12 Perasaan Berkecambuk

Nabila yang mengunci mulutnya sedari tadi hanya menunduk. Ternyata Wenda itu adalah wanita spesial bagi suaminya! Hati Nabila mendadak terluka.

"Ini salah Kakek Nabila ... jika saja kakek tak bertemu dengan Wenda mungkin Leo tak akan jatuh cinta dengan Wenda yang ternyata sudah menikah dengan orang lain. Kakek pikir Wenda masih sendiri dan mungkin bisa membuat hubungan dengan Leo. Sayangnya itu hanya angan-angan saja." Adam pun menepuk pundak Nabila.

"Kau punya kesempatan Nabila. Jangan pikirkan soal Wenda, dia sudah memiliki suami dan anak. Dia tak akan menjadi penghalangmu untuk mencintai Leo. Semangat Nabila! Katakan apa perasaanmu dan Kakek yakin Leo akan menerimanya."

Kendati demikian penghiburan yang dilakukan oleh Adam sama sekali tak membuat tentram dalam hati Nabila. "Permisi kek, aku punya banyak pekerjaan." Dia pun bingkas dari tempat duduknya untuk masuk dan bergerak ke dapur.

Jalan menuju dapur itu berada di dekat ruang kerja Leo yang kini terbuka agak lebar. Tanpa sengaja Nabila melirik ke dalam. Dirinya menemukan Leo tengah duduk bersandar di kursinya sambil memperhatikan layar ponsel.

Dia bisa melihat juga Leo membuang napas kasar lalu menatap langit-langit seraya memutar kursi. Tak ambil pusing kalau Leo akan pusing. Apakah Leo sedang memikirkan Wenda?

Malam semakin larut saja ketika Leo berjalan masuk ke dalam kamarnya menemukan Nabila tengah membuat tugas kuliahnya. Pria itu mendekati istrinya tanpa bersuara. Menatap pada apa yang dikerjakan oleh gadis itu beberapa saat.

Leo bisa mendengar Nabila menggerutu kesal dengan suara kecil. Lucu juga saat Nabila mencengkram kepalanya sendiri dan tak menyadari kehadiran Leo. Tapi semua itu berakhir kala Nabila menoleh ke belakang.

Dia sangat terkejut menemukan Leo berada di posisi yang sangat dekat. "Leo! Astaga, kau mengejutkanku!" Leo tertawa kecil.

"Kau saja yang terlalu konsentrasi, aku sudah lama berada di sini tahu. Kau sedang apa?"

"Membuat tugas. Leo, kau belum mandi bukan? Biar aku menyiapkan air hangatnya." Aksi Nabila berhenti karena jalannya dihalangi oleh Leo.

"Duduk. Aku ingin bicara denganmu." Nabila mau tak mau harus mematuhi perintah sang suami.

"Nabila ... apa kau tak keberatan ketika aku bercerita tentang Wenda?" Mata Nabila melebar.

"K-kenapa kau bertanya seperti itu? Tentu saja tidak. Wenda itu temanmu bukan? Jadi untuk apa aku keberatan." jawab Nabila agak gugup. Perasaan perih kembali menusuk dada Nabila yang berusaha agar tak menunjukkan wajah pilunya.

Nabila juga dengan sekuat tenaga agar bisa menatap lama pada kedua mata Leo yang juga memandangnya dan tampak ketenangan di sana. "Wenda bukan sekadar temanku Nabila ... dia berarti sekali pada awalnya. Apa kau tahu dia itu selalu membuat aku tersenyum tapi dia juga sering membuatku sedih. Sedih karena dia dimiliki oleh orang lain."

Kesedihan yang dirasakan oleh Leo ikut juga dirasakan oleh Nabila yang juga menunduk. "Aku seharusnya tak jatuh cinta pada dirinya dan berkali-kali aku sering mengingatkan pada diriku sendiri bahwa aku tak bisa berlarut-larut dalam kesedihanku jadi aku memutuskan untuk menikahi Emily kendati tak memiliki cinta pada akhirnya kami berdua tidak saling cocok lalu berpisah begitu juga dengan istri keduaku."

"Sekarang, aku senang sekali ketika mentalku jatuh saat kecelakaan itu. Karena hal tersebut, aku sudah tak memikirkan Wenda dan lebih pada diriku sendiri. Ternyata ada manfaat juga luka yang aku dapat ini dan aku bisa berdiri sekarang semua ini berkat keluarga dan juga kau." Nabila terperanjat. Dia lantas menengadah memandang pada Leo.

Kini, lelaki itu menggenggam hangat tangan Nabila. "Nabila, aku mendengar percakapanmu dengan kakek. Kau risau dengan Wenda, apa itu benar?" Nabila mengangguk.

"Apa kau cemburu?"

"Aku ini istrimu. Memangnya kenapa kalau aku cemburu? Wajar bukan?" Leo tersengih.

"Iya, iya. Nabila, kau tak usah cemas. Perasaanku pada Wenda sudah berlalu. Rasa senangku sekarang hanya sebatas teman. Sudah lama Wenda ke Amerika ikut Axton yang juga temanku sekaligus suaminya. Apa kau paham?" Lagi-lagi Nabila mengangguk.

Leo pun berdiri ingin masuk ke dalam kamar mandi. "Soal air biar aku saja ya," Nabila tak menjawab. Gadis itu menangkap tangan Leo yang kembali memandangnya.

"Apa kau mendengar semuanya?"

"Apa maksudmu?"

"Percakapanku dengan Kakek Adam." Gadis itu takut jika Leo telah tahu perasaannya. Leo terlihat berpikir kemudian menggeleng.

"Aku hanya mendengar saat Kakek mengatakan bahwa Wenda adalah cinta pertamaku setelahnya aku pergi. Memangnya ada apa?"

"Tidak, tak apa-apa." Genggaman Nabila melonggar dan akhirnya Leo masuk ke dalam kamar mandi. Sepeninggalnya, Nabila bernapas lega.

"Ok Nabila semangatlah. Leo belum tahu perasaanmu dan pastikan kali ini dia akan mendengarkannya darimu." gumam Nabila dan kali ini segaris senyuman ditampakkan olehnya.

"Nabila, ambilkan handukku!" Nabila kaget setengah mati mendengar suara Leo dari kamar mandi apalagi perintahnya yang sudah bikin panas kepala saja.

"Mm, handuk?" tanya Nabila setengah berteriak.

"Iya!" Dengan cepat-cepat Nabila mengeluarkan handuk dan melangkah pelan ke arah pintu kamar mandi. Diketuknya pintu beberapa kali agar Leo membukanya tapi Leo membalasnya dengan perkataan.

"Masuk saja, aku sudah terlanjur basah." Perasaan berkecambuk dalam diri Nabila. Apa dia harus menuruti perintah Leo atau tidak ya?

"Nabila!"

"Iya!" Perlahan Nabila membuka pintu dan matanya sontak menutup ketika dirinya masuk.

avataravatar
Next chapter