3 PART 2

Malam telah pergi. Kini,  pagi  menyapa dengan penuh kehangatan. Dekapannya masih begitu terasa. Hangatnya. Seolah ia adalah mentari yang menyinari kedinginan di kutub utara. Bisakah kehangatan ini tidak dihentikan oleh waktu. Dibatasi oleh ruang & jarak.

 

Andaikan malam bisa sepanjang waktu , mungkin Vano lebih memilihnya dibandingkan siang. Dimana realita kehidupan dijalani. Realita dimana hubungannya dengan Dimas hanyalah sebatas teman semata. Andaikan saja. Andaikan, Dimas tahu bahwa perasaan Vano padanya begitu besar. Cintanya melampui segala dimensi.

….

Hari demi hari silih berganti, hubungan diantara mereka pun semakin dekat. Seperti urat dan nadi. Kisah yang dulu terhalang oleh jarak dan waktu, kini seakan menyempit tanpa menyisihkan sela sedikit pun. Namun, perasaan itu semakin tak terbentung.

Haruskah. Haruskah Vano mengatakannya. Mengatakan tentang perasannya kepada Dimas. 

Tapi,Bagaimana. Vano masih amat ragu akan cintanya kepada Dimas. Keraguan itu bukan tanpa alasan. Vano tahu bahwa cinta yang ia pendam memang salah. Tapi semakin ia pendam justru semakin perih.

Sebuah tanda tanya besar menyelimuti pikiran Vano.Apakah memendam perasaan ini adalah jalan terbaik atau justru hanya membuat sakit hati yang tak berujung.

 .....

Mengapa cinta begitu membingungkan Bukankah ia harusnya menjadi tanda kebahagiaan

Kepada setiap insan yang merasakan

...

Malam itu langit nampak begitu cerah, bintang – bintang bertaburan dan sang bulan begitu bersinar. Tak ada hujan ataupun badai, namun entah mengapa pada malam itu  sang ayah mengajak mereka untuk makan malam. Ayah Vano memang sangat baik, ia begitu ramah dengan Dimas. Perjamuan makan malam itu pun seolah membuka gerbang bagaimana sang ayah bisa menerimanya. Bukan. Bukan hanya sebagai teman Vano, namun lebih dari sekedar itu.

 

Sang Ayah memang sudah tahu bahwa anak semata wayangnya mencitai Dimas. Hal itu bisa ia rasakan takala melihat mata anaknya yang selalu bersinar. Seolah menampakan kebahagiaan. Kebahagiaan yang belum pernah ia tampakan.

Kebahagiaan pada malam itu mungkin tak akan pernah bisa ditukar oleh materi. Rawut wajah Vano nampak begitu gembira. Ia seolah berada di tengah – tengah pangeran cintanya.

....

Seorang pelayanan membawakan makanan penutup. Disela – sela mereka sedang menyatap makanan itu, tiba – tiba saja ayah Vano bertanya sesuatu kepada Dimas.

"Dim. Boleh om bertanya sesuatu?" Tanya Ayah Vano. Dimas pun  menganggukan kepalanya sembari tersenyum.

"Apakah Dimas sudah punya pacar?". Pertanyaan itu seperti petir di siang hari. Dimas nampak begitu gugup. Rawut wajahnya seketika berubah. Bibirnya ingin sekali menjawab pertanyaan itu, namun keraguan seolah tak bisa dihindarkan.

Meski dengan terbata – bata, Dimas pun menjawab pertanyaan tersebut.

"Be.Belum om". Dimas menghela nafas. Seolah ia baru saja keluar dari neraka yang panas.

"Masih sih belum?" tanya balik ayah vano dengan nada meledek.

Wajah Dimas terlihat memerah. Ia nampak begitu malu.

"Bener om. Lagian, mana ada sih yang mau sama cowo kere seperti saya" Jawab Dimas dengan rendah hati.

Sang Ayah tersenyum. Ia lalu melirik ke arah Vano.

"Loh memangnya kamu belum tahu ya tentang Vano?"

Dimas mengerutkan dahinya. "Tentang apa om?".

"Vano, kan". Melihat perbincangan antara ayahnya dengan Dimas yang semakin intim, Vano dengan singgap menyela pembicaraan tesebut.

