20 Berpikir positif

"Hah.."... Seorang gadis mendadak terduduk dari tidur lelapnya. Nafasnya memburu menuntut ketenangan. Segelas air di atas nakas langsung ditenggaknya habis. Keringat mengucur deras di pelipis. Ia mencengkeram erat sprei. Jarum pendek menunjuk pukul 6.

Ialah Yumna. Ia terbangun sebab mimpi buruk lagi. Mimpi melihat kejadian masa lalu tepat saat Ayahnya meninggal. Seolah sudah menjadi agenda wajib tiap malam. Dan hardikan mamanya selalu menjadi musik latar yang memekakkan telinga. Ia bahkan belum terbiasa meskipun merasakan mimpi buruk itu setiap hari.

'Pembunuh!!' Kata kata itu bak ribuan peluru yang menembus ulu hati. Atau lebih mirip virus yang membuat orang jadi seperti mayat hidup. Ahh Apapun itu.. Yumna tak mau mendengarnya lagi!. Cukup lama ia terjebak dalam ketakutannya sendiri. Cukup!. Cukup!.

"Kumohon...." lirih Yumna tak berdaya. Matanya mulai mengembun. Bibirnya bergetar. Bahkan sekalipun telinganya sudah ditutup rapat. kata 'Pembunuh!' tetap mengalun didalam pikirannya.

"Ya Tuhan....Berapa telinga yang kupunya?.. kenapa saat keduanya sudah ditutup rapat Aku tetap bisa mendengarnya?... tunjukan padaku... yang mana lagi...." Gadis itu menekuk lutut dan memeluknya lemas. Mencoba menyembunyikan wajah disana. Bahunya mulai berguncang. Menangis terisak.

"Enggak!..aku gak boleh gini..." Lirih Yumna dengan sesekali sesenggukan. Ia menyeka mata dan pipi yang terlanjur basah. Sesaat dia menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Bisa!. Yumna mengangguk pasti. Detik berikutnya ia langsung turun dari ranjang. Membuka lemari cepat. Sekilas Ia tersenyum haru memandangi sesetel seragam.

Beberapa saat kemudian,

Jarum jam sudah sampai di angka tujuh kurang lima belas menit. Yumna sudah siap dengan segala perlengkapannya. Ahh tapi...bagaimana ia berangkat?. jalan kaki??.

Yumna melangkah ragu meninggalkan halaman rumah. Selama beberapa detik ia memegang gerbang bimbang. Yumna sudah tahu alamat SMA Berlian. Karena memang tak jauh dari SLB dimana ia sekolah dulu. Namun jalan kesana tak mungkin ditempuh dengan jalan kaki.

Menggggg..... seekor kucing menggeram menatap Yumna waspada. Gadis itu hanya memeriksa sesaat dan kembali sibuk memikirkan masalahnya. Sial! Sepagi ini Desi malah sudah pergi kepasar. Padahal hanya orang itu yang muncul di otaknya untuk dimintai bantuan.

Mengggggg.... geraman kucing itu makin mengusik konsentrasi Yumna. Ada apa dengan kucing itu?. Kenapa menatap Yumna seolah ia adalah musuh.

Yumna terdiam. Sedikit takut juga. Atmosfernya jadi menyeramkan. Tapi ia berusaha abai. dan melepas pegangannya dari besi gerbang itu.

Miaw! sreet!. Tanpa diduga dalam hitungan detik kucing aneh itu mencakar betis Yumna. Aissh... Kucing bodoh! dia pengen apa siih! Umpat Yumna dalam hati. Mata Yumna bergulir mengikuti hewan berbulu putih itu. Si kecil nakal itu berlari jauh dan berakhir disemak semak. Yumna hanya bisa mendengus kesal.

'Kenapa rasanya perih sekali..' batin Yumna seraya berjongkok pelan. Matanya terbelalak saat didapati kaus kaki selututnya sudah tercipta dua celah sejajar cukup panjang. sehingga tampak goresan merah di kulit. Ia mendesah tak percaya. Yang benar saja huh.. Ia ke sekolah dengan kaos kaki koyak seperti ini?.

