webnovel

PART 6 - LEMBARAN BARU

Kalimat yang baru saja diucapkan oleh Hans, seolah menjadi tanda tanya besar dalam benak Dimas. Wajahnya seolah tidak menunjukan ketidakpercayaan, ia mengerutkan dahinya, sembari menatap Hans. Ia lalu memegang dahi Hans, seolah ingin membuktikan apakah Hans sedang berkhayal atau tidak. Hal itupun segera ditepis Hans, sembari memegang tangan Dimas.

Hans lalu mengambil sebuah kotak dari dalam Tas yang ia kenakan. Ia lalu meminta Dimas untuk mengulurkan tangannya. Ia lalu memasangkan sebuah cicin kejari manisnya dengan penuh kasih sayang.

Melihat hal itu Dimas semakin dibuat bingung.

"Kau kenapa? Dan apa maksudnya ini?". Tanyanya dengan wajah yang penuh keraguan.

Hans hanya terdiam, ia lalu mengulurkan tanganya ke arah Dimas.

"Pasangankan yang satunya lagi kepada ku?" pintanya.

Kini, cinta diantara mereka pun seakan dilukiskan oleh sebuah cicin emas permata. Tak ada lagi sekat. Tak ada lagi pembatas. Dimas dan Hans seolah larut dalam percintaan yang rancu. Cinta yang mereka rajut sangat curam. Hans, pria telah memiliki istri seolah luput dan hanyut kedalam sebuah asmara hitam. Ia seolah melupakan bahwa jati dirinya adalah suami sekaligus ayah. Ia sekarang

Tiba – tiba saja Hans mengeluarkan sebuah cicin dari dalam tas. Ia lalu memasangkan cicin tersebut ke jari Dimas. Dimas pun terengah melihat tingkah laku Hans. Matanya berlinang air mata, namun pikiranya seakan ditutupi oleh kabut tanda tanya, karena melihat prilaku Hans yang tak biasa.

Saat hubungan itu berdiri di atas penderitaan orang lain

Cinta itu seakan rapuh dan mudah lumpuh

Dimas tahu bahwasannya, hubungan dengan Hans adalah sebuah ketidakpastian. Dimana cinta yang ia mulai bersama saat ini, bisa saja terhenti oleh dinding bernama pernikahan. Namun, Dimas seolah tak bisa menahan perasaannya juga. Baginya, Hans bukan pria biasa yang bisa memberikan materi, Namun, ia juga memberikan kehangatan layaknya seorang Ayah.

Maklum saja, Dimas memang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah. Mungkin pilihan untuk menjalin hubungan dengan Hans adalah yang terbaik. Sekaligus memupuk rindu tentang apa itu arti kasih sayang.

Meski, di dalam hati kecilnya ia seolah merasa bersalah karena telah menjalin sebuah hubungan dengan suami orang lain. Ah, sudahlah. Bukankan kesalahan adalah hal yang tak bisa dijabarkan dengan logika saat kita sedang berhadapan dengan cinta. Sulit rasanya mengatakan itu sebuah kesalahan, saat cinta yang tumbuh didalam hatinya berkata berbeda. Hans & Dimas kini memulai babak baru. Bukan lagi tentang tawar menawar, akan tetapi bagaimana mereka meranjut cinta bersama.

HUBUNGAN YANG ROMANTIS….

Hari – hari Hans kini seakan telah berubah. Ia memasuki babak baru. Dunia yang penuh cinta dan kasih sayang. Meski, terbilang baru dalam merajut asmara seperti ini, namun Hans seolah tak gentar. Ia bagaikan macam yang siap menerkam apapun yang dihadapannya. Hans seolah menyingkirkan kata dosa dalam hidupnya. Lagi pula, bukankah dosa adalah sesuatu hal yang tak terlihat. Ia tak bisa disentuh ataupun dirasakan. Lihat saja, bagaimana sebagian manusia abai dan mengacuhkan aturan Tuhan.

….

Setelah kepulangan mereka dari Pulau Dewata, hubungan diantara keduanya pun semakin erat. Canda, dan tawa seolah mewarnai hubungan diantara keduanya. Hubungan yang begitu rapuh.

Setelah menjalin hubungan dengan Hans hidupnya mulai berubah. Dimas pun memutuskan untuk berhenti bekerja menjadi pejajah seks. Selain karena keinginannya sendiri, hal itu juga yang diminta Hans.