"Udah – udah, gak baik lagi makan, malah ngobrol" Ujar Vano.

 

Meski Vano tahu maksud ayahnya , namun ia tidak ingin Dimas mengetahui tentang perasaannya. Ia tidak ingin kebahagiaan yang kini tengah dirasakan luntur begitu saja, karena Dimas tak dapat membalas cintanya. Biarlah. Biarlah sang waktu yang pada akhirnya akan menjawab semua ini.

...

BANDUNG, AKU & KAMU

Masa lalu memang selalu menyimpan sebuah cerita yang terkadang mengusik kebahagiaan di masa depan. Seperti halnya masa lalu Dimas & Vano. Meski dulu mereka adalah teman satu sekolah, namun Dimas tak pernah menunjukan perasaannya terhadap Vano. Hal itu berbanding terbalik dengan Vano yang seolah ingin menunjukan rasa cintanya kepada Dimas.

.....

Akhir pekan telah tiba, Vano pun mengajak Dimas ke Kota Bandung, Jawa Barat untuk menemui sang ibunda. Entah itu untuk perkenalan semata atau karena memang Vano ingin mengenalkan sang pangeran hatinya.

 

Perjalanan mereka pun begitu lancar,nampak tak ada kemacetan berarti di sepanjang Tol Cikampek. Tak berselang lama saat memasuki kilometer 57 mereka menyempatkan untuk membeli minuman dingin. Dimas pun menunggu didalam mobil sembari sesekali melihat ke layar ponselnya.

 

Matanya melirik ke kanan dan kiri. Melihat mewahnya mobil Vano. Namun, tiba – tiba saja pandangannya terhenti saat ia melihat sebuah kertas yang terselip di laci dasbor. Awalnya Dimas enggan untuk melihat isi kertas itu, namun rasa penasarannya begitu besar. Meski dengan ketakutan, ia pun membuka laci dasbor itu dan melihat kertas berwarna merah muda yang bertuliskan "Untuk Dimas Tersayang".

.....

Sepanjang perjalanan menuju Bandung pikirannya seakan diselimuti oleh kabut yang menyimpan tanda tanya. Ia pun bertanya kepada dirinya sendiri.

"Apakah dimas yang dimaksud itu gue, ah gak mungkin. Masa sih Vano suka sama gue. Ini pasti cuman salah paham ajah. Ayolah dim, berfikir jernih, siapa tahu ajah itu surat temen cewenya yang tertinggal di mobil Vano".

 

Vano yang sedari tadi melihat Dimas nampak seperti orang kebingungan, mencoba menegurnya.

"Dim. Dim."  tegur vano.  Karena tak kunjung mendengar, Vano meninggikan suaranya "Dimas!!!" 

"Ya. Ya, ada apa Van" Jawab Dimas dengan rawut wajah yang nampak kebingungan.

Vano menggelengkan kepalanya.

....

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, mereka berdua pun sampai di sebuah rumah bergaya klasik. Dengan perlahan mereka turun dari mobil, meski tanda tanya itu masih menyelimuti pikiran Dimas.

Vano lalu mengucapkan salam sembari menekan sebuah bel yang ada di sudut kanan diatas pagar. Terdengar sebuah sahutan dari dalam rumah tersebut. Tidak lama kemudian, datang seorang anak kecil sambil berlari. Wajahnya nampak begitu bahagia tak kala melihat kedatangan Vano.

...…..

Rumah bergaya klasik ini ada tempat tinggal Ibu dan Nenek  Vano. Anak kecil yang berlari tadi merupakan adik tiri vano. Setelah bercerai dengan sang ayah,hubungan Vano dan sang Ibu memang kurang baik. Namun, sang Ayah menasihati Vano bahwa ia tidak boleh bersikap keras terhadap Ibunya. Karena bagaimanapun tidak ada yang namanya mantan ibu atau ayah.

Kedua orang tua Vano mungkin sudah tidak bersama lagi, namun mereka tetaplah orang tua yang baik. Berkat nasihat dari sang Ayah, Vano mulai membuka hati dan pikirannya. Ia mulai memahami mengapa hubungan rumah tangga orang tuanya harus berakhir.

