6 PART 5

Dimas  begitu  terkejut, ketika ia melihat bahwa pria yang berdiri dihadapannya adalah orang yang memukulnya saat di hotel.  Ia tak pernah membayangkan bahwa pria yang pernah berkelahi dengannya kini adalah pelanggannya. Dimas mengepalkan tangannya. Matanya nampak begitu merah. Kekesalan seakan tak bisa lagi disembunyikan dari rawut wajahnya. Ia tak menduga bahwa sang waktu mempertemukannya kembali dengan Hans.  Jangankan untuk melayaninya, bertemu dengannya saja ia sudah muak. 

 

Tanpa berfikir panjang Dimas  segera pergi, namun Hans mencegahnya. Ia menggenggam tangan Dimas begitu kencang layaknya seorang tawanan yang ingin dimasukan kedalam bui.

 

"Mau kemana loh!!. Profesional dong loh. Gue ini pelanggan loh" Bentak Hans.

 

Dimas berusaha melepas genggaman itu, namun Hans tidak ingin mengalah dan membiarkannya pergi begitu saja.

 

"Lepasin gue!!" Bentak Dimas. Genggaman itu pun terlepas. Dimas lalu mendekati Hans, sembari menunjukan amarahnya.

"Loh jangan pernah berharap bisa menyentuh tubuh gue"

"Eh, loh tuh cuman cowo bayaran ya. Yang loh butuhkan cuman uang. Gak usah munafik!!"

"Gue memang cowo bayaran, tapi buat loh gue gak sudi".

Dimas pun pergi meninggalkan Hans dengan penuh amarah. Ia tak pernah menyangka pria yang pernah berhadapan dengan dirinya kini malah ingin merasakan tubuhnya. Ia segera mendatangi Mami Lisa. Dengan wajah yang penuh amarah Dimas menggebrak meja.

"Mam, loh gila ya"

 

Sontak hal itu membuat Mami Lisa terkejut.  Dimas yang biasanya tidak pernah menunjukan amarah kepadanya kini seakan seperti macam yang lepas dari kandang.

 

"Wait, wait ada apa nih. Santai dong, duduk dulu" ujar mami lisa sambil menenangkan Dimas.

"Gimana gue bisa kalem ya mam. Andai ajah gue tahu kalau cowo itu dia gak akan sudi gue" Jawab Dimas

 

Melihat sikap Dimas yang tak seperti biasanya, Mami lisa  begitu kesal melihat sikapnya.

"Mulai sekarang, loh cari sendiri. Gue gak akan bantu loh lagi" Ujarnya sambil menujuk ke arah Dimas.

 

Mami lisa pun pergi meninggalkan Dimas.Sejak kejadian itu hubungan Dimas dengan mami lisa menjadi renggang .Dimas tak lagi mendapatkan tawaran pekerjaan dari Mami Lisa. Meski dirinya sudah berulang kali meminta maaf namun Mami Lisa seakan mengacuhkan dirinya. Hingga akhirnya ia terpuruk dan berniat mengakhiri hidupnya.

 

SELAMAT TINGGAL DUNIA

Hari demi hari ia lewati dengan penuh kekosongan. Tabungan mulai menipis dan kini, Dimas tak lagi ditawarkan pekerjaan oleh Mami Lisa. Malam itu wajah Dimas  terlihat seperti orang tanpa harapan. Pikirannya begitu kemelut, ia sudah kehilangan asa, bahkan untuk makan besok saja ia tak tahu harus bagaimana..

 

Setiap kali matanya melihat ke langit ia seakan ingin pergi kesana dan bertemu dengan sang ibu. Bak manusia yang di rasuki setan, pikirannya seakan akan buram dan ingin mengakhiri hidupnya dengan segera.

 

Ia pun  berdiri di tengah jalan raya. Terlihat dari kejauhan sebuah mobil  melaju dengan kecapatan tinggi bersiap menghantam dirinya. Sorot lampu mobil itu semakin dekat. Pengemudi mobil itu nampak tidak bisa mengendalikanya. Malaikat maut seakan sudah terlihat dihadapannya. Tubuhnya seakan sudah pasrah untuk meninggalkan segala kehidupan dunia ini.

 

Namun, tiba – tiba saja Mobil  itu berbelok dan menambrak separator busway. Benturan itu pun tak terhelakan. Terlihat bagian depan mobil itu rusak parah. Dimas segera berlari menolong pengemudi mobil tersebut.

 

Beberapa warga yang berada tak jauh dari lokasi pun turut membantu. Pengemudi mobil tersebut tidak sadarkan diri dan terlihat darah mengucur dari dahinya. Dimas dibantu dengan beberapa warga segera membawa sang pengemudi  mobil tersebut ke rumah sakit terdekat.