Yumna menghela nafas pasrah ketika menengok jam tangan. Waktunya makin sempit. kendaraan saja belum ketemu, Apalagi jika digunakan sekedar mengganti kaos kaki. ahh.. lama!.

Yumna dengan sigap mengambil tissue di tas dan menyapu bercak merah di luka cakaran. Ia mendesis perih. Ahh mimpi apa semalam. Ahh iya, Mimpi yang sama, lalu apa bedanya dengan hari ini. Apes!

Tak peduli dengan rasa perih yang menusuk betisnya. Yumna beranjak dari duduk dan memilih menelusuri pinggiran jalan komplek. lagipula diam tak akan berpengaruh apa apa.

'Tadi itu pasti kucing gila, ahh jangan sampai aku kena rabies... hiih...' Yumna bergidik ngeri. Ia semakin mempercepat langkahnya. Tak peduli dengan jalan yang menurun.

Kalau dipikir pikir Yumna tak pernah senekat ini jalan sendiri. Tapi mau bagaimana lagi?, hari pertama sekolah terlampau istimewa baginya, walaupun dibuka dengan tangisan di pagi hari gara gara mimoi harian. Ia sadar, Ia tergolong bangun kesiangan untuk pejalan kaki. Ahh Desi menyebalkan juga! kenapa dia tak membangunkannya saat shubuh. Padahal kan biasanya juga begitu. huh!

"Jangan ngelamuuun....!..." suara Zaky tiba tiba menyentak lamunan Yumna. Alisnya bertaut. itu suara Zaky?. terdengar jauh. Tapi mana orangnya?. hmm.. mungkin halusinasi. Ia mengendikan bahu tak peduli.

"Aaaawwwwww...." teriakan Zaky yang cukup menggantung mampu menghentikan langkah Yumna. Apa Zaky dibelakang? batin Yumna seraya berbalik. Brak! belum sempat ia menafsirkan keadaan. Sebuah sepeda yang dikendarai Zaky langsung menubruknya tanpa ampun. Gadis itu terhempas ke pinggir jalan.

"Was...oops telat." ucap Zaky menuntaskan perkataan sebelumnya. Aishh apa isi otaknya? Apa susahnya mengatakan 'AWAS' secara lengkap. Minimal Yumna akan lebih cepat sadar dan menghindar. Ahh pasti dia sengaja!. ishh dasar cowok nyebelin!. Tadi kucing gila, sekarang cowok gila, lalu apa lagi nanti? semoga penderitaan Yumna sampai disini saja. Lagian kan dua anak lebih baik!. eh dua makhluk lebih baik. nah baru pas.

Zaky kenapa lagi sih?. Kali ini dia bener bener nakal. Padahal cowok itu juga ikut jatuh, tapi ekspresinya jauh dari kata penyesalan. Ya! harusnya dia menyesal sudah menabrak gadis seperti Yumna.

"Remnya blong tadi... eh ternyata remnya kamu..hahaha..." Zaky tertawa renyah. Yumna berdiri menepuk nepuk rok belakang. Pasti kotor. Ia tak menggubris kicauan Zaky yang terkesan menyiksanya dengan sengaja. Bodo amat!. Rasa nyeri merayap ke beberapa bagian tubuhnya. Terutama pantat. Terlebih lagi ia memang jatuh terduduk cukup keras.

"Udah jam 7. bentar lagi bell masuk loh... cepet naik. Duduk depan aku." Zaky bertengger diatas sepedanya. Mengusap palang besi depan jok sepeda.

Yumna menatap sepeda berwarna merah itu dengan teliti mencari tempat lain untuknya. Diam diam dia sangat mengharapkan menaiki si merah itu. Bagaimanapun ia harus menggunakan cara lebih cepat daripada bejalan kaki.

