webnovel

1

Gadis itu berjalan dengan malas, menuju parkiran dimana sepeda motornya berada.

Ia berhenti sejenak, menarik nafas sebentar dan membuangnya dengan kasar.

"Jam 22.00, ya?" Lirihnya setelah melihat jam tangan berbentuk bulat dengan ukuran kecil yang ia kenakan di tangan kanannya.

Hari ini banyak sekali deadline yang harus ia kerjakan dikantornya yang membuat dirinya lembur dan wajahnya menjadi kusut.

Aninda Nirwana, biasa dipanggil Ninda. Gadis berusia 21 tahun dengan status single. Wajah bulat, bibir mungil, dan hidung yang tidak terlalu mancung. Tak pernah sekalipun selama 21 tahun hidupnya ia mempunyai pacar.

Tidak sedikit temannya yang sudah menikah dan mempunyai anak. Tapi dirinya belum memikirkan hal itu, bukan belum memikirkan, tapi malas memikirkannya. Karena memikirkannya Ninda hanya akan ketakutan.

Kadang ingin juga mempunyai orang special, mendapat perhatian, kasih sayang, tak lagi kesepian. Namun rasa takut itu selalu muncul membuat Ninda kembali berfikir lebih baik sendiri dari pada terluka.

Kejam. Rasa takut memang kejam. Ia selalu memberitahu apa kelemahan kita.

Ninda memasang helm-nya, dan bersiap menghidupkan sepeda motornya. Rasanya ingin pulang dan rebahan, badannya begitu lelah hari ini.

Ninda memang bekerja sebagai admin online shop, terdengar pekerjaan yang biasa saja, namun nyatanya bermain dengan emosional dalam menghadapi customer cukup sulit. Barang yg rusak, telat pengiriman, atau hal lainnya pasti customer komplain padanya. Walau komplain itu hanya lewat sebuah chat, emosional Ninda cukup terkuras. Terlebih jika pikirannya sedang tidak enak.

Kadang Ninda juga membantu bagian finishing untuk mengerjakan barang produksi. Itu cukup menguras tenaga, karena pekerjaan produksi di sebuah tempat percetakan sebenarnya untuk tenaga lelaki. Karena deadline, Owner kadang menyuruh Ninda ikut turun tangan membantu bagian produksi dan lembur.

"Udah malem lho kak Nin, gue temenin pulang, ya?" Ucap seorang lelaki yang usianya lebih muda 1 tahun dari Ninda.

"Eh nggak usah, gue pulang sendiri aja gak apa-apa"

"Yaudah hati-hati ya, tapi lo harus janji besok pagi harus ketemu gue lagi disini"

"Iya gue janji"

Kami pun tertawa bersama.

Heriandra Mahesa, teman dekat Ninda dikantornya. Dia mempunyai hobby yang sama dengan Ninda, suka menonton anime. Mereka sering saling merekomendasi anime yang menurut mereka bagus. Heri mempunyai 1TB anime di hardisk-nya. Lebih banyak anime action dan psychological. Selera mereka sama, jadi saat bertemu mereka suka menghalu dan bergurau layaknya hidup di dalam anime.

Teman yang lain mengira mereka berpacaran, karena mereka memang sangat dekat dan suka menjahili satu sama lain. Namun sebenarnya tidak begitu, baik Ninda ataupun Heri, mereka sama-sama mempunyai rasa friendly yang kuat. Heri sendiri adalah orang yg sulit jatuh cinta walau wajahnya terlihat sangat fake boy.

Ninda berharap pulang dan sampai rumah dengan melihat kedamaian, tapi setelah ia sampai malah melihat pertengkaran.

Bukan sekali atau dua kali, sudah cukup sering Ninda melihat kedua orangtuanya yg bertengkar. Jenuh, itu yg Ninda rasakan.

Perceraian memang menyakitkan bagi anak, melihat orang tua yang tak lagi satu atap memang sakit.

Tapi, melihat orang tua yang masih satu atap hampir setiap hari berkonflik tanpa penyelesaian itu lebih menyakitkan.

Ayah yang egois dan tak kunjung berubah, dan ibu yang kuat yang selalu mencoba memperbaiki semuanya, membuat anak seperti Ninda ketakutan akan itu.

Ayah Ninda selalu pulang malam, dengan bau alkohol. Setelah pulang bekerja ayahnya pergi ke sebuah club malam. Menghamburkan uang, dengan wanita murahan. Padahal mencari uang sangat melelahkan.

Mungkin berdosa, selama ini Ninda membenci ayahnya itu bahkan tidak peduli sama sekali. Sejak Ninda SMP dia selalu berada dalam situasi rumah seperti ini. Pernah ia menyarankan agar ibunya berpisah saja dengan ayahnya, Ninda tidak masalah jika orang tuanya pisah. Tapi ibunya menolak. Memperbaiki lebih baik dari pada berpisah. Begitu katanya.

Kata-katanya yang menyakiti diri, terdengar sangat naif.

Tapi sebenarnya mungkin ibunya tidak ingin melihat anaknya memiliki keluarga baru. Membangun dan menerima keluarga yang baru tidak mudah di banding mempertahankan keluarga yang sudah ada. Karena sejatinya, keluarga dengan ikatan kuatlah yang membuat bertahan sejauh ini.

Ayah Ninda juga tak pernah mau berpisah dengan ibunya, entah apa alasannya. Kalau masih mau bertahan kenapa ayahnya selalu menyakiti? Lebih baik berpisah, bukan?

"Sudah malam, aku juga sudah bosan, bisakah aku tidur dengan nyenyak malam ini?" Ucap Ninda yang membuat ayah dan ibunya berhenti adu mulut.

Ibu, bisakah jangan bertengkar di depanku?

Ayah, bisakah kau menjadi cinta pertama putrimu, walaupun sudah terlambat?

.

.

.

.

To be continue

Next chapter