1 1

Udara Bandung di Pagi hari memang sangat menyegarkan, tetapi sayangnya banyak orang-orang yang harus menikmati udara yang sejuk ini di jalanan, bercampur pula dengan kendaraan-kendaraan lainnya. Memang bukan hal yang tabu jika Senin pagi akan dipadati oleh kendaraan yang berlalu-lalang. Baik untuk pergi sekolah, bekerja, dan lain sebagainya.

Termasuk salah satu Jejaka Bandung yang saat ini sedang sangat gelisah menunggu seseorang di atas motor sport miliknya, "Aksa, Buruan! Telat nih!" Teriak Moza dari depan rumahnya Aksa. Dia teriak bukan tanpa alasan, hari ini adalah hari pertama MOS di SMA, dan mereka sudah hampir telat. Karena seharusnya mereka sudah berada di sekolah pukul 6.30, sementara ini jam 6.15 mereka masih berada di rumah Aksa.

"Sabar! Ini kaos kaki urang leungit" ( Sabar, ini kaos kaki gue ilang)

"Geus teu kudu make kaos kaki lah!" (udah gausah pake kaos kaki lah!)

"Terus gue dihukum? Ogah!"

"Yaudah cepet!"

--

Dewi Fortuna kali ini memang tidak berpihak kepada Moza dan Aksa. Mereka terjebak macet di jalan, hingga pada akhirnya mereka telat sampai disekolah.

Tidak hanya itu, mereka berdua terpaksa harus menerima hukuman double. Pertama karena telat, Kedua karena mereka ketauan bawa kendaraan. Yang mana untuk siswa baru dilarang keras bawa kendaraan, apalagi mereka belum berumur 17 tahun.

Setelah dihukum untuk squat jump 20 kali dan menulis pernyataan maaf, mereka akhirnya diperbolehkan untuk mengikuti serangkaian acara MOS. Saat memasuki Aula, mereka berdua milih duduk di barisan paling belakang tanpa tau dimana letak kelompoknya berada.

"Woy" merasa ada yang memanggil, mereka berdua pun kompak menoleh. Seorang siswa laki-laki yang memiliki perawakan besar tersenyum ke mereka berdua. Disebelahnya ada 2 orang siswa laki-laki lagi, yang satu memiliki tatapan yang tajam, sementara yang satu lagi matanya bulat. Dan ketiganya ini memiliki paras yang tampan. Setidaknya itu yang ada di benak mereka berdua.

"Iya? Kenapa?" Tanya Aksa dengan suara yang berbisik, karena takut ketauan sama panitia MOS-nya.

"Telat yah?" Celetuk si siswa laki-laki yang memiliki mata bulat tadi.

"Iya, tau dari mana?" Jawab Moza.

"Ngos-ngosan" lanjutnya lagi. Moza dan Aksa hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

"Ehiya, ngomong-ngomong nama gue Ezra" ujar siswa laki-laki bermata bulat sambil mengulurkan tangannya diikuti senyuman yang tercetak di wajahnya.

"Gue Aksa"

"Moza"

"Gue Pradipa, karena kepanjangan panggil aja Dipa" timpal siswa laki-laki yang memiliki sorot mata tajam. Lalu dia juga mengulurkan tangannya seperti Ezra tadi.

"Gue Johnny" lanjut siswa yang pertama kali menyapa Moza dan Aksa.

Setelah berkenalan secara singkat tadi, mereka kembali terdiam. Namun, kembali dipecahkan oleh Dipa yang bertanya asal sekolah kepada mereka. "Kalian dari SMP mana?"

"Gue SMP Jalan burangrang, kalo Moza dari SMP swasta Jalan Riau. Kalian?" Jawab Aksa.

"Gue dari SMP jalan Sumatra yang sekolahnya warna putih, kalo Johnny sama Ezra tetangga sebelahnya" bales Dipa. Moza dan Aksa hanya mengangguk-ngangguk saja.

"Ehiya, kalian dari kelompok mana?" Tanya Moza

"Kita bertiga satu kelompok, kelompok 8. Kalian?" Jawab Johnny.

"Lah? Sama dong! Kita juga kelompok 8" bales Aksa dengan ekspresi yang terkejut tapi dia menahan volume suaranya supaya tidak teriak.

"Cees baru urang!" (Cees baru gue)

--

MOS hari pertama untuk Moza dkk selesai pukul 3 sore. Aksa, Johnny, Dipa, Ezra, dan Moza yang sudah mendeklarasikan bahwa mereka ini bersahabat, memutuskan untuk pulang bersama dan diajak oleh Aksa untuk berkumpul di rumahnya yang berada di sekitaran Jalan Dipatiukur.

"Sepi Sa. Pada kemana?" Tanya Dipa begitu mereka masuk kedalam rumahnya Aksa.

"Ayah kerja, ibu lagi dateng ke acara sekolah ade-ade. Terus kembaran gue masih disekolah-"

"Lo punya sodara kembar?! Sejak kapan?!" Potong Moza dengan nada kagetnya. Moza dan Aksa ini memang sudah berteman sejak mereka di bangku SMP, walaupun di Sekolah yang berbeda, tapi mereka ini satu tempat Kursus. Saat mereka semakin akrab, Moza sering sekali main di rumah Aksa, bahkan dia sudah kenal dekat dengan kedua orang tuanya Aksa, dan juga Kedua adik laki-laki Aksa. Tapi, dia tidak pernah menemukan seseorang yang disebut kembarannya Aksa tadi.

