webnovel

Part 11

Mobil melaju dengan kecepatan sedang, jalanan kota tampak begitu ramai namun tidak menimbulkan kemacetan. Cinta begitu menikmati perjalanannya menuju tempat makan yang sebelumnya telah ia sepakati bersama suaminya, Bara. Bak pasangan yang sedang kasmaran, sesekali Bara bersenandung ria didalam mobil yang dikendarainya, alunan lagu dari Phantom berjudul Kasmaran seolah mewakili perasaannya malam ini. Cinta hanya sesekali tersenyum ketika mendapati Bara begitu semangatnya bernyanyi mengikuti alunan musik yang diputar di dalam mobilnya. Ingatannya berputar saat Bara dengan mantab memintanya untuk menjalani pernikahan yang sesungguhnya. Ketika sebelumnya mereka memutuskan untuk menjalani pernikahaan dengan sebuah aturan, kini justru mereka melupakan aturan tersebut. Cinta mulai membayangkan bagaimana kehidupan pernikahan setelahnya, apakah bisa bahagia seperti yang ia harapkan. Entahlah, ia hanya yakin bahwa kedua orang tuanya tidak akan mungkin salah memilihkan pasangan untuknya.

"Sayang, ayo turun!" Suara Bara membuyarkan lamunannya, ternyata mereka sudah sampai didepan restaurant makanan Jepang.

"oh, iya kak."

Mereka segera turun dari mobil. Dan kemudian berjalan beriringan memasuki restaurant itu.

Satu pramusaji dengan sigap menghampiri mereka berdua.

"Selamat malam, untuk berapa orang, kak?"

"2 orang"

"Baik, silahkan ikuti saya". Sang pramusaji berjalan menunjukkan salah satu meja makan untuk Bara dan Cinta.

"Silahkan, kak. Ini menunya. Silahkan dilihat-lihat dulu, jika sudah ada yang mau dipesan bisa panggil kami kembali. Terima kasih".

Pramusaji itu meninggalkan Bara dan Cinta berdua setelah menyerahkan menu makanannya. Bara dan Cinta sama-sama sibuk memperhatikan menu makanan dan tak butuh waktu lama mereka mulai menentukan apa yang akan dipesan. Dengan satu tangan terangkat, pramusaji restaurant itu kembali datang menghampiri mereka.

"Selamat Maaa.... Tata? "

Baik Bara dan Cinta sama-sama mendongakkan kepala menoleh kearah sang pemilik suara.

"Rega! Hai...! ya ampun ini beneran kamu? Kamu apa kabar?" Cinta mengenalinya.

Cinta menjabat tangan laki-laki bernama Rega itu.

"Aku baik, wah lama banget nggak ketemu kamu. Kamu apa kabar? Mama papa apa kabar? Kamu makin cantik aja ya."

"Aah kamu bisa aja, mama papa baik mereka lagi nggak di Indo."

"Loh, mereka kemana? Terus kamu disini sama siapa?". Tanya Rega penasaran.

Lama mereka berceloteh, ternyata diam-diam Bara mengamati tingkah mereka berdua yang berbincang seolah tidak memikirkannya.

"Ehem, Saya mau pesan Ramen 2 , orange juice 2, sushi 1, sashimi 1 " Suara Bara mewakili apa yang ingin dipesan Cinta, karena kebetulan pesanan mereka sama.

"ehm, Ta?". Rega melemparkan tatapan penuh tanya kearah Cinta. Seolah tahu apa yang dimaksud Rega, Cinta akhirnya mengerti kemudian memperkenalkan Bara kepada Rega.

"Oh iya sampai lupa, ini kak Bara. Kak, ini Rega. Teman lama waktu SMA dulu. Rega ini kak Bara." Cinta bergantian memperkenalkan satu sama lain.

Bara menjabat tangan Rega sambil memperkenalkan diri. "Bara, SUAMI Cinta". Bara dengan sengaja menekankan bahwa dia suami Cinta.

Rega tampak terkejut, tapi masih bisa menyembunyikannya. "Saya Rega, iya saya teman lama Cinta. Maaf ya bang, saya tidak tahu Cinta sudah punya suami."

Bara merasa menang dengan pengakuannya. Dan Cinta yang mendengarnya juga sebenarnya tidak masalah. Karena dari awal sebenarnya dia tidak ingin menutupinya. Karena Bara lah yang dari awal pernikahan meminta perjanjian.

