webnovel

Ingatan

Aku terbangun di antara dedaunan kering yang menutupi kepala dan seragamku. Udara yang hangat melintasiku dengan tenang dan terdengar begitu sunyi.

Aku bersandar pada pohon Maple tua yang rindang dan memberikan udara yang begitu menyegarkan dan sejuk. Aku bisa mendengar suara langkah kaki, kicauan burung dan tawa orang-orang yang melintas di Taman Kota yang besar dan sibuk ini, Alastica.

Aku tak berniat untuk segera bangkit atau menyingkirkan daun yang menutupi kepalaku. Aku lebih memilih untuk tetap bersandar dan menikmati sinar matahari yang mulai meredup.

"Ini terasa begitu damai."

Seakan-akan, aku merasakan suatu perasaan lega dan ketentraman yang luar biasa menyenangkan. Tubuhku terasa begitu ringan dan nyaman, dan pikiranku seperti melayang di dunia yang begitu bersih dan tanpa noda sedikitpun.

"Perasaan ini begitu asing dan langka. Seakan-akan, ini adalah perasaan yang begitu kuinginkan tapi tak pernah berhasil tercapai. Dan ini? Ada perasaan seperti aku melupakan sesuatu yang sangat penting."

Mungkin, aku terlalu memikirkannya.

Aku kembali memandang matahari yang mulai bersembunyi di balik awan.

Dan akhirnya, sepenuhnya menghilang dari mataku.

"Hm, ini sudah hampir malam. Sudah saatnya aku pulang."

Ini sudah semakin gelap. Dan itu akan berbahaya untukku bila tidak segera pulang ke rumah, Ibu dan Ayah pasti akan sangat khawatir jika aku pulang larut malam.

Mulai kubersihkan dedaunan yang menutupi tubuhku dan bergerak pergi dari taman itu. Namun, aku tidak bisa berhenti merasakan kejanggalan akan dunia yang sedang kupijak ini. Kedamaian yang mengelilingi pikiran ini, justru membuatku merasa cemas dan resah.

"Hei, apa kau sebingung itu?"

"...!"

Sebuah suara tiba-tiba menjangkauku.

Aku terkejut dan segera berbalik dengan waspada. Seseorang menepuk pelan bahuku dan berbicara dengan aura kehadiran yang sangat janggal dan aneh. Jantungku seketika berdebar begitu kencang dan keringat mulai membasahi wajahku.

Apa aku merasa aman atau waspada?

Aku tidak tahu.

"Siapa kau!"

"Seseorang."

"Jangan bermain-main."

Laki-laki yang terlihat seumuran denganku, kini sedang menatapku dengan senyuman simpul. Dia terlihat tak berencana untuk melakukan hal yang berbahaya atau mengancamku saat ini. Tapi, pemikiran itu tidak bisa kupercayai sepenuhnya. Aku harus tetap berhati-hati dan waspada.

"Namaku adalah Alex. Hanya itu."

".... Alex, huh. Apa kau punya urusan denganku?"

"Uh? Apa kau tidak ingat?"

"Apa maksudmu?"

Dia terlihat sedikit terkejut dan terdiam untuk sementara waktu, laki-laki itu sepertinya sedang memikirkan sesuatu yang rumit, dan aku tidak berniat untuk mengganggunya.

Apa maksudnya aku tidak ingat? Apakah aku melewatkan sesuatu? Apa mungkin kami saling mengenal? Tapi, dia memperkenalkan diri ... berarti ini adalah kali pertama kami bertemu. Tapi, kenapa dia bertanya tentang aku melupakan sesuatu?

Aku tidak tahu. Apakah itu penting untuk kupikirkan? Mungkin, dia hanya ingin bermain-main denganku dan menipuku untuk bersenang-senang. Siapa tahu, kan?

Dan setelah beberapa saat aku menunggunya untuk membuka mulut.

Dia justru mulai tertawa kecil dan melangkah mendekatiku dengan seringai di wajahnya.

"Bukankah itu luar biasa, Charles?"

"Bagaimana kau tahu-"

"Itu tidak penting bagaimana aku tahu namamu ... Charles Fraud atau siapapun itu. Oh, ini benar-benar menarik. Tidak hanya mampu memanggil 'kami', kau bahkan menghapus ingatan itu untuk menolong dirimu sendiri. Yah, melihat bagaimana kau harus melewati itu semua, aku yakin otakmu benar-benar akan hancur jika ingatan itu masih tersimpan di penyimpananmu. Sungguh, metode yang bagus."

"Aku tidak pah-"

"Iya, Charles. aku paham sekali, tentu kau tidak mengerti. Karena kau melupakannya, kau tidak mungkin mengerti begitu saja. Lagipula, kau bukan seorang jenius seperti Albert Einstein atau Bill Gates. Kau hanyalah manusia biasa dengan kebodohan rata-rata."

Dia tidak membiarkanku untuk menyelesaikan perkataanku.

"Yah, lupakan itu. Kenapa kita tidak pulang ke rumah sekarang? Ini sudah malam, dan kejahatan akan terbangun dari tidurnya. Kau bukan Batman yang bisa mengatasi kejahatan di gelapnya malam hari, bukan?"

"Apa kau sedang mengejekku?! Dan apa maksudmu dengan pulang ke rumahku?!"

"Karena itu memang rumah 'kita'. Aku tidak salah, kenapa kau begitu kesal?"

"Hah? Omong kosong macam apa itu! Aku tidak mengenalmu, dan ini adalah kali pertama kita bertemu. Kau dan aku hanyalah orang asing! Pulang lah ke rumahmu sendiri."

"Kau akan mengerti saat kita sampai di rumah."

"Aku tidak punya alasan untuk membawamu ke rumahku."

"Alasanmu tidak penting. Itu tidak berguna untukku."

"Kau benar-benar gila. Jangan bermain-main denganku dan pergilah ke rumahmu sendiri!"

Dia kembali tertawa kecil dan menatapku dengan mata yang benar-benar merendahkan. Aku mencoba sekuat tenagaku untuk menahan amarah dan menghentikan tanganku untuk menghujam wajahnya yang angkuh itu.

"Aku memperingatimu, Charles. Jangan bertindak bodoh atau kau akan benar-benar menyesalinya. Singkirkan sifat keras kepalamu, dan gerakkan kaki bodohmu itu. Aku tidak memintamu untuk melakukan hal yang merepotkan atau konyol, aku hanya ingin kau menyingkirkan kemarahanmu itu dan bergerak pulang."

"Sudah kukatakan sebelumnya jika itu bukan rumah-"

"Ah, sialan! Kau berisik sekali! Kenapa kau tidak bisa patuh seperti budak menjijikkan dan menutup mulutmu seperti anak ingusan yang menyedihkan!"

Blam ...!

"AGHH!"

Aku memukulnya ....

Tali pengaman yang menahan emosiku seketika terputus begitu saja dan membuatku lepas kendali. Dia tak tahu pukulan kuat itu akan datang ke arahnya dengan cepat, dan membuatnya segera terjatuh dengan posisi yang menyakitkan. Aku bisa melihat memar biru di pipinya dan darah pada hidungnya, namun, aku memutuskan untuk menyingkirkan rasa peduliku untuk sementara waktu, dan hanya melihatnya terduduk di trotoar perkotaan yang kotor dan dingin.

Beberapa orang mulai berhenti beraktivitas dan memperhatikan kami. Namun, aku juga menyingkirkan perasaan tidak nyaman, dan terganggu akan tatapan orang-orang yang begitu penasaran dan melihat kami dengan mata yang fokus.

"ITU SAKIT, SIALAN! KENAPA KAU MEMUKULKU?!"

"Apa kau cukup bodoh untuk tidak tahu alasannya?"

"Tch."

Dia segera berdiri dan membersihkan celananya yang kotor.

"Terserah. Lupakan itu! Sebaiknya kita segera pulang ke rumah sekarang."

"Itu bukan rumahm-"

"Iya iya, terserah. Tidakkah kau lihat luka ini? Kau harus bertanggungjawab dan mengobatiku, bodoh!"

"HAH? ITU SALAHM-"

"AH! kau berisik sekali. Terserah, aku akan berjalan sendiri ke rumah. Menyebalkan."

Dia berlalu melewatiku begitu saja. Seperti angin dingin yang menusuk tulang, dia tak peduli soal aku yang masih berada di belakangnya dengan emosi yang meledak-ledak.

Dia mulai berjalan cukup jauh, dan aku segera berlari mengejarnya dengan panik.

Aku mencoba untuk menghentikannya, namun, entah bagaimana, aku mendapatinya telah berdiri di depan pintu rumahku dan membukanya dengan santai.

"Eh! Tunggu!"

Dia memasuki rumah dan aku mengikutinya dari belakang secara tergesa-gesa. Aku segera melepas sepatuku dengan panik dan mendapatinya duduk santai di sofa hitamku, dan tersenyum ke arahku dengan wajah yang menjengkelkan.

"Oh, lihatlah wajahmu sekarang. Lucu sekali."

"MENYINGKIR DARI SOFAK-"

Crack...!

Tak sempat aku mengumpat. Kaca jendela ruang tamuku tiba-tiba retak dan mengeluarkan suara yang begitu nyaring, dan akhirnya seketika membuatku terdiam.

Aku pun spontan segera melihat bajingan itu, yang ternyata juga menatapku dengan tatapan yang begitu tajam dan lekat. Seolah-olah tak terkejut dengan kejadian itu, dia terlihat cukup tenang dan santai.

Apa? Tidak mungkin dia yang melakukannya, iya kan?

"Apa kau bisa diam sebentar?"

Nadanya dingin dan tegas. Mata hitamnya seperti menusukku dengan pemahat es yang tajam dan benar-benar menyakitkan.

"Ingatlah, Charles. Kau harus mengingatnya. Tidak ada hari esok untukmu jika kau tidak mengingatnya sekarang. Perhatikan baik-baik kondisi sekitarmu dan pikirkan dengan matang. Aku memperingatimu, Charles Lorrian. Tak ada lagi candaan atau kemarahan yang tak berguna sekarang. Kau ... harus mengingatnya."

"Hah? Namaku bukan Lorrian."

"Terserah! Aku sedang tidak berbicara denganmu. Dasar kau bodoh kikuk!"

"APA KAU BILAN-"

"Diam! Dengarkan baik-baik sialan! Ingatan itu yang membuatmu hidup dan ingatan itulah yang akan membunuhmu. Kau tidak punya pilihan lain selain mendengarkanku, jadi jangan bertindak bodoh atau menanyakan hal yang tidak penting. Tugasmu hanya satu ... mengingat kembali. Hanya itu."

Tatapannya berubah begitu mengerikan dan mencekam. Aku masih bisa melihat seringai di wajahnya namun, itu terasa lebih kejam dan tidak manusiawi. Jantungku terasa seperti dipacu layaknya mesin yang telah overheat dan akan hancur kapan saja.

Aku bisa merasakan keringat yang mengalir di punggungku dan keringat yang terjatuh ke lantai.

Aku merasakan bahaya yang sangat intens dan membuatku seketika terdiam membatu.

Ini terasa begitu sunyi dan tenang. Hingga aku merasa seperti ditelan oleh kehampaan yang dalam dan mulai memakanku secara perlahan. Ini adalah situasi yang benar-benar menekanku hingga kakiku terasa seperti terkunci oleh lem yang sangat kuat.

'Aku harus melarikan diri.'

Namun, kakiku menolak untuk bergerak. Hanya mulut ini yang masih memiliki kebebasan untuk berbicara, dan aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi jika aku salah berbicara.

Namun, aku tak bisa menghentikan keinginan untuk bertanya.

"Apa maksud- ...!"

STAB...!

"AGHHH...!"

"Hmm, kau benar-benar keras kepala dan bodoh."

Tunggu! Apa aku ....

Next chapter