesai membuatkan secangkir teh untuk Deka, Fanya langsung mengantarkannya ke atas. 

"Ini tehnya," ujar Fanya. 

"Mana camilannya?" tanya Deka. 

"Bukankah tadi hanya menyuruhku membuat teh," sahut Fanya.

"Ya harusnya kamu itu berinisiatif dong membawakan camilan. Masak gitu saja tidak terpikirkan," cerca Deka. 

"Baiklah, akan aku bawakan!" ujarnya. 

Dengan kesal Fanya kembali lagi ke bawah lagi mengambil camilan untuk Deka. 

"Untung ganteng jadi gak papalah bolak balik turun tangga," oceh Fanya. 

"Ada apa Non?" tanya Bi sumi. 

"Tidak Bi, ini Deka hanya meminta untuk di bawakan camilan" jawab Fanya. 

"Kenapa tidak bilang Bibi, kan bisa bibi yang bawakan Non!" ujar Bi Sumi.

"Deka mintanya aku yang suruh bawakan Bi," jelas Fanya. 

"Ohh begitu. Ya sudah nanti kalau butuh bantuandari bibi langsung saja panggil bibi ya!" ucapnya.

"Iya bi pasti," sahut Fanya. 

Gadis itu pun berlalu ke atas untuk memberikan camilan di tangannya kepada Deka. 

avataravatar
Next chapter