HANS, CHIRS & DIMAS

Dimas menunggu dengan penuh rasa cemas  diluar ruangan. Sesekali ia mengepalkan tanggannya. Mukanya terlihat lesuh. Seperti seseorang yang ketakutan akan kehilangan kekasih. 

 

"Berdiri" Kata Hans

 

Tanpa sepatah kata pun Hans memukul dirinya hingga terjatuh. Keributan pun tak terhelakan. Beberapa perawat datang untuk merelai mereka. Melihat kondisi yang semakin tak kondusif, Hans menarik tangan Dimas dan membawanya keluar. Terlihat sorot matanya yang begitu tajam dan penuh amarah kepadanya. Andai saja tidak dirumah sakit, mungkin Hans sudah menghabisinya.

 

Hans menunjuk kearah Dimas "Gue udah tahu semuanya, loh, adalah penyebab Chris kecelakaan. Gue akan laporin loh ke polisi".

Mendengar ucapan itu, Dimas begitu ketakukan. Ia lalu memohon kepada Hans agar tak melaporkannya. Ia bahkan sampai berlutut sembari menitihkan air mata.

 

"Ok, gue gak akan laporin loh. Tapi dengan satu syarat. Tubuh loh adalah milik gue"

Mendengar ucapan Hans, ia hanya bisa terdiam. Melawan tidak mungkin. Dimas bukan dalam posisi tawar yang bagus. Ia seakan tidak memiliki pilihan selain mengiyakan keinginan bejat Hans

 

"Ok, Lusa temui gue di tempat kemarin jam 11 malam. Jangan sampai telat atau nasib loh bisa berujung di penjara."

….

Apakah ini yang disebut ketidakadilan.

Mengapa ia hanya menghampiri mereka yang tak memiliki uang dan kuasa.

….

MALAM PETAKA BAGI DIMAS

Dimas menghela nafas sejenak. Ia lalu  mengetuk pintu apartemen tersebut. Di hadapannya sudah berdiri Hans yang hanya mengenakan celana pendek tanpa mengenakan baju. Dengan penuh keraguan, ia melangkahkan kakinya ke dalam. Hasratnya ingin sekali pergi, namun ia seperti terpenjara.

Hans perlahan membuka kemeja yang dikenakan Dimas. Setiap jenggal yang ia lihat seakan tak bisa dilewatkan begitu saja. Tubuh Dimas sudah seperti miliknya. Ia melumat setiap apa yang dilihat sampai tak ada yang tersisa. Ia begitu menikmati setiap kali merasakan aroma tubuh Dimas yang perkasa.

 

Gerakan Hans seperti  macan yang sedang menerkam mangsanya. Belum pernah ia merasakan tubuh seorang pria yang membuat nafsunya tak terkendalikan. Hans menelusuri sekujur lekuk tubuhnya yang perkasa tanpa terlewat. Mengisap apa pun yang ia lewati. Mencium aroma tubuhnya. Mengecap keringatnya. Menyesap ototnya.

 

Hans menandai setiap pori dan bulu di kulit Dimas, mengesahkan menjadi hak dan miliknya. Dimas mengepalkan tangannya. Ingin sekali rasanya ingin memukul laki – laki yang kini sedang bersamanya. Namun dunia seakan tidak adil, tak ada ruang dan tempat bagi mereka yang lemah.

 

Malam itu dunia terasa begitu kejam. Dunia seakan saksi bisu, ia seakan tak bisa berbicara dan hanya terdiam melihat betapa buasnya Hans melumat habis tubuhnya. Dimas tak ubahnya seperti tawanan yang harus tunduk pada majikan. Ia ingin sekali memberontak. Namun situasi seakan tak berpihak kepadanya.

 

MALAM PUN BERAKHIR….

Sang mentari menyapa Dimas yang hanya dibalut dengan selimut. Perlahan- lahan ia membuka matanya. Dilihatnya seisi ruanganya sudah tidak ada orang. Hanya ada setumpukan uang uang dan selembar kertas yang bertuliskan ucapan terima kasih dari Hans.

 

Dimas terdiam. Pikirannya masih belum bisa larut atas kejadian tadi malam. Meski ia seakan tidak rela dicumbu oleh Hans, namun saat melihat setumpuk uang harga dirinya kembali digadaikan. Jari – jarinya menghitung berapa uang  yang diberikan oleh Hans.

 

Sejak saat itulah ia tak lagi menjadi tawanan cinta, namun saling memburu dalam nafsu. Ia seakan rela dan menutup mata, asalkan uang yang menjadi imbalannya. 

MALAM DEMI MALAM, KAU & AKU

Tak seperti malam sebelumnya, dimana hanya Hans yang menjadi macan buas, kini Dimas seakan juga ikut bermain. Kedua bibirnya saling bersentuhan dan seakan tidak bisa lepas. Dimas mulai menunjukan taringnya, tak lagi seperti tawanan. Ia begitu menikmati setiap kali Hans mengisap habis sari madu tubuhnya. Mereka saling membalas, sekat – sekat itu seakan sudah hilang. Mereka melebur dalam nafsu yang tak berujung.