Sebagai rasa tanggung jawabnya kepada sang kekasih tersebut, semua kebutuhannya akan dipenuhi. Mulai dari apartemen, uang bulanan hinggga kendaraan mobil keluaran terbaru. Semua itu diberikan Hans secara cuma – cuma. Ia ingin melihat kekasihnya selalu tersenyum saat bersamanya.

Karena hal itu pula, Dimas seperti tawanan cinta yang tak bisa lepas dari dekapan Hans. Ia seperti gula yang larut didalam air.

Loyalnya Hans terhadap dirinya membuat cintanya tumbuh subur layaknya tumbuhan yang sedang berkembang. Apapun yang diminta oleh Dimas, semua seakan diiyakan oleh Hans. Tak ada satu pun permintaan yang ia tolak. Baginya, kebahagiaan sang kekasih adalah kebahagiannya juga.

Tapi… kebahagiaan yang Dimas raih sesungguhnya menyiman duri. Duri yang tak kasat mata, namun begitu tajam saat tertusuk. Duri yang bisa saja menghancurkan rumah tangga Hans. Tapi untung saja Hans selalu bisa menyimpan rahasia. Ia selalu bisa bersikap biasa saat ada dirumah. Hingga sang istri tak pernah sedikit pun menaruh curiga kepada dirinya.

Hans… pria yang kini bermain api dengan dirinya sendiri.

PERTEMUAN YANG TAK DIHARAPKAN

Sebuah telepon masuk berdering. Dimas pun segera menjawab panggilan masuk tersebut, yang tak lain dari kekasihnya. Dengan suara yang nada sedikit menggoda ia menjawab panggilan tersebut. Hans lalu memberitahunya, untuk segera datang ke sebuah kafe di kawasan Jakarta Selatan.

….

Setelah memakirkan mobilnya, ia bergegas masuk ke kafe tersebut. Nampak dari luar kemegahan kafe itu tak diragukan. Arsitekturnya seolah menjabarkan bahwa mereka yang masuk kedalam sini adalah orang – orang berkantong tebal. Lihat saja, semua parkiran mobil dipenuhi oleh merk papan atas. Pantas saja, kafe yang satu ini dipilih oleh Hans. Ia lalu menoleh kekiri dan kekanan dimana keberadaan Hans. Sebuah lambaian tangan dari pojok kanan menjadi jawaban.

"Tumben bangat kamu gak jemput aku?".

"Aku lagi gak bawa mobil. Mobil ku lagi dipakai anak ku"

"Oh ya, nanti aku bermalam di tempat mu ya" Ujarnya dengan nada merayu

"Kenapa harus tanya sih" Jawab Dimas sembari menyubit kekasihnya tersebut.

Seorang pelayanan membawakan berbagai macam makan malam untuk mereka. Mulai dari steak, hingga makanan penutup. Di saat makan malam sedang berlangsung tiba – tiba saja Hans mengajukan sebuah pertanyaan yang membuat Dimas terkejut. Pertanyaan itu membuat Dimas mengerutkan dahinya dan menatap Hans dengan sangat tajam.

"Apa kau sudah merasa bosan dengan ku?" Jawabnya dengan nada menyindir.

"Ti… Tidak begitu. Aku hanya bingung saja tentang hubungan kita".

Dimas lalu menyudahi makan malamnya, ia lalu memalingkan wajahnya.

"Kau yang memulai dan sekarang kau seolah yang bimbang".

Hans lalu meraih tangannya. "Maaf ya, jika pertanyaan ku membuat mu marah".

Suasana romantis itu pun seketika hening. Melihat keadaan yang sudah tak mengenakan, Dimas bergegas pergi. Dengan wajah yang penuh emosi ia pergi meninggalkan Hans. Melihat kekasihnya pergi begitu saja, Hans mengikutinya.

"Dim… tunggu".

Langkah kakinya pun terhenti, tapi bukan karena kata – kata Hans, melainkan karena pria yang ada dihadapannya. Dimas mencoba mengingat pria yang ada dihadapannya ini. Wajahnya nampak tak asing. Tapi siapa dan dimana. Ia seolah bertanya pada dirinya sendiri.

"Kamu" ujar pria itu.

"Kau kenal dengan diri ku?"

"A..aku"

"Ayo Dim kita pulang?"

"Papah…."

"Chris…."

Next chapter