15 Pelayan cerewet

"Pokoknya kita makan di sini aja.. sekali kali kamu makan diluar... kalo maksain pulang sekarang.. yang ada gak bakal kuat nahan perut yang dah keroncong. Pasti kamu laper juga kan?." Diva menatap remaja didepannya. mengharap anggukan dari Yumna. Butuh beberapa detik untuk mendapat persetujuan anak itu. Diluar ekspektasi, dia justru menerima gelengan kepala.

"Ohh... kalau gitu berarti saya yang laper...hehe... kamu gak mungkin pulang sendiri kan..." Diva lagi lagi harus menunggu respon dari Yumna yang lambat. Koneksinya sangat buruk. Berapa kecepatannya? bahkan tak sampai 1 Mbps. Mungkin hanya sekitar 1 Kbps dengan sinyal E. Aissh.. Diva jadi gemas sendiri. Apa saja isi pikiran gadis ini. Jika Otaknya sibuk dengan imajinasinya yang sangat aktif. Pastilah pertanyaan Diva hanya seonggok kata kata yang terlantar menunggu dipungut dan dijawab.

Yumna mengangkat kepala lalu mengangguk pelan. Diva berdecak tak percaya. Dia sungguh berpikir bahwa gadis ini lebih mirip robot yang operatornya berada jauh dari sini. Mungkin di tempat terpencil, di atas gunung, diatas pohon atau dimanapun itu. Ah abaikan saja pemikiran tak masuk akal Diva. Yang pasti ia memang cocok menjadi kakaknya Zaky. Sama sama eror.

"Mba! sini..." Diva melambai pada seorang pelayan. Dalam beberapa detik cewek berseragam orens sudah menghadap mereka.

"Selamat malam kak... ada yang bisa saya bantu..." ucap pelayan itu sopan. Diva segera membuka buku menu. Matanya menelusuri satu per satu menu restoran itu. Sampai ia tertarik pada satu gambar.

"Ini aja.. minumnya es teh aja." Diva menunjuk pasti.

"Satu lagi kak... adiknya mau pesen apa?."

"Hmm samain aja..."

Yumna abai dengan obrolan mereka. Ia tak henti meremas ujung bajunya. Bagaimanapun Ia tak pernah selarut ini di luar rumah. Gadis itu merasakan suhu tubuhnya naik. Dadanya mulai sesak. Keadaan ini sungguh membuatnya sulit bernapas. Tangannya bahkan mulai gemetar dan Jantung yang berpacu kian cepat.

"Yumna...." Mata Diva melebar saat menyadari keadaan Gadis remaja di depannya mengalami serangan ketakutan berlebihan

. Diva berdiri-duduk bergantian sampai terulang dua kali. Disaat seperti ini Ia jadi kehilangan akal. Otaknya blank!. Perlu beberapa detik untuk membuatnya berpikir jernih.

Oh iya! Kesadaran Diva kembali dan ia seketika membongkar isi tasnya secara brutal. Ahh sial!. Diva menggerutu gusar. Dimana obat antidepressan itu?!.

Yumna mulai tak bisa diam. Nafasnya tampak memburu. Diva jelas melihat gadis itu sedang melirik ke pintu restoran. Ia pasti sedang membuat rencana kabur darinya. Yumna Tak yakin aman di sini. 'Ya! aku harus pulang sekarang!' Batin Yumna.

"Tenang...!!.." Diva segera duduk di sebelah Yumna ketika gadis itu hendak bersiap lari. Lutut Yumna bertumbukan dengan pahanya. bahkan gadis itu hampir jatuh jika tak berpegangan sandaran kursi.

Yumna menatap memelas, Namun lantas mendudukan badannya kaku. Kakinya bergetar hebat. Meski begitu Ia cukup kuat menahan gejolak ambisinya untuk lari. Sekarang Ia sudah diapit tembok kaca dan dokter psikiater yang merupakan tetangganya itu.

Diva menggengam erat jemari Yumna.

"Tenang.... gak ada apa apa." bisik Diva. Sebelah tanggannya mengambil obat di meja. Yaah... untungnya dia sempat menemukan benda yang di carinya itu di saat saat terakhir sebelum kejadian tak diinginkan terjadi.

"Minum obat ini..."

Yumna mengambil butiran obat itu dengan gemetar.