"Pernikahan kami begitu cepat, Ga. Jadi kami tidak sempat mengundang teman-teman kami. Makanya aku juga nggak undang kamu. Lagian kamu juga nggak ada kabar setelah lulus SMA". Ujar Cinta

"Ya, sudahlah. Tidak apa. Baiklah, aku tidak mau mengganggu waktu kalian. Aku sudah mencatat pesanannya. Kalian tunggu sebentar ya. Aku permisi. Lain waktu kita sambung lagi." Kata Rega sebelum meninggalkan meja Cinta dan Bara.

Hanya anggukan kepala dari Cinta mengakhiri pembicaraannya dengan Rega.

"Kamu nggak marah aku jujur sama dia kalau aku suamimu?". Bara bertanya pada Cinta.

Cinta menghela nafasnya. "Aku malah sebenarnya akan marah kalau kak Bara memperkenalkan diri sebagai kakakku atau bahkan temanku".

Senyum terukir dibibir Bara mendengar ucapan Cinta. "Ku fikir sebaliknya."

"Kalau sampai tadi terjadi seperti itu. Itu berarti, apa yang kak Bara ucapkan dirumah tadi hanyalah omong kosong. Dan tidak berarti apa-apa."

"Lalu kenapa kamu masih panggil aku dengan sebutan kak? Kenapa tidak berubah menjadi sayang? Seperti yang kulakukan."

Deg.....

Cinta akhirnya tersadar kalau Bara mulai mengganti panggilannya sedari tadi dengan kata sayang

"Hmmm... itu... hmm...aku..." gugup

"Apa? Heh?"

"Aku belum terbiasa, kak." Akhirnya terungkap.

Bara menyelipkan helaian rambut Cinta kebelakan telinga, membelainya dengan lembut, satu tangannya menggenggam jemari tangan Cinta seraya berkata. "Biasakan dari sekarang. Kita mulai pernikahan kita dengan sesungguhnya. Aku sadar pernikahan itu bukan untuk dipermainkan. Aku akan berdosa jika memainkan sebuah ikatan pernikahan yang suci. Aku juga tahu pernikahan kita tidak didasari oleh cinta yang sesungguhnya. Aku akui, awal aku menikahimu, aku tidak memiliki rasa cinta terhadapmu. Bahkan aku sempat memberi pengaturan gila dalam pernikahan kita. Aku minta maaf. Tapi aku sadar, aku seorang laki-laki. Aku punya tanggung jawab sebagai suami terhadapmu, terlebih papa yang mempercayakan putri kesayangannya terhadapku untuk kujaga. Bahkan sampai saat ini aku belum memahami apakah aku memiliki rasa cinta terhadapmu, tapi semua itu aku berusaha mencoba memahami isi hatiku. Aku tidak tahu cinta itu apa, tapi rasa takut kehilanganmu membuatku sadar bahwa aku harus menjagamu. Aku tidak perduli jika nantinya kamu bahkan tidak mencintaiku, atau bahkan belum memiliki perasaan terhadapku. Aku tidak akan memaksamu. Tapi aku laki-laki dewasa yang sudah mengucap ijab qobul atas dirimu. Dan aku menyadari tugas dan tanggung jawabku. Aku akan berusaha menjadi yang terbaik. Aku akan menerima semua kekurangan dan kelebihanmu. Aku percaya cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu.".

Cinta diam tak bergeming, pelupuk matanya seolah penuh dengan genangan air. Sekali kedipan mata, genangannya pun tumpah menjadi tetesan air mata membasah dikedua pipinya.

"Kenapa menangis? Aku tidak sedang memaksamu. Kamu boleh dengan keputusanmu, aku akan menghargai semua keputusanmu. Tapi jangan menangis." Bara mengusap air mata yang mengalir dikedua pipi Cinta.

Cinta hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, kak. Aku hanya terharu. Dari awal pernikahan kita. Dari awal papa menjodohkan kita. Aku sudah pasrah, siapapun suamiku nanti aku akan menerimanya. Aku pasti menjalani pernikahannya dengan ikhlas. Aku yakin, papa tidak mungkin salah memilihkan pasangan untuk anaknya. Bahkan saat kak Bara memberi pengaturan diawal pernikahan, aku tetap terima dan mengikuti apa keputusan kak Bara. Aku bahkan tidak berani membayangkan bagaimana kehidupan pernikahanku setelahnya. Aku mulai berfikir aku akan mengikuti alurnya saja. Aku pasrah pada Tuhan atas hidupku dan pernikahan kita. Jika berjalan bahagia, itu merupakan bonus."

"Air mata ini airmata kebahagiaan. Meski begitu, aku tetap akan menghapusnya". Sambil menghapus air mata dipipi Cinta.

***********

Mereka kembali setelah makan malam bersama.

"Kak makasih banyak ya".

Cinta pergi menuju arah kamarnya, saat sampai didepan pintu kamarnya lengannya ditarik lembut oleh Bara.