Ahh tapi jangan lupa, Kegengsian Yumna selalu dijunjung tinggi. Tentu saja ia mau naik sepeda itu dengan syarat dan ketentuan berlaku. Jangan didepan!. Yumna tak mau masuk perangkap Zaky. Menyetujui cowok itu sama aja bunuh diri. Yumna menghela nafas panjang. Kenapa di belakang gak ada kursinya?. Ia medesah kecewa.

Berkali kali Zaky mengetuk handwatch digital di pergelangan tangannya. Berusaha meyakinkan gadis itu. 'Tapi aku gak mau telat!' keluh yumna dalam hati. Tanpa sadar ia menggeleng tegas menolak keras kemungkinan buruk itu.

"Yakin gak mau?." Ucap Zaky. Yumna menarik sekenanya seragam pria itu. Sebelum ditinggal pikirnya.

"Ayo..." Zaky melepas tangan kiri dari stang sepeda. mempersilakan gadis itu duduk didepannya. Gadis itu malah memilih berdiri dibelakang. Ya! nyatanya tak ada kursi, tapi ada pijakan untuk membonceng. Zaky melirik malas. Membuat Yumna menutup mulutnya menahan tawa.

Walaupun mau gak mau, Yumna harus mencengkeram bahu Zaky erat.

Kurang lebih sekitar 10 menit, dengan kecepatan tinggi Zaky mampu tiba disekolah tepat waktu. jam 7.15. Yumna bisa bernafas lega sekarang , setelah jantungnya dibuat hampir copot tadi. Entahlah, sepeda jenis apa itu.. Yumna tak mengendorkan pegangannya sama sekali. Rasanya seperti ikut dalam balap sepeda internasional. Ia jadi curiga, mungkin ada mesin motor didalamnya. atau entahlah. yang pasti ia tak percaya Zaky bisa sekuat itu mengayuh terus menerus.

Dalam sekejap Zaky menghilang. Mungkin ke area parkir. Yumna tak ambil pusing. Tujuannya sekarang adalah ke ruang guru.

Ah ayoolah, dia kan anak baru. Dia bukan anak pemilik sekolah ini.

Yumna menelusuri koridor kelas. Banyak pasang mata yang langsung menyorot kearahnya. Dengan tatapan mengintimidasi. lambat laun mereka mulai berbisik dengan lirikan tajam penuh hinaan.

"Masa kesekolah pake kaos kaki rombeng begitu... wkwkwk..." ucap seorang cewek sinis kepada dua temannya. Dan diakhiri dengan gelak tawa mereka yang tertahan.

Awalnya Yumna mencoba acuh tak acuh. ya, bisa jadi orang lain yang mereka maksud. Namun saat ia ingat dengan ulah kucing liar yang memberi tanda tangan di betisnya. ia jadi tertgun sejenak. Gadis itu menunduk ragu melihat kaos kakinya sendiri. ia menelan ludah susah payah. Parah siih.. entah bagaimana yang robek bisa bertambah.

Yumna hanya bisa memalsukan senyum. Berusaha tampak baik baik saja. dan lanjut berjalan.

"Dia tuli..."

Deg! Yumna terhenti sebentar. Suara bisikan dibelakangnya benar benar tertangkap jelas oleh indra pendengarannya. Ia menghela nafas berat. Bagaimana bisa orang yang bahkan tak ia kenal bisa menyebutnya seperti itu?. Dan darimana mereka dapat fakta bohong macam itu?. Yumna kembali melangkah cepat.

"bisu..."

Lagi lagi Yumna terhenti demi memastikan pendengarannya. Itu suara Zaky?. Ahh mana mungkin. Tapi suara berat yang khas itu sungguh suara cowok yang berangkat bersamanya tadi. Ia yakin sekali.

Yumna memutar badan 180° .