Sementara itu.. Diva tanpa ragu ragu mengambil segelas es teh yang tengah di bawa pelayan yang kebetulan lewat. Jarak mereka yang lumayan dekat memudahkan aksi Diva tanpa harus repot repot berdiri.

"Ayo minum... " perintah Diva tapi cukup lembut. Yumna lantas meminum obat itu ditambah es teh hasil rampasan Diva.

"Mba.. itu pesenan orang..." Protes pelayan itu dengan nada takut.

"Ntar saya ganti..." tukas Diva tak peduli. Ia malah sibuk mengelus punggung Yumna lembut. Sudah ada reaksi. Gadis ini jadi lebih relax.

"Tapi kalau pelanggannya marah gimana.. saya dikira gak becus gimana.. masa pesanan orang bisa ampe nyasar.. kan gak mungkin..."

"Bentar lagi juga nyampe..." Diva memutar bola mata malas. "Naah itu..." Tepat sekali. kedatangan pesanannya berhasil membuatnya lega. Setidaknya ia lepas dari pelayan pendramatisir itu.

"Ini..." Diva memindahkan segelas es teh ke nampan pelayan. "udah..." Ujarnya.

Sekarang, Diva bisa mengembuskan nafas lega sebab dua hal. Yang pertama, Yumna sudah lebih tenang, dan yang kedua perutnya juga akan kenyang..

hehe..

Nafas Yumna kembali normal. Kenapa Ia tak mencoba dari dulu?. Diva jadi tampak seperti ibu peri baginya. Hanya dengan meminum beberapa obat dari Diva, semua kecemasannya mendadak berangsur pudar. Bahkan hilang.

"Makan..." Diva menarik piring kedepan Yumna.

"Aku dah bilang kan... ketakutan itu cuma ada dipikiran kamu..." Diva menarik senyum tipis.

"Kamu tadi mau kabur?..." tanya Diva sekedar iseng. apakah Gadis itu akan menjawab.

Yumna tertegun. Menyuapkan sedikit nasi kemulutnya. Menunduk sebentar. menarik nafas dalam. Ia beranikan diri menoleh ke Diva. dan akhirnya Ia menggeleng.

"Ooh.." Diva ber-oh ria. 'aku tau kamu juga menderita Agoraphobia..' batin Diva. Biasanya penderita penyakit ini malu mengakui dirinya memiliki gangguan tersebut. Oleh karena itu dia berusaha untuk menutupi apa yang dirasakan dengan berbagai alasan.

Bagaimanapun juga, agoraphobia adalah gangguan psikologis yang cukup berat. Diva tahu, menghentikan siklus serangan panik itu cukup sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Belum lagi perihal Mutisme selektif yang juga membayangi remaja seperti Yumna. Ini karena Agoraphobia cenderung diikuti oleh gangguan psikologis lainnya. Faktanya, gangguan ini sering kali dikaitkan dengan gangguan kecemasan sosial, OCD, depresi, dan lain-lain. Yumna pasti mengalami banyak masa masa sulit.

Sementara itu, Hati Yumna mulai tumbuh rasa aman, nyaman. Jika saja Citra juga baik seperti ini. Ahh jangan berharap banyak!. Ia jadi ingat apa yang ia lakukan hari ini. Menuruti kemauan Diva untuk kerumah sakit. ia sudah melewati beberapa pemeriksaan. Sebenarnya ia tak menepis bahwa hatinya benar benar penasaran. karena sampai saat ini pun Diva belum mengatakan untuk apa itu semua.

Dia hanya terus mengatakan Yumna bisa menjadi air agar bisa melunakkan kerasnya Mama. Aissh... itu tak cukup membuatnya tahu untuk apa semua pemeriksaan itu. dari pita suara, rongga mulut, otak, dan sebagainya.

Anehnya, Diva jadi seperti penyihir. Karena hebatnya, wanita itu membuat Yumna patuh mengikuti perintahnya hanya dengan kata 'Kak Citra sebenarnya sayang kamu'. Oke ralat!. Bukan Diva yang penyihir. Hanya saja kata kata itu seolah jadi mantra ampuh dalam kehidupan Yumna. Memberi keberanian untuk kembali berharap pada mamanya. Ya! Diva berhasil meyakinkannya. Padahal Desi juga sering mengatakan ini. Tapi Yumna tak pernah seyakin ini. Kalau bukan Diva yang mengatakannya.