...…..

" Oh ya nek, mama kemana?" tanya vano  

" Oh, lagi ke pasar, sebentar lagi juga balik." Jawab sang nenek.  

 .....

Saat Vano dan Dimas sedang asyik menonton TV di ruang tamu. Tiba – tiba ada ada suara perempuan memanggil Vano dengan lembut. Vano pun menolehkan wajahnya. Ia lalu berdiri dan menghampiri wanita tersebut. Ia memeluk dengan erat seakan tak pernah bertemu sekian lama.

 

" Kamu kok gak bilang sih Van kalau mau kesini" tanya sang ibu sembari mengusap air matanya

" Kalau aku bilang dulu, namanya bukan surprise dong" jawab vano dengan nada agak meledek.

Vano lalu melirik ke arah Dimas.

" Oh ya mam, ini Dimas" ujar Vano sembari meraih tangan Dimas.

Sang ibunda pun hanya membalas dengan senyuman. Seolah ia sudah tahu bahwa pangeran hati anaknya  tepat berada di hadapannya.

 

"Oh, ini namannya Dimas. Akhirnya setelah sekian lama tante bisa lihat kamu juga" jawabnya dengan ramah 

...

MAKAN SIANG BERSAMA...

Tak ada yang lebih berharga dari sebuah senyuman manis dari orang yang kita cintai. Untuk apa bermewah – mewahan, jika kesederhanaan bisa memberikan kebahagiaan. Seperti halnya kebahagiaan yang kini dirasakan oleh Vano. Bisa makan siang bersama dengan orang yang ia cintai.

Setelah selesai makan, Vano dengan sigap membantu sang nenek yang  tengah merapihkan piring. Selain pandai memasak, Vano juga merupakan anak yang rajin, tak hayal saat datang berkujung kesini ia tak sungkan untuk mencuci piring bahkan sampai beres – beres rumah pun terkadang  ia lakukan. Hal itulah yang membuat kagum ibunya. Jati diri Vano yang selalu rendah hati dan senang membantu tidak pernah hilang meski kini ia sudah sukses.

.....

"Nak Dimas, bisa bicara sebentar disana". Dimas pun mengiyakan permintaan dari Ibunda Vano.

"Tante boleh meminta sesuatu pada mu" ujarnya sembari memohon.

"Apa itu tante?" tanya Dimas.

"Tante  ingin menitipkan Vano sama kamu. Entah mengapa tante merasa kamu adalah orang yang tepat. Meskipun tante tidak tahu tentang hubungan kalian berdua. Tapi Vano sempat cerita tentang kamu" Ujarnya sembari menahan air mata.

Dimas mengerutkan dahinya. Ia nampak kebingungan dengan pemintaan sang ibunda Vano. Dimas pun bertanya balik tentang hal apa yang dimaksudkan. Namun, ibunda vano seakan tak mau membicarakan masalah tersebut.

 

"Pada akhirnya nanti kamu akan tahu, tentang kata – kata tante saat ini" ujarnya sambarii memegang erat tangan Dimas.

 

Setelah mendengar ucapan dari Ibunda Vano, pikiran Dimas semakin kemelut. Ia seolah terjebak dalam sebuah tanda tanya besar yang kini tak menemukan jawabannya. Meskipun, didalam hati kecilnya ia sudah dapat menebak bahwasanya Vano memiliki perasaan terhadapnya. Namun, ia seakan tidak mau mendahului takdir. Biarlah sang waktu yang pada akhirnya akan menjawab semua ini. 

....

BRAGA & WANITA DI MASA LALU

Bandung adalah sebuah kota yang indah dan penuh dengan tempat kuliner menarik. Salah satu tempat yang tak boleh dilewatkan saat ke Bandung, adalah Braga. Sepanjang jalan Braga terdapat banyak tempat makan bernuansa ala zaman hindia belanda. Vano dan Dimas pun menyempatkan ke Braga pada malam itu.

 

Vano  memarkirkan mobilnya dan berjalan kaki menulusuri sepanjang jalan Braga bersama orang yang ia cintai. Meski tidak saling bergandengan tangan, namun berjalan berdua di malam minggu, membuat detak jatungya berdebar kencang. Setiap sudut jalan mereka telusuri , hingga langkah kakinya terhenti di sebuah restoran.