 

Dimas tak lagi menunjukan rasa canggung, ia bermain begitu lihai layaknya saat melayani seorang wanita. Baginya kini, tak lagi menjadi persoalan apakah harus melayani seorang pria atau wanita. Asalkan uang yang menjadi imbalannya, ia tak akan ragu untuk melayaninya. Apalagi dengan Hans yang begitu loyal terhadap dirinya. 

Bahkan kini, ia sudah  menjadi milik Hans. Dimas tidak lagi diperbolehkan melayani pelanggan selain dirinya. Jika ketahuan, maka Hans tidak segan – segan untuk memberinya pelajaran

….

Hampir setiap malam saat Hans ini merasakan aroma tubuhnya, Dimas dengan senang hati mendatanginya. Tak ada rasa takut apalagi ragu, karena baginya kini Hans adalah ATM berjalan yang membuat hidupnya nyaman.

Buat apa bekerja melayani puluhan wanita,

Jika hanya dengan satu pria saja 

Bisa mendapatkan segalanya

….

 

VANO & DIMAS ....

Pagi itu Vera agak heran melihat suaminya yang begitu ceria, nampak tak seperti biasanya. Hans yang biasanya menggerutu saat ada tugas keluar kota, kini seakan menampakan kebahagiaan. Namun, Vera enggan menaruh curiga pada suaminya tersebut. Dimata Vera, Hans adalah suami yang baik, bahkan tak pernah sekalipun bersikap kasar kepada dirinya. Semenjak menikah lima belas tahun yang lalu, kehidupan rumah tangga mereka memang jauh dari perkara. Hanya ada masalah – masalah kecil, yang dianggap Vera sebagai bumbu berumah tangga

 

Tapi itu dimata Vera, tidak dibalik kehidupan Hans yang sesungguhnya. Andai saja Vera tahu bahwa cintanya pernah diduakan oleh seorang wanita, mungkin saja rumah tangganya tidak akan bertahan sampai sekarang. Apalagi saat ini Hans tengah dekat dengan seorang pria. Namun, bukan Hans jika ia tidak pandai menyimpan sebuah rahasia.

….

Didepan pintu keberangkatan terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Dimas menunggu kadatangan Hans. Meski sudah lebih dari 30 menit, belum  ada tanda – tanda kedatangannya. Perutnya mulai berbunyi. Ia pun berjalan mencari makanan sembari menunggu Hans tiba. Sambil berjalan sesekali Dimas melihat ke layar ponselnya, hingga tak sengaja ia berbenturan dengan  seseorang.

 

"Maaf – maaf" ujar Dimas sambil membantu mengembilkan HP yang terjatuh

"Dimas" ujar pria itu

Mendengar suara itu Dimas seakan terengah. Suaranya seakan tak asing baginya. Perlahan – lahan ia  mengangkat kepalanya.  Mereka saling bertatapan. Pria dari masa lalu itu kembali datang. Vano.

Dimas segera berjalan menjauhinya, namun Vano menahannya. Ia  mencoba meraih tangannya namun tak sampai.

"Dim" rintih Vano.

Dimas menghentikan langkahnya. Ia lalu membalikan badan. Tiba – tiba saja Hans dari belakang  menepuk pundaknya.

 

"Hai Dim, sorry telat, tadi jalanan macet parah. Ayo kita berangkat" 

 

Vano tersentak melihat Dimas berjalan dengan seorang laki – laki. Apalagi usianya terlihat berbeda jauh. Hatinya seakan teriris – iris, melihat orang yang ia cintai, kini telah menjadi milik orang lain. 

I LOVE YOU…..

Taksi menurunkan Hans dan Dimas disebuah Hotel berbintang lima di Bali. Dengan sigap petugas hotel membantu menurunkan koper dari dalam bagasi. Mereka pun berjalan menuju lobby. Hans segera menghampiri resepsonis.

 

Seorang perempuan yang bertugas penerima tamu mengantarkan mereka ke lantai dua. Ia berlalu setelah sampai di depan kamar. Hans meminta Dimas untuk membuka pintu kamar hotel tersebut. Perlahan – lahan ia  membuka pintu kamar. Ia tercengang menyaksikan keadaan didalam kamar  yang sangat menawan dengan taburan bunga mawar menghiasi lantai kamar tersebut.

 

Hans langsung mengunci pintu dan memeluknya dari belakang.  

" I love You" ujar hans.

Dimas membalikan badannya. Rawut wajahnya menampakan kebingungan saat Hans mengatakan kata cinta pada dirinya.

"Maksudnya?"

 

Bersambung…..

avataravatar
Next chapter