"Ya sejak gue lahir lah!" samber Aksa.

"Lo gatau kalau Aksa punya kembaran? Katanya kalian temenan dari lama?" Celetuk Ezra kepada Moza.

"Gue gatau sama sekali"

"Kembaran gue emang baru-baru ini pindah ke Bandungnya. Dia selama initu di jakarta, tinggal sama nenek gue. Moza mah yaiya gaakan tau, abis diamah kalo kesini main nyelonong-nyelonong aja. Padahal ada fotonya juga disitu ngejeblag gede" jelas Aksa sambil menunjuk satu foto keluarga yang terpajang di atas meja, disudut ruang tamu rumahnya.

"Yaiya gakeliatan! Itu disebut gede?!" Protes Moza.

"Diruang tv ada lagi, lo nya aja emang matanya siwer"

"Udah atu, jadi main PS ga initeh?" Celetuk Dipa yang menjadi kalimat final diantara argumennya Aksa dan Moza.

--

"Sa, gaada cemilan gitu? Kita udah berjam-jam disini lo cuman nyuguhin sirop doang?" Ujar Johnny dengan tanpa mengalihkan pandangannya dari layar tv.

"Gaada, Beli aja sendiri kalo mau hehe."

"Gue aja yang beli, sekalian pengen cari bakso. Pengen bakso gue" timpal Moza lalu beranjak dari duduknya sambil merapihkan seragamnya yang sudah acak-acakan.

"Talangan* dulu lah.. gue males buka dompet" ucap Ezra disertai senyuman 5 jarinya.

"Gue juga"

"Gue juga"

"Sama, gue juga"

Moza hanya menghela nafasnya kasar, dia hanya mengangguk lalu segera keluar dari kamarnya Aksa.

Kawasan rumahnya Aksa ini bisa dibilang susah nyari keberadaan tukang dagang. kalaupun mau harus berjalan kaki dengan jarak yang lumayan jauh, atau pakai kendaraan. Tapi karena Moza sudah hatam dengan daerah sini, jadi dia sudah tau tujuannya kemana, ditemani pula dengan Sepeda Motornya. Dia melajukan motornya menuju daerah Teuku Umar, karena disana bisa keitung banyak pedagang makanan.

Setelah selesai membeli segala macam makanan, Moza pun segera menancapkan motornya kembali menuju rumah Aksa.

100 meter sebelum belokan menuju rumah Aksa, Moza melihat ada seorang gadis yang udah Moza tebak dia sebaya dengan dirinya. Karena seragam sekolah yang masih menempel di badan gadis itu.

Namun, yang menjadi perhatian Moza adalah, gadis tersebut tertunduk, dan bisa diliat juga kalau bahunya bergetar. Karena takut terjadi sesuatu, akhirnya Moza menepikan motornya lalu menghampiri gadis itu.

"Teh*, teteh* gapapa?" Tanya Moza hati-hati.

"Teh?" Gadis itupun mendongak, menatap Moza yang tengah menatapnya balik dalam keadaan bingung.

Beberapa detik setelahnya, Moza dibuat kaget. Karena dirinya baru inget sama muka kembarannya Aksa, dan gadis yang menangis ini adalah kembarannya Aksa.

"Teteh kembarannya Aksa yah?" Tembak Moza langsung. Gadis tersebut hanya menganggukkan kepalanya lemas.

"Saya Moza, temennya Aksa. Ini kebetulan saya mau kerumah Aksa juga. Tetehnya kenapa disini? Nangis pula" tanya Moza, gadis tersebut bukannya menjawab malah kembali menangis.

Moza mulai panik karena takut disangka dia macem-macem. "Eh? Teh.. jangan nangis dong! Mau saya telfonin Aksa biar jemput teteh disini? Atau teteh mau bareng saya?" Gadis itu masih saja diam, dia hanya menunduk sambil menangis.

"Teh, namanya siapa?"

"Bianca" jawabnya dengan suara yang kecil.

"Teh Bianca, sekarang mau saya telfonin Aksa atau mau ikut saya? Daripada disini sendirian"

"Mau telfon Aksa"

--

"Thanks ya Za, kayanya kalo lo ga nemuin Bia, tu anak gaakan pulang sampe malem" ucap Aksa kepada Moza begitu dia kembali masuk ke dalam kamarnya.

"Kembaran lo namanya Bianca?" Tanya Johnny dan dibales anggukkan kepala oleh Aksa.

"Dia kenapa emang? Gue panik banget, ditanya malah diem, terus nangis mulu" sambung Moza.

"Biasa. Masalah perempuan" jawab Aksa.

"Apaan? Tembus? Gue punya kakak perempuan soalnya, dia juga kalau lagi dateng bulan terus tembus itu suka kaya orang gila riweuhnya*" ucap Dipa.

"Iya. Terus dia diketawain sama orang yang negur dia, makanya nangis"

"Ih, jahat banget~"

*Talangan = Talangin = Bayarin

*Teteh = Panggilan untuk Mba

*Teh = Kependekan dari teteh

*Riweuh = Ribet

avataravatar
Next chapter