"Kita makan disini ajah ya Dim" tanya Vano sambil membuka menu

"Boleh, aku ikut ajah" sahut Dimas

 

Namun, saat langkah kakinya ingin memasuki restoran tersebut tiba – tiba saja seseorang menepuk pundak Dimas. Dimas pun menoleh. Ia pun dibuat terkejut takala melihatnya.

"Hay Dim, Hay Van" Sapa wanita itu dengan penuh keramahan.

...….

Jesika adalah teman lama Dimas & Vano saat di SMA dulu. Wanita yang cantik dan juga pintar ini memang menjadi idola saat di bangku sekolah. Tak hayal banyak pria yang mendekatinya, namun tak ada satu pun yang berhasil memenangkan hatinya. Hingga suatu saat Jesika tak sengaja bertemu dengan Dimas di perpustakaan. Perkenalan yang tak sengaja itu membuat hubungan mereka semakin dekat. Sampai - sampai Vano dibuat cemburu.

 

Pada suatu saat Jesika sempat bercerita kepada Vano bahwa ia jatuh cinta dengan Dimas. Sontak saja hal itu membuat hati Vano teriris – iris. Namun, ia tidak menunjukannya di depan Jesika. Sama seperti halnya Vano, Jesika juga masih menyimpan rasa cintanya kepada Dimas sampai saat ini.

 

....

Dua orang yang berbeda

Namun pada satu cinta yang sama

Inikah takdir atau hanya gejolak asmara

...

 

Dua orang yang berbeda, namun memiliki cinta yang sama. Kini tak sengaja dipertemukan kembali oleh sang waktu. Namun, tentu kehadiran Jesika di Bandung saat ini bukanlah waktu yang tepat, apalagi saat ini Vano sedang menikmati waktu bersama Dimas.Kecemburuan itu pun nampak jelas di rawut wajah Vano .Dimas dan Jesika pun terlihat akrab saat berbincang, ia seolah melupakan Vano yang berada didekatnya. Vano pun hanya bisa terdiam melihat keakraban mereka.  

 

" Kenapa Van, gak enak ya makanannya" Tanya Dimas

" Ehm, enggak kok. Cuman tiba – tiba, jadi gak lapar ajah" Jawabnya dengan agak ketus

 

Malam yang harusnya menjadi indah tiba – tiba saja berubah menjadi kelabu takala datang sosok wanita dari masa lalu di kehidupan Dimas saat ini. Padahal ia sudah berharap bahwa bisa menghabiskan waktu bersamanya.

...

Waktu pun menunjukan pukul 11 malam. Mereka pun bergegas pulang.

" Oh ya Jes, pulang naik apa?" Tanya Dimas

"Belum tahu nih, tadi sih bilangnya abang ku mau jemput. Tapi aku chat belum dibales".

" Yaudah, kita anter kamu ajah ya Jes, lagi pula udah malam kan". Dimas lalu melirik ke arah Vano.

" Van, bolehkan kita anter jesika dulu pulang?" Tanya Dimas.

Vano terdiam. Ia seakan tak mendengarkan permintaan Dimas.

"Van!"…..

" Oh, boleh – boleh" jawab Vano. Meskipun di  dalam hatinya ia menyimpan rasa cemburu.

 

...….

Setelah mengantarkan Jesika pulang, Vano tak mengeluarkan satu kata pun.  Sepanjang perjalan menuju hotel pun dilalui dengan kesunyian. Dimas yang melihat gerak – gerik Vano, mencoba bertanya dengan lembut kepadanya. Namun, pertanyaan itu dibalas dengan bentakan kencang oleh Vano. Dimas  tak pernah mendengar ucapan sekeras itu sontak terkejut dan  hanya bisa terdiam.

...…..

Sesampainya di dalam kamar hotel Dimas mencoba menanyakan hal itu lagi kepada Vano dengan nada agak lembut.

" Van, are you ok?"

"Aku melihat kamu dari sejak makan malam tadi hanya terdiam seperti orang yang sedang kebingungan, apa ada masalah?"