Meski demikian, Yumna merasa janggal dengan semua ini. Kenapa kemarin Ia tak seperti ini. Ketakutan?! tidak kan...?! sebelumnya Ia baik baik saja bersama Zaky.

sampai melihat Mama. Kenapa?!. Oke... bisa dibilang karena itu masih sore. Tapi, apakah Yumna seberani itu?.

Yumna terus melahap nasi dengan ayam bakar. Tak ada yang istimewa. Pasalnya Desi juga sering memasak makanan enak ala restoran bahkan sampai setingkat menu dari hotel bintang lima.

"Liat cowok itu...." Mata Diva mengekori jalan seorang pria berjas silver dengan buket bunga yang di sembunyikan di belakang punggungnya. Nyatanya itu terlalu besar. hingga gagal membuat penasaran. Seorang wanita sudah tampak senyum senyum sendiri dari jauh. ia pasti sangat yakin bahwa buket bunga mawar itu untuknya.

Yumna hanya melirik sekilas. Lalu melanjutkan makannya lagi. Berbanding terbalik dengan Diva yang bahkan rela memutar badannya sekedar melihat adegan romantis yang pasti akan segera terjadi.

Pria itu berjalan penuh kharisma mengundang banyak pasang mata. Wajahnya seolah paling bersinar mengalahkan lampu di restoran ini.

Diva mendecih sebal saat menyadari bukan hanya dia yang mengagumi pria itu. Ia jadi kehilangan semangat.

Setelah melewati banyak meja. Pria itu memilih berhenti di meja perempuan dengan dress peach.

"Hei... cepetan... pake senyam senyum segala... lama banget dah.." Gerutu Diva pelan. suaranya tak berarti apa apa di banding bisikan para pengunjung lain yang memenuhi seluruh penjuru.

"Will you marry.....?!." dengan cara elagant Pria itu berlutut menyodorkan buket bunga yang cukup besar itu. Mungkin karena terlalu perfect, wanita itu bahkan langsung mengangguk yakin sebelum kata lamaran itu selesai. Setelah karangan bunga itu pindah tangan. Sang pria kemudian menyodorkan cincin yang tak kalah cantiknya.

"Iya aku terima..."

"Will you marry me?."

"Iya iya iya sayang..." Wanita itu menghambur memeluk calon suaminya. Ia tak bisa menahan senyum bahagianya. Seketika resstoran semakin riuh dengan bunyi tepuk tangan. Untuk adegan penutupnya, mereka bergandengan tangan sambil berjalan lambat keluar restoran. Diva mengernyitkan dahi. 'hei..baru dilamar.. bukan nikahan...hissh... alay nya over dosis.' cibir Diva dalam hati, Iapun membenarkan posisi duduknya. menghela nafas cepat. lalu memutar bola mata.

"Hissh gak seru.. kecepetan...garing...gak seru.." umpat Diva dalam hati.

Yumna penasaran juga akhirnya. dan ikut memperhatikan gerak gerik dua sejoli itu. Pasangan orang dewasa. sama sekali tak menarik! pikirnya. Mereka selalu membahas lamaran dan nikah. Cinta sejati. ahh... memangnya ada cinta sejati?!. aihh.. itu hanya bualan manusia yang dimabuk asmara. lihat saja pasangan tadi. Mereka datang ke tempat ini hanya untuk lamaran. Bahkan belum pesan satupun makanan.

"Mereka cuma buat gaya gayaan... palingan juga gak punya duit...masa baru masuk langsung keluar...hidiiih..harusnya sih malu..." cerocos pelayan yang sempat debat dengan Diva beberapa saat lalu. Mendengar itu, Yumna langsung mencari pelayan itu. 'dia sepemikiran sama aku?!'

Yumna bergidik ngeri. Bagaimana mungkin orang seperti itu hidup?. Orang itu jelas tak tahu diri. Dia berani mengomentari pelanggan. Padahal dirinya sendiri cuma pelayan. Yumna tak yakin orang lain akan menyukai pelayan itu. yaah.. pemikiran mereka kebetulan sama. tapi caranya mengatakan blak blak an benar benar jauh dari karakter Yumna.

" Pacaran itu butuh modal duit.. bukan modal cinta doang. ya kan mas?mba?... pasangan teladan nih..." seru pelayan itu lagi seraya mengacungkan jempol pada sepasang kekasih dengan postur over size. Tampak di meja mereka penuh demgan banyak makanan.

Yumna terbelalak. 'emang segitu abis ya?.' batinnya heran.

avataravatar
Next chapter