"Kamu bisu, iya kan?." ucap Zaky tersenyum remeh. Yumna menatap tak percaya. Bahkan Zaky lebih tau dari siapapun kalau ia sebenarnya bisa bicara. Tapi kenapa hari ini?. ahh ayoolah.. jangan lupa dengan pagi itu. Pagi dimana Yumna berteriak "ya!" demi memaafkan Zaky yang kesiangan. Dan Ia masih ingat jelas saat Zaky tersenyum lega setelah mendengar jawabaannya kala itu..

"Kamu bisu..." Zaky makin mendekati Yumna. dan secepat kilat ia mendekati wajah Yumna. hingga gadis itu tertunduk takut.

"Bisa ngangguk kan?!. minimal aku percaya kalau kamu gak budeg!.. haha..." Tawa Zaky menggelegar seperti tawa jahat seorang penyihir. Yumna makin menciut dalam posisinya.

Ia terlalu bahagia mendapat kabar untuk pindah ke sekolah ini. Sampai sampai ia tak berpikir apa yang akan diterimanya sebagai gadis yang susah berbicara walau bisa.

Ahh bodoh!. apa yang harus dilakukan jika sudah di titik ini. Ini persis seperti hari hari terburuk Yumna di masa SD. Semua orang mulai menghinanya sebagai gadis bisu. Dan saat ia mulai tak peduli, semua temannya mengatakan dirinya autis.

Zaky berhenti dari tawa panjangnya. ia bergeser dengan senyum simpul memuakkan.

"Mama..." lirih yumna ketika Citra menggantikan posisi Zaky. 'jadi dari tadi mama dibelakang Zaky. dan aku gak tau?.' batin Yumna susah payah menelan saliva. udara yang hendak keluar seolah terhenti di paru paru. dan mungkin berlanjut berputar disitu. Hingga dadanya jadi sesak. Bahkan nafasnya jadi berhenti hanya karena memandang tatapan mata Citra yang berkilat tajam.

Perlahan Citra menggerakan mulutnya. "Pembunuh.." seperti pantomim. ucapan Citra keluar tanpa suara. Meskipun Yumna tahu benar apa yang sedang dikatakan dari gerakan lisannya. Biasanya Ia akan terluka. tapi karena tak terdengar. Ia jadi heran. agak aneh..

Yumna reflek hendak menyentuh pendengarannya sendiri. Mata gadis itu seketika melebar saat tangannya menyentuh tangan lain yang sudah lebih dulu menutup telinganya. Tangan siapa?!. Yumna tak berani menoleh. Rasanya leher dan kepala mendadak kaku.

"Berpikir positif.." bisik seseorang dibelakang Yumna. Gadis itu yakin jelas itu suara cowok.

Yumna memejamkan mata sejenak. berusaha berpikir yang baik baik. Think positive! think positive!. yak! saat matanya terbuka Citra tampak berubah tanpa ekspresi. Bukan tatapan kemarahan lagi. Dan Zaky, cowok itu sedang tersenyum manis padanya. Senyum yang tanpa sadar baru baru ini sedang Yumna kagumi.

Yumna kembali beralih menatap Citra. Perlahan senyuman teduh terukir diwajah mamanya itu.

Yumna merasakan tangan seseorang yang menutup telinganya kian lepas. Jangan! pekik Yumna. Ia tak mau mati penasaran. siapa?.

Sekuat tenaga berusaha menahannya tapi sulit. Yumna bahkan sampai berputar karena tangan orang itu memaksa pergi. dan yaah!... lepas!.

Yumna tak bisa berbuat banyak saat pria itu berlari menjauh. Hmm.. Bahunya lebar dan tinggi. aissh..bagaimana aku bisa mengenalinya nanti?. seseorang tak mungkin hafal orang lain dari penampilan belakangnya. Mustahil.

"Yumna!.." panggil Zaky.

"hmmm?..." Yumna masih menatap kosong kedepan. Meratapi kepergian pria misterius itu. 'kenapa aku gak ngejar dia?...duh!' sesal Yumna dalam hati.

"Yumna...jangan lupa berangkat sekolah...." Ucap Zaky.

"hah?." Kontan Yumna menoleh.

avataravatar
Next chapter