Vano mencoba tidak menjawab, namun hatinya seolah berkata lain. Dimas lalu kembali memohon kepadanya agar mengutarkan apa yang sebenarnya terjadi. Vano lalu mengambil sebuah kertas dan memberikannya kepada Dimas.

" Apa ini Van" tanya Dimas dengan heran

" Baca saja, itu menjawab semua hal ini" ujarnya

 

Dimas lalu membuka surat itu dan membacanya secara perlahan – lahan. Kata demi kata ia baca, hingga ia mengerutkan dahinya saat membaca sebuah kalimat "Aku mencintai mu dan tak ingin kehilangan dirimu selamanya"

 

"Apa maksudnya ini Van?" tanya Dimas sambil menunjukan isi surat itu kepada Vano

Vano mengacuhkan wajahnya. Sembari menahan air mata.

"Tidak cukup jelaskah isi surat itu. Atau aku harus berkata langsung".

" Van, ini gilaaa!!!!" ujarnya dengan nada membentak

 

Dimas merobek surat itu. Surat yang ditulis Vano dengan penuh cinta. Namun, dirobeknya tanpa belas kasih. Dimas terlihat begitu emosi. Ia sungguh tak percaya bahwa temannya menyimpan rasa terhadap dirinya.

Vano mendekati Dimas yang terlihat begitu emosi. Ia mencoba meraih tangannya. Dimas menghela napas dan menurunkan suaranya. Ia lalu berbalik badan dan menatap Vano.

 

"Haruskah kita mengubah hubungan ini. Bukankah kita sudah merasa nyaman. Lalu mengapa berharap lebih. Aku bisa menyayangi mu sebagai seorang adik Van, tapi tidak mencintai mu sebagai seorang kekasih" Ujar Dimas dengan memohon.

 

"Setelah banyak hal yang telah kita lalui bersama,inikah jawaban mu. Mengapa?" tanya Vano.

Air mata Vano pun menetes. Dengan perlahan Dimas melepaskan tangan Vano

 

"Haruskah aku menjelaskan hal yang tak ingin aku harapkan"

 ...

Apakah hubungan ini begitu mustahil disatukan

Seperti halnya langit dan bumi

.....

KITA YANG TAK LAGI SAMA...

Semenjak kejadian malam itu mereka berdua  tak saling berbicara satu sama lain. Bahkan kini Vano tak lagi menjemput Dimas saat ia selesai bekerja. Meski Dimas masih tinggal di apartemen bersamanya. Namun keduanya bak  tak saling mengenal. Hingga suatu ketika Dimas memutuskan untuk pergi tanpa sepengetahuan Vano.

...…

Malam itu Vano pulang agak larut malam, ia melihat kamar Dimas sudah terkunci namun lampunya masih menyala. Tak biasanya Dimas tidur sambil menyalakan lampu. Ia mencoba menghalau pikirannya

Mungkin saja Dimas sudah tidur

 

...

Keesokan harinya saat Vano bersiap – siap ke kantor, ia melihat lampu dari kamar Dimas masih menyala. Awalnya ia ragu, namun perlahan ia mendekati kamar Dimas dan mengetuk pintu.  Namun, tak ada jawaban. Perlahan – lahan ia  membuka pintu kamar tersebut. Ia pun terkejut melihat kamar Dimas. Seisi lemari yang biasa penuh dengan baju Dimas sudah bersih. Ia segera berangkat menuju restoran ayahnya. Vano  dengan kencang mengengendari mobilnya, menyalip setiap kendaraan yang didepannya, tanpa memperdulikan kesalamatan dirinya sendiri.

 

" Pah, pah" teriak Vano sembari belari.

" Vano, ada apa" tanya papahnya

" Dimas, dimana pah" tanya Vano.

 

Papahnya hanya terdiam. Ia lalu memberikan sebuah surat kepada Vano.

 

" Apa ini pah?"

"Itu dari Dimas. Semalam ia pamit untuk berhenti bekerja disini. Dan ia menitipkan surat itu untuk  kamu"

 ....

Kau & Aku adalah dua insan yang tak akan pernah bersatu

Bukan karena jarak dan waktu

Melainkan karena terhempit perasaan yang terbelenggu

.....

 

avataravatar
Next chapter