"Tunggu, Cinta!".

"Ada apa kak?". Tanya Cinta.

"Bisakah kita, hmmm." Kalimat Bara terjeda, sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu.

Kening Cinta berkerut. "Apa kak? Kita apa?".

"Hmmm, bisakah kita memulainya malam ini?". Kalimat itu akhirnya lolos dari mulut Bara.

DEG...!!! Jantung Cinta seketika berdegup kencang, bulu kudukku meremang sekejap. Suhu tubuhnya mendadak naik turun. Ia sangat tahu apa yang dimaksud dengan ucapan Bara. Ia bingung apa yang harus dilakukan. Apakah malam ini? Haruskah malam ini ia serahkan apa yang selama ini ia jaga dengan sangat? Tapi bukankah Bara memang punya hak atas dirinya? Oh Tuhan! Apa yang harus Cinta katakan?

"Hei! Sayang!". Bara bersuara tepat di telinga Cinta. Membuyarkan Cinta dari lamunannya seketika.

Merinding! Itulah yang tubuh Cinta rasakan. Matanya seolah terhipnotis oleh Bara, sehingga hanya anggukan kepala yang bisa dilakukannya sebagai jawaban atas pertanyaan suaminya.

Cup!!!...

Satu kecupan mendarat di kening Cinta. "Aku balik dulu ke kamar. Kamu tunggu aja dikamar ya, sayang. Love you!".

Bara berlalu pergi menuju kamarnya, meninggalkan Cinta yang masih termangu didepan kamarnya. Cinta sungguh terkejut dengan perlakuan Bara yang berubah 360 derajat sepulang mereka dari study tour bersama. Ia sudah sangat tahu seperti apa nantinya, jika malam ini benar terjadi apa yang sebelumnya tertunda. Maka malam ini dan seterusnya tidak akan lagi sama.

*************

Cinta mondar mandir didalam kamarnya sendiri. Gugup pasti dirasakannya, ia tak henti-hentinya meremas kedua tangannya, berjalan kesana kemari seperti orang sedang kebingungan. Antara gugup dan takut. Gugup karena ini pertama kali baginya, takut jika nanti mengecewakan suaminya. Ia bahkan sempat mencari-cari informasi di internet apa saja hal yang dilakukan pada malam pertama. Tapi tetap saja tidak mengurangi kekhawatirannya. Kata orang malam pertama itu rasanya sangat sakit. Apakah ia kuat? Apakah ia mampu melakukannya? Ah, semua terasa membingungkannya. Beberapa saat lagi ia tahu Bara pasti akan mengunjungi kamarnya.

Cekleekk....! suara gagang pintu ditarik, refklek Cinta berlari menuju kamar mandi dengan cepat, ia sudah tahu kalau pasti Bara tamu kamarnya.

Bara memasuki ruangan kamar Cinta tapi ternyata tidak menemukan Cinta. Bara sudah tahu jika istrinya itu pasti masih berada di kamar mandi. Sementara Cinta yang berada dikamar mandi seperti tikus terjebak perangkap, kebingungan dan ketakutan sendiri.

"Sayang, kamu ngapain didalam?". Tanya Bara setelah mengetuk pintu kamar mandi.

"Sebentar kak, sebentar lagi selesai.". jawab Cinta.

Setelah mengatur pernafasan dan dirasa normal, Cinta memberanikan diri keluar dari kamar mandi dan mendapati Bara sudah duduk ditepi ranjangnya. Bara yang menyadari Cinta sudah keluar dari kamar mandi langsung terbangun dari duduknya. Cinta masih belum berani mendekat, ia berdiri kaku didepan pintu kamar mandi.

"Kamu ngapain masih disana? Sini dong!". Pinta Bara.

Perlahan Cinta berjalan ke arah Bara. Dengan langkah ragu ia memberanikan diri mendekat kearah Bara.

"Kemarilah!". Tangan Bara meraih jemari tangan Cinta kemudian dituntunnya untuk ikut duduk di tepi ranjang bersamanya.

"Dengar aku, aku tahu ini yang pertama untukmu. Dan kamu juga harus percaya, bahwa ini juga pertama untukku. Tapi jika kamu belum siap, aku tidak memaksa. Kita bisa melakukannya lain waktu sampai kamu benar-benar siap".

Lagi-lagi seperti sihir. Cinta hanya mengangguk setelah mendengar ucapan Bara yang terlihat tulus dimatanya. Bahkan keinginan untuk menolak pun tidak ada.

"Artinya?". Bara berusaha meyakinkan dirinya.

"Aku... Aku siap kak".

***********